Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo Subianto dan Tahun Vivere Pericoloso

4 September 2023   06:47 Diperbarui: 4 September 2023   06:52 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sini saya tidak ingin ikut-ikutan berkomentar maupun mengomentari silang sengkarutnya akrobratika partai politik membangun koalisi dalam penentuan pasangan capres-cawapres lantaran tersandera politik transaksional threshold 20% atau cawe-cawenya kepentingan politik pragmatis "sang dalang".

Saya anggap akrobatika teaterikal panggung politik yang dipertontonkan kian anomalis, kian menjauh dari etikabilitas politik.

Mendingan menulis melanjutkan tulisan saya "Prabowo, Gerindra, KKIR dan Trisakti BK" di Kompasiana.com (31/8), dengan judul "Prabowo Subianto dan Tahun Vivere Pericoloso".  

Tahun Vivere Pericoloso

Adakah saat ini kita sedang menghadapi "Tahun Vivere Pericoloso", diambil dari frasa bahasa Italia -- vivere berarti hidup, sedangkan pericoloso berarti hidup penuh bahaya atau hidup menyerempet bahaya.

Adapun "Tahun Vivere Pericoloso" adalah judul pidato Bung Karno (BK) saat memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1964, di Istana Merdeka. Melalui pidatonya, Soekarno menyatakan bahwa Revolusi Indonesia belum selesai.

Dikatakan oleh BK, Revolusi Indonesia bukan sekadar mengusir Belanda dari Indonesia. Revolusi Indonesia menuju lebih jauh lagi daripada itu, yaitu menuju tiga kerangka berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi, bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan.

Dari sini lahir gagasan BK tentang strategi "Trisakti", yakni: berdikari bidang ekonomi, berdaulat bidang politik, dan berkepribadian bidang kebudayaan.

Sedang menurut BK, di "Tahun Vivere Pericoloso", bentuk neokolonialisme bisa beragam rupa dan tak kentara. Bisa saja bentuknya mungkin saja aliran pinjaman-investasi asing yang berisiko gusur rakyat dari tanah di bawah kakinya.

Pesan dan pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1964 itu tentu masih sangat relevan. Mengingat bentuk neokolinialisme sangat halus dan tak kentara. Menurut BK, bentuk neokolonialisme bisa berupa penjajahan by proxy, penjajahan by remote control, dan penjajahan dari jarak jauh.

Apapun bentuknya, yang pasti segala bentuk penjajahan ini akan menggerogoti kemandirian dan kedaulatan politik, ekonomi maupun kebudayaan sebagai peneguh jati diri bangsa.

Ghost Fleet

Saya pun teringat pada Prabowo ketika mengomentari perihal novel fiksi "Ghost Fleet" karya PW Singer and August Cole, yang kemudian dikomentari silang multitafsir. Di Kompasiana.com (22/12/2018), saya menulis dengan judul "Indonesia Akan Punah Manakala Amanah Trisakti Bung Karno Tergadaikan".

Indonesia tidak akan punah seperti dalam cerita "The Lost Atlantis". Justru kedaulatan Indonesia akan punah manakala amanah "Trisakti" BK tergadaikan pada cengkeraman kekuatan asing baik secara politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Pada titik inilah Indonesia akan "punah" dalam hal menjaga kemandirian martabat kedaulatan sebagai sebuah negara lantaran kita sudah bertekuk lutut pada cengkeraman dan kendali kekuatan bangsa asing.

Itu yang saya tangkap dari semiotika pernyataan Prabowo perihal "Ghost Fleet", yang  lontarkan Prabowo jelang saat Pilpres 2019. Adakah saat ini kita sedang menghadapi "Tahun Vivere Pericoloso?".

Kebangkitan Indonesia Raya

Makanya saya sangat mengapresiasi atas keberadaan "Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya" (KKIR) sebagai pendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dalam perspektif semiotika, makna kata KKIR, saya anggap lebih bermarwah, berpamor dan magis.

Dengan merujuk terminologis "kebangkitan", didalamnya sudah mencakup makan kata "maju". Jadi makna kata "kebangkitan" didalamnya sudah mengisyaratkan dan mensyaratkan kata "maju" atau "kemajuan", menuju Indonesia Maju.

Kita tidak akan bergerak maju tanpa kebangkitan. Justru dengan kebangkitan, kita bangkit untuk maju. Adalah saatnya kita bergerak maju menuju Indonesia Jaya dengan kebangkitan Indonesia Raya. 

Karena saya anggap, kita butuh kebangkitan dari krisis multidimensional dalam kehidupan berbangsa. Salah satunya yaitu terkikisnya kemesraan sosial dalam kehidupan berbangsa akibat terjadinya polarisasi oleh stigmatiasi politik identitas bernada SARA.

Adalah saatnya gerakan "Kebangkitan Indonesia Raya", kita bangkitan kembali dan wujudkan kembali spirit kebangsaan ajaran "Trisakti" BK. Bukan sekedar slogan gelembung busa atau pepesan kosong yang dikoarkan di Pilpres lalu.

Kepemimpinan Pemersatu

Siapa pun capres yang terpilih di Pilpres 2024, yang kita butuhkan adalah sosok pemimpin pemersatu yang mampu merajut dan menyatukan kembali retakan-retakan kemesraan sosial dalam kehidupan berbangsa yang disemboyani Bhinneka Tunggal Ika, yang kini terbelah dan terpolarisasi oleh stigmatisasi sentimen politik maupun lantaran oleh pengopinian ujaran sentimen primodial politik identitas bernada SARA.

Selain itu, sebagaimana disebutkan BK, neokolonialisme adalah penjajahan by proxy, penjajahan by remote control, dan penjajahan 'dari jarak jauh'.

Atas dasar "Kebangkitan Indonesia Raya", di sini saya sengaja mengakhiri tulisan ini dengan mengutip ucapan Prabowo di buku "Surat Untuk Sahabat" yang terhubung dengan "Trisakti" BK: "Saya ingin Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, yang berdiri di atas kaki sendiri. Tidak diinjak-injak, tidak menjadi budak, tidak menjadi kacung bangsa lain". 

Alex Palit, jurnalis pemerhati budaya musik dan politik Aliansi Pewarta Independen "Selamatkan Indonesia".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun