Pastinya kita semua setuju seratus persen atas pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, saat memberikan kuliah umum di Universitas Sultan Agung (Unissula) -- Semarang, Jawa Tengah (9/9), yang menyebut Indonesia membutuhkan pemimpin muda.
Publik pun langsung menangkap  bahwa pernyataan erat sekali terhubung dengan  gugatan penurunan batas usia capres -- cawapres dari 40 ke 35 tahun, yang kini sedang berlangsung di MK.
Pernyataan inipun kemudian memancing ragam reaksi dan tanggapan. Pertama, karena secara etika kehakiman dianggap tidak sepatutnya membicarakannya materiil perkara suatu pengujian undang-undang (UU).
Kedua, pernyataan Ketua MK ini kemudian ditafsir sebagai lampu hijau akan kabulkan gugatan tersebut, yang dianggap sarat muatan kepentingan politik pragmatis untuk memuluskan nama Gibran Rakabuming maju sebagai wacapres di Pilpres 2024.
Sebagaimana yang beredar, nama Wali Kota Solo, kelahiran 1 Oktober 1987, tak lain adalah putra Presiden Jokowi yang kini berusia 35 tahun ini telah digadang-gadang untuk tampil maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 menjadi pendamping capres Prabowo Subianto (PS).
Atas pernyataan Ketua MK yang menyebut Indonesia membutuhkan pemimpin muda, saya pun kembali diingatkan pertemuan PS dengan Yenny Wahid yang tak lain adalah putri mantan Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur. Di mana Perempuan kelahiran Jombang, 29 Oktober 1974, juga tergolong pemudi.
Atas pernyataan Ketua MK ini pula yang menyebut Indonesia membutuhkan pemimpin muda, saya kira Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), kelahiran Bandung, 10 Agustus 1978, tak lain adalah putra pertama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, juga tergolong pemuda. Di mana saat ini Partai Demokrat juga ikut merapat gabung di Koalisi Indonesia (KIM) mengusung Prabowo Subianto sebagai capres Pilpres 2024.
Jadi saya anggap baik Gibran Rakabuming (35),Yenny Wahid (49) maupun AHY (46) tergolong muda, usianya belum berkepala di atas 5. Jadi masuk sebagaimana hitungan Ketua MK, di mana ketiganya bisa digolongkan calon pemimpin muda.
Sehingga ketiganya layak dipertimbangkan pula untuk diajukan dan maju sebagai cawapres di Pilpres 2024, sebut saja menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto, sebagai representasi anak muda.
Di mana kalau disandingkan ketiganya adalah anak Presiden Indonesia, yang satu putra Presiden Jokowi, satunya lagi putri mantan Presiden Gus Dur, sedangkan satunya lagi putra mantan Presiden SBY Â Ketiganya punya garis silsilah Anak Presiden.
Like Father Like Son
Terus terang, saya tidak mengenal ketiganya secara personal, baik Gibran Rakabuming, Yenny Wahid maupun AHY, termasuk biografis rekam jejak politiknya. Walau itu bisa ditelusuri di wikipedia. Tapi di sini saya tidak ingin berandai-andai, takut tidak objektif atau malah menjadi subjektivitas dalam memberi penilaian dan menilai.
Biar pembaca atau masyarakat yang secara objektif memberi penilaian dan menilainya atas rekam jejak ketiganya, kemarin, hari ini dan prediksi track kepemimpinan di hari esok .
Di sini saya hanya diingatkan dengan ungkapan atau pepatah "like father like son", yang artinya kira-kira bahwa seorang anak punya kesamaan dengan ayah, atau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kita pun sering dengar, Megawati atau Puan Maharani disebut, selain anak dan cucu biologis Bung Karno, juga anak atau cucu ideologis sebagai pewaris ajaran bapaknya yaitu Marhenisme dan Trisakti Bung Karno, sebagaimana pada ungkapan "like father like son".
Begitu halnya kalau ungkapan tersebut, kita sematkan pada Gibran Rakabuming, Yenny Wahid maupun AHY, yang mana kalau disandingkan ketiganya adalah anak presiden, anak Presiden ke-7, anak Presiden ke-IV dan anak ke-6. Pastinya ungkapam tersebut bisa diberlakukan, "like father like son".
Semoga menjadi pilihan yang bijak. Bijak dalam menilai, memilah dan memilih sebelum jatuhkan putusan, manakala salah satu di antara ketiga Anak Presiden ini disandingkan sebagai cawapresnya Prabowo Subianto. Ketiganya bisa dibaca dan dikaji dari ungkapan "like father like son".
Pastinya sebagai penunggang kuda, PS akan mempertimbangan secara seksama bersama KIM sebelum menentukan langkah kuda politiknya memilih cawapresnya. Dadi gak usah kesusu, ojo grusa-grusu, ojo nganti keblusuk, wedine ora untung malah buntung. Semoga!
Alex Palit, jurnalis pemerhati budaya dan politik Aliansi Pewarta Independen "Selamatkan Indonesia".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H