Termasuk kebebasan memerdekakan diri dari segala bentuk jebakan ideologi kepentingan politik pragmatis yang berseberangan spirit rock itu sendiri.
Soal apakah pada hari ini rock n' roll is dead, sudah dijebak dalam kepentingan politik pragmatis kekuasaan yang berseberangan dengan spirit rock itu sendiri, pada akhirnya semua itu berpulang kembali pada diri masing-masing rockers-nya sebagai pengibar rock.
Saya yakin bahwa rock not dead, rock never die, rock tetap hidup.
Kalaupun kemudian dibilang rock n' roll is dead jangan-jangan justru malah rockers-nya itu yang telah "bunuh diri"?
Pastinya dengan satu harapan, kita berharap semoga spirit radikalisme rock itu tidak mati, dibunuh atau dibungkam oleh kekuasaan politik.
Dan tetap hidup menghidupi para jiwa-jiwa berjiwa rock. Ia akan tetap kritis menjadi budaya tanding, budaya perlawanan terhadap segala bentuk dehumanisasi. Itu sejatinya fitrah rock!
Dan saya yakin seyakinnya bahwa citra, fitrah dan spirit rock akan tetap hidup di setiap jiwa sanubari rockers sejati.
Terlepas dari pengangkatan gitaris grup band rock Slank menjadi komisaris BUMN. Â Mari tetap kita semangati dan menghidupinya bahwa rock itu tidak sekedar irama, juga daya hidup -- irama kehidupan.
Sebagai penutup, di sini saya menyampaikan salam buat teman-teman di grup WA "Vokalis Rock Indonesia" dan "Orang Rock Indonesia", kehidupan harus tetap berjalan menatap menata ke depan, tetap semangat dan terus berkarya, rock never die. \m/
Â
Alex Palit, citizen jurnalis, penulis buku "Rock Humanisme -- God Bless", "God Bless -- Aku Bersaksi", "Sejarah Festival Rock se-Indonesia -- Log Zhelebour", "Nada-Nada Radikal Musik Indonesia", dan "Ngaji Deling -- Ratu Adil 2021 / 2024".