"engga ada kok, boleh boleh,"
tangannya menyilahkanku untuk duduk di sebelahnya.
   "Iyan," kataku, menyodorkan tangan kananku.
   "Lisa," katanya, dia membalas sodoran tanganku.
Akhirnya, perempuan yang kulihat kemarin jadi memiliki nama di kepalaku, sebelumnya kusebut "Perempuan cantik yang sedang piket". Aku duduk disebelahnya, Domi dan Marsel hanya memandangiku dari kejauhan mengisyaratkanku dengan tangan mereka untuk mengajak perempuan tersebut berbicara denganku. Sebagaimana lazimnya seorang laki-laki Mencuri pandang, memperhatikannya, masih sama, Cantik. Awalnya aku hanya ingin berkenalan, meminta nomornya dan pulang. Karena sebelumnya aku berpikir akan lebih nyaman untuk bercakap-cakap lewat WhatsApp. Namun, aku seperti terbuai, aku ingin mengenalnya lebih dekat secara langsung 4 mata. Aku mencoba dengan bertanya hal-hal template yang biasanya ditanyakan oleh para laki-laki.
  "Belum pulang?," tanyaku penasaran. dari beberapa opsi pertanyaan yang dapat aku ajukan, ini adalah opsi terbaik dipikiranku.
  "Belum, nunggu jemputan," dia menjawab.
  "Kamu belum pulang juga?," tanya nya kepadaku
  "Belum, masih ada tugas yang harus diselesain hari ini."
  "Tugas apa?"
  "Suruh buat video pendek gitu temanya 'Anti Bullying' ya kaya short film abal-abal."