Mohon tunggu...
Alexander Mahadarta
Alexander Mahadarta Mohon Tunggu... Lainnya - Student at Duta Wacana Christian University

Just your ordinary human

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Flashback: Wabah DBD di Kota dan Kabupaten Tangerang

27 Mei 2020   19:18 Diperbarui: 27 Mei 2020   19:30 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hal ini diduga karena faktor musim penghujan ditambah dengan banyaknya tempat-tempat yang dapat menampung air seperti kaleng dan pot bekas akibat kurang bersihnya lingkungan. Pada tahun 2016 sempat terjadi ledakan kasus DBD di provinsi Banten hingga beberapa kabupaten/kota menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD atas ledakan penyakit ini.

Dalam menanggulangi kasus DBD, Kementrian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tidak menjadikan fogging atau menggunaan insektisida sebagai solusi utama terhadap DBD. Namun pada kenyataannya masyarakat masih kurang teredukasi perihal ini dan cenderung mendesak pemerintah hanya untuk mengandalkan metode tersebut dalam memberantas DBD.

Pada tahun 2015, Sucipto dan Kuswandi dalam Jurnal Medikes,Volume 3, Edisi 2, November 2016 mengatakan bahwa pencegahan DBD oleh pemerintah Kota Tangerang sejauh ini masih hanya mengandalkan insektisida baik larvasida maupun imagosida sebagai pembunuh nyamuk Aedes aegypti. 

Hal ini dinilai kurang tepat karena penggunaan insektisida yang berlebihan tentu akan mempengaruhi resistenssi nyamuk pada insektisida tersebut yang pada akhirnya akan membuat nyamuk kebal dari insektisida tersebut. Insektisida sendiri juga dapat menimbulkan bahaya bagi manusia serta hewan peliharaan sehingga saya melihat penggunaan insektisida bukan merupakan solusi yang tepat. 

Hal serupa juga dilaporkan di Kabupaten Tangerang oleh Yuningsih (2018) di mana langkah pemerintah Kabupaten Tangerang adalah melakukan fogging jika kasus DBD mulai meningkat. Yuningsih juga menambahkan bahwa fogging biasanya tidak menyentuh lokasi larva-larva nyamuk sehingga pada akhirnya nyamuk akan tetap ada dan kasus DBD akan tetap bertambah.

Walaupun masih sangat bergantung terhadap fogging dan penggunaan insektisida, baik pemerintah dan akademisi berusaha mencari solusi lain untuk mengatasi DBD di Indonesia.   Sucipto dan Kuswandi (2015) di Kota Tangerang melakukan penelitian berupa perangkap nyamuk menggunakan kasa apung dan dinilai cukup efektif namun pemerintah sepertinya tidak mendapatkan data atau tidak mengambil tindakan lebih lanjut. 

Untuk pemerintah Kabupaten Tangerang mendorong masyarakat untuk menggalakkan program pemberantasan sarang nyamuk 3M Plus melalui Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik. Isi lengkap program tersebut berdasarkan Yuningsih (2018) adalah sebagai berikut:

            Gerakan 3M meliputi:

  • Menguras, yaitu membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
  • Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat penampungan air
  • Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
  • "Plus" dalam 3M+ meliputi:
  • Menaburkan atau meneteskan larvasida pada tempat penampungan yang sulit dibersihkan.
  • Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
  • Menggunakan kelambu saat tidur.
  • Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
  • Menanam tanaman pengusir nyamuk.
  • Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.
  • Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang dapat menjadi tempat istirahat nyamuk.
  • Mulai menggunakan air pancur (shower) untuk mandi

Adapun "Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik" meliputi:

  • Mengajak keluarga dan tetangga di lingkungan sekitar untuk menjadi Jumantik dan melakukan pemantauan jentik nyamuk serta kegiatan PSN 3M plus di ruma masing-masing
  • Berkoordinasi dengan ketua atau pengurus RT setempat dengan membentuk Jumantik di lingkungan setempat dan membentuk supervisor Jumantik.

Sebagai penutup, perlu diketahui bahwa untuk memberantas DBD tidak dapat dilakukan oleh pemerintah seorang diri, namun juga diperlukan partisipasi aktif oleh masyarakat. Fogging merupakan bentuk reaktif ketika sudah banyak kasus DBD sehingga diperlukan penggalakan langkah-langkah preventif yang lebih efisien dan dapat dilakukan dengan mudah oleh masyarakat seperti 3M+ dan Jumantik.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun