Kuteringat disaat waktu pertama kali melihat seseorang yang nampaknya perempuan, dan ternyata memang perempuan berada di dalam ruang kelas dengan berbagai meja yang dijejer, kursi dibalik yang diletakan di atas meja. aku berhenti sejenak untuk memandangnya, nampak dengan jelas di mataku ia sedang piket kelas, memegang sapu, mengayunkannya sapu miliknya membersihkan debu-debu di lantai dengan keluwesan tangannya layaknya ibu ku dirumah. Rambut nya terurai panjang, berkacamata dengan lensa berbentuk lingkaran. First Impression? Cantik. Hanya sebatas melihat, tidak mungkin ku menghampirinya pada waktu itu, tidak seberani itu. Temanku, sebut saja namanya Domi, Tinggi, memiliki kumis tipis diatas bibirnya, hobi bermain basket dan sudah punya pacar. Benar kata orang-orang anak basket memang punya banyak fans. Dia menegurku,Â
   "Woi, kok berhenti, ada yang ngga beres?"
     "O-oh engga, ayok lanjut aja,"Â
jawabku dengan gugup. Aku dan Domi melanjutkan perjalanan untuk menuju ke luar sekolah dan bersiap pulang,Â
    "Eh yang bener? tadi liat apa?" tanya Domi secara tiba tiba.Â
    "Engga, cuman tadi aku liat cewek, yang lagi piket di kelas, yang pake kacamata tadi itu, tangannya luwes lagi pas nyapu."
    "Oh, yang tadi itu to, ya menurutku cantik, tapi kenapa kamu malah liat luwes pas nyapu nya bukan wajahnya!?"
Jawab Domi, wajahnya penuh kesal karena aku bukannya berkesan dengan wajahnya namun dengan cara menyapunya.
    "Ngga tau ya, cara nyapunya kayak ibuku banget, aku tertarik."Â
    "wong pekok, yaudah lah besok kita bicarain lagi," Jawab Domi, dan langsung berbalik badan untuk pulang. Diikuti olehku yang pulang dengan pikiran penuh, agak berantakan karena memandanginya tadi. Mungkin 'cinta pandangan pertama' memang benar adanya. Esok hari pun datang, tidak seperti hari-hari biasanya hari ini entah bagaimana aku merasa senang, tidak ada pr? Mungkin saja, tapi ada sesuatu yang lain yang membuatku senang, tapi aku tidak terpikirkan apa-apa saat itu. Memasuki kelas, menaruh tas di kursi, menghampiri teman ku yang lain untuk bercerita tentang kejadian kemarin siang. Marsel, itulah namanya, kurus, rambut tertata dengan baik, bisa dibilang temanku satu ini pintar, paling pintar diantara aku dan domi. Terkadang pintar, terkadang entah bagaimana, mungkin dikarenakan terlalu pintar sehingga tingkahnya tidak masuk akal, dan tidak bisa dijelaskan. Marsel dan Domi ini adalah teman baik, bahkan sudah seperti keluarga sendiri bagiku. Membantuku disaat ku sedang bermasalah, juga aku membantu mereka di saat mereka membutuhkanku. Aku bercerita dengan penuh semangat seperti orang yang sedang berperang dengan semangat 45 demi kemerdekaan. Saat selesai bercerita, Marsel memberitahuku,
    "Yan, kayaknya aku kenal sama orang yang kamu ceritain tadi, gimana?"