Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Presiden 2024 Bersenjatakan Trisula Wedha

2 Maret 2022   09:05 Diperbarui: 2 Maret 2022   09:07 1484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Sebagaimana banyak disebutkan bahwa Satria Piningit adalah figurisasi dari sosok seseorang yang secara personality memiliki sifat keutamaan-keutamaan sebagai manusia utama yang tidak dimiliki pada kebanyakan orang.

Begitupun dengan apa dan siapa Satria Piningit, sebutan ini tidak semata-mata hanya merujuk pada sosok atau figurisasi seseorang, dalam konteks ini justru yang tak kalah pentingnya bagaimana menempatkan makna kata Satria Piningit ini pada idealisasi konsep kepemimpinan dengan segala keutamaannya yang menyertai.

Konsep idealisasi kepemimpinan dengan segala keutamaannya inilah yang kemudian menjadi acuan yang dimiliki bagi setiap pemimpin, atau siapa pun yang mengaku atau yang menyebut dirinya sebagai sosok Satria Piningit, Satria Pinilih atau Satrio Pinilih Notonegoro, dalam Jangka Jayabaya disebut sebagai Ratu Adil yaitu sosok pemimpin yang adil, bijaksana serta kebajikan lainnya yang menyertai.

Bersenjatakan Trisula Wedha

Disebutkan bahwa sosok Ratu Adil bersenjatakan "Trisula Wedha". Yang dimaksud bersenjatakan trisula wedha di sini tak lain merupakan simbolisasi penggambaran watak, sifat atau kepribadian yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu: benar, lurus dan jujur.

Benar, bahwa seorang pemimpin harus berdiri di atas kebenaran dan demi kebenaran, bijak, adil, dan tidak berat sebelah.

Lurus, dalam menjalankan amanahnya sebagai seorang pemimpin berjalan di rel aturan hukum.

Jujur, tidak suka berbohong, satunya kata dengan perbuatan, selalu meng-atakan kebenaran yang sebenarnya, tidak mencla-mencle.

Ketiga watak "Trisula Wedha" ini harus dipunyai sebagai seorang pemimpin. Watak ini sekaligus menjadi ageman yang melekat dan menyatu pada personality seorang pemimpin yang merupakan sifat utama Ratu Adil, yaitu: benar, lurus, jujur.

Para kawula padha suka-suka

Amarga adiling Pangeran wis teka

Ratune nyembah kawula

Agegaman Trisula Wedha

Bener, lurus, jujur

Satria Panandhita, Satria Bayangkara dan Satria Raja

Selain bersenjatakan "Trisula Wedha", seorang pemimpin ditopang pula tiga karakter kepemimpinan:

Pertama, berkarakter Satria Panandhita adalah sosok pemimpin yang menjunjung nilai-nilai etika, moralitas, religius, dan amanah dalam mengemban tugas demi kesejahteraan rakyat.

Kedua, berkarakter Satria Bayangkara yaitu sosok pemimpin yang memiliki kewibawaan dengan bersikap tegas, adil, mengayomi rakyatnya, juga berjiwa pemaaf terhadap lawan-lawan politiknya dengan spirit tepo seliro.

Ketiga, berkarakter Satria Raja adalah sosok pemimpin berjiwa ksatria dan negarawan yang mengabdi demi kepentingan rakyat.

Ketiga karakter ini harus dipunyai oleh seorang pemimpin dalam rangka menjalankan titah amanah tugas yang disandangnya.            

Bawalaksana

Dalam Jangka Jayabaya disebutkan pula bahwa sosok Ratu Adil berwatak "Baladewa". Dalam dunia perwayangan, Baladewa digambarkan sebagai sosok ksatria yang berwatak temperamental tetapi berjiwa pemaaf, arif dan bijaksana.

Meski dikenal memiliki watak temperamental, tapi bila berbuat salah berbuat salah tak segan-segan mengakui kesalahannya, mengoreksinya, dan dengan legowo ia selalu minta maaf atas kekeliruan atau kesalahan yang diperbuatnya. Ia juga dikenal tidak memiliki sifat pembenci dan pendendam kepada siapa pun. Berjiwa welas asih.

Sabdo Pandito Ratu

Sabdo Pandito Ratu mengartikan bahwa kredibilitas juga egitimasi seorang pemimpin akan dilihat dari ucapannya. Karena ucapan seorang pemimpin adalah sabdo pandito ratu tak kena wola wali. Mengartikan bahwa seorang pemimpin yang dipegang adalah omong-annya, termasuk konsistensinya dalam memegang teguh ucapannya, satunya kata dengan perbuatan, ora mencla-mencle, isuk tempe sore kedele, pagi tempe sore kedelai.

Untuk itu seorang pemimpin harus pegang komitmen, konsisten, setia janji dengan apa yang pernah ia ucapkan, tidak lupa dengan ucapannya sendiri, karena ia adalah sabdo pandito ratu tan kena wola wali. Pasalnya di sini seorang pemimpin menjadi panutan dan suri tauladan, panutan bagi rakyat yang dipimpinnya untuk digugu lan ditiru.

Dari ungkapan sabdo pandita ratu, personality, kredibilitas dan legitimasi kepemimpinan seorang pemimpin dinilai dan dipertaruhkan di mata rakyat.

Alex Palit, jurnalis, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN). Penulis buku "Ngaji Deling Ratu Adil 2024" dan "Sang Presiden 2024", artikel ini dicuplik dari buku tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun