Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Abdee Slank, Antara Politik Balas Budi dan Pencitraan 2024

30 Mei 2021   11:50 Diperbarui: 30 Mei 2021   12:13 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdee Slank (foto dok. Tribunnews.com)

Maaf, tulisannya lumayan panjang! Kali pertama saya ucapkan selamat atas diangkatnya Abdee Negara -- gitaris grup band rock Slank sebagai komisaris independen Telkom. Terlepas dari layak tidaknya kapabilitas yang bersangkutan atas jabatan tersebut, saya tidak ingin mengomentari. Di sini saya hanya diingatkan pada sebuah adagium: there is no free lunch alias tak ada makan siang gratis. 

Kalau kita telusuri dari jejak digital Abdee ini memang telah memberi kontribusi sebagai konseptor dalam menggalang insan musik di gelaran "Salam 2 Jari -- Revolusi Mental" bagi pemenangan Jokowi di Pilpres 2014.

Saya tidak tahu, adakah gitaris Slank ini juga konseptor behind the scene di gelaran "Konser Putih Bersatu" di kampanye akbar Jokowi di Pilpres 2019, di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan - Jakarta, 13 April 2019, yang diikuti tak kurang dari 500 penyanyi dan musisi.

Begitupun saya tidak tahu adakah gitaris Slank ini juga konseptor behind the scene di   konser "Musik Untuk Negeri" di Bumi Perkemahan -- Cibubur, 18 -- 20 Oktober 2019, yang antara lain diikuti Slank, dan  God Bless.

Malah sempat terpikir, selain Abdee dari Slank. Berikutnya, adakah yang lain di antara penyanyi atau musisi lainnya di luar Slank yang juga mendapat hadiah sebagai komisaris di BUMN. Mengingat pastinya bukan hanya Abdee dan Slank yang berkeringat-keringat menjadi relawan bagi pemenangan Jokowi di Pilpres.

Saya pun teringat pada God Bless. Sepengetahuan, grup rock legendaris ini menjadi pendukung potensial Jokowi. Tak ubahnya Slank. Bahkan saat God Bless menggelar live streaming di konser "Untukmu Indonesiaku", Presiden Jokowi mengapresiasinya dengan menyampaikan sambutan atas peluncuran single tersebut.

Kenapa hanya saya sebut Slank dan God Bless saja, tanpa bermaksud mengurangi apresiasi saya terhadap grup rock lainnya. Ada sinyalemen bahwa kedua grup band rock secara secara politis dinilai paling potensial jadi magnet dalam hal pengumpulan massa sebagai vote getter untuk meraup suara mengambang (floating mass). 

Erick Thohir dan 2024

Seperti disebutkan di adagium tak ada makan siang yang gratis. Secara politis, adalah wajar bila kemudian Menteri BUMN Erick Thohir, sebagai pembantu Presiden Jokowi, menyematkan hadiah sebagai komisaris di Telkom, sebagai balas budi atas jasanya di pilpres.

Adakah keterpilihan Abdee Slank sebagai komisaris di BUMN, secara politis di sini memperlihatkan adanya konsesi sebagaimana adagium "tak ada makan siang yang gratis". Entahlah, apakah konsesi "tak makan siang yang gratis" ini juga akan disematkan pada  "Abdee" lainnya menyusul diangkat jadi komisaris BUMN sebagai politik balas budi.

Atau, adakah diangkatnya Abdee Slank sebagai langkah politis Erick Thohir untuk menuju 2024. Meski pilpres masih 3 tahun lagi, tapi setidaknya sudah harus diantisipasi jauh-jauh hari oleh ketua pemenangan Jokowi -- Ma'ruf  di Pilpres 2019, dengan menyiapkan orang-orangnya dipasang di segala penjuru lini, termasuk di BUMN, sebagai tim suksesnya. Termasuk salah satunya dengan diangkatnya Abdee Slank sebagai komisaris Telkom, sekaligus untuk mempersiapkan konten pencitraan Menteri BUMN menuju 2024.

Begitupun dengan dukungan finansialnya, tidaklah sulit bagi Erick Thohir  "jual diri" cari dukungan ke parpol untuk melenggang maju di Pilpres 2024, dengan segala politisasi citraannya.  

Dalam politik tak ada yang tak ada, sebagaimana merujuk ucapan Otto von Bismark, politic is the art of possible, dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi.

Begitupun dengan merujuk ajaran Machiavelli tentang penghalalan segala macam cara dalam mencapai tujuan kekuasaan, termasuk penggalangan kekuatan di arena musik, dalam hal ini khususnya rock.

Dari sini memperlihatkan pada kita bahwa dalam perkembangannya trend rock kini pun tidak lagi sekadar irama musik, tapi sudah merasuk menjadi bagian dari ranah pergumulan politik.

Kalau sebelumnya panggung musik tak lebih dari sekadar dipakai sebagai magnet daya tarik penghimpun massa mengambang (floating mass) saat kampanye. Kini musik sudah ditarik menjadi instrumentasi kepentingan politik untuk memobilisasi dukungan sebagaimana terlihat gelaran pilpres. 

Musik pun bukan lagi sekadar menjadi panggung penggembira saat gelar kampanye, tapi sudah sudah ditarik dalam ranah pergumulan politik menjadi instrumentasi kekuatan kepentingan politik. Mobilisasi dukungan di kalangan internal pemusik inipun tak terelakkan. Mobilisasi dukungan inipun sampai mengarah memasuki wilayah politik praktis. Dan musik rock pun dianggap sebagai instrumentasi politis paling ampuh untuk itu.

Rock Never Die

Persoalan apakah rock sudah menjadi instrumentasi kepentingan politik pragmatis, di sini saya tetap yakin bahwa rock never die.

Dalam perspektif kebudayaan, citra rock itu sendiri pada intinya diidentikkan dengan spirit perubahan, pendobrakan atau perlawanan terhadap segala bentuk dehumanisasi.

Lewat nyanyian kritisnya, rock akan selalu tampil memainkan peran perlawanan budaya mengungkap beragam persoalan yang terjadi di masyarakat, seperti pelanggaran hak asasi, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau kepincangan-kepincangan sosial lainnya. Dan itu sejatinya rock.

Kalaupun rock itu sendiri selalu disimbolisasikan dengan semangat kebebasan. Kebebasan inilah yang selalu tetap berkobar menggerakkan dan menghidupkan daya hidup rockers.

Termasuk kebebasan memerdekakan diri dari segala bentuk jebakan ideologi kepentingan politik pragmatis yang berseberangan spirit rock itu sendiri.

Soal apakah pada hari ini rock n' roll is dead, sudah dijebak dalam kepentingan politik pragmatis kekuasaan yang berseberangan dengan spirit rock itu sendiri, pada akhirnya semua itu berpulang kembali pada diri masing-masing rockers-nya sebagai pengibar rock.

Saya yakin bahwa rock not dead, rock never die, rock tetap hidup.

Kalaupun kemudian dibilang rock n' roll is dead jangan-jangan justru malah rockers-nya itu yang telah "bunuh diri"?

Pastinya dengan satu harapan, kita berharap semoga spirit radikalisme rock itu tidak mati, dibunuh atau dibungkam oleh kekuasaan politik.

Dan tetap hidup menghidupi para jiwa-jiwa berjiwa rock. Ia akan tetap kritis menjadi budaya tanding, budaya perlawanan terhadap segala bentuk dehumanisasi. Itu sejatinya fitrah rock!

Dan saya yakin seyakinnya bahwa citra, fitrah dan spirit rock akan tetap hidup di setiap jiwa sanubari rockers sejati.

Terlepas dari pengangkatan gitaris grup band rock Slank menjadi komisaris BUMN.  Mari tetap kita semangati dan menghidupinya bahwa rock itu tidak sekedar irama, juga daya hidup -- irama kehidupan.

Sebagai penutup, di sini saya menyampaikan salam buat teman-teman di grup WA "Vokalis Rock Indonesia" dan "Orang Rock Indonesia", kehidupan harus tetap berjalan menatap menata ke depan, tetap semangat dan terus berkarya, rock never die. \m/

 

Alex Palit, citizen jurnalis, penulis buku "Rock Humanisme -- God Bless", "God Bless -- Aku Bersaksi", "Sejarah Festival Rock se-Indonesia -- Log Zhelebour", "Nada-Nada Radikal Musik Indonesia", dan "Ngaji Deling -- Ratu Adil 2021 / 2024".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun