Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Karya PA Parapattan Tak Pupus Dimakan Usia

7 Desember 2022   08:32 Diperbarui: 7 Desember 2022   08:53 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papan nama PA Parapattan di Jalan Otista, Jakarta TImur (sumber:inbisnis.id) 

Bangunan itu berdiri memanjang utara-selatan di Jalan Panti Asuhan No. 23 Otista III, Jakarta, di tengah pemukiman padat penduduk. Pos satpam, sebuah rumah kecil di sisi kiri bangunan utama, persis berdiri di mulut gerbang. Bagian depannya ditembok rendah. Sengaja dibuat terbuka. Dari sana seluruh halaman tersapu oleh mata. Juga tamu-tamu yang masuk dan keluar.

Tetapi ini bangunan tua. Plafonnya penuh bercak hitam, berlumut, akibat air  hujan.  Temboknya telah bopeng di sana-sini meskipun terus dilabur putih. Juga jendela dan pintu yang dicat hijau telah kusam. Lantai ubin dari semen, bukan keramik,  bukti lain keuzuran bangunan ini.

"Ini gedung kami yang ketiga setelah dua kali pindah. Dibangun tahun 1958. Berarti sudah 56 tahun. Mestinya dilakukan renovasi total. Kalau hujan sudah bocor. Anak-anak harus siapkan ember dalam kamar untuk menampung air," kata Kristina Hari Diyanti, Pemimpin Panti Asuhan (PA) Parapattan, Jakarta. Kami bertemu akhir Februari lalu.

Misionaris Inggris

Panti Asuhan ini didirikan oleh Pdt. Walter Henry Medhurst dengan nama "The English Orphan Asylum" di Parapattan Laan, Batavia, pada tahun 1832. Lokasinya sekarang digantikan oleh markas TNI Angkatan Laut di Kwitang, Jakarta Pusat, di pinggir Kali Ciliwung. Medhurst mendirikan panti ini karena tergerak hatinya untuk menampung anak-anak hasil  hubungan di luar nikah tentara Belanda dan Inggris dengan wanita pribumi.

Walter Henry Medhurst pendiri PA Parapattan (Sumber: Dok.PA PArapattan)
Walter Henry Medhurst pendiri PA Parapattan (Sumber: Dok.PA PArapattan)

Tentara-tentara ini bertugas di Batavia selama 5-10 tahun, tetapi tidak diperbolehkan membawa istri dari Eropa. Hubungan dengan wanita pribumi tak bisa dielakkan. 

 Pdt Medhrust sebenarnya seorang misionaris yang dikirim oleh London Missionary Society  (LMS) Inggris tahun 1822 ke Batavia untuk meneruskan usaha J. Slater, misionaris Gereja Baptist,  melayani tentara Inggris di Batavia (1821). Tetapi ia hanya sanggup setahun. Ia kembali ke Inggris karena rumah dan gereja bambu yang dibangunnya dirampok lalu dibakar. Pada bekas gereja yang didirikan Slater itulah pada tahun 1829 Medhurst membangun gereja dan kediaman pendeta dari batu. Bangunan itu sekarang masih ada dan menjadi bagian dari Gereja Anglican, "All Saint's Anglican Chruch" di seberang Tugu Tani Jakarta Pusat.

Ada pula anak yang dikirim ke Belanda oleh "ayah"nya untuk belajar, tetapi lebih banyak yang ditinggalkan begitu saja. Barang tentu mereka hidup terlantar. Tidak bersekolah. Juga tidak mengenal ajaran agama Kristen. Para ibu juga tak sanggup membiayai mereka karena tak punya keahlian. Mula-mula The English Orphan Asylum menampung 6 orang anak. Lalu 23 orang. Mereka semua yatim, atau piatu, atau yatim-piatu.

Berganti Pengelola

Tetapi hanya berselang tiga bulan panti ini berganti nama menjadi The Parapattan Orphan Asylum. Barangkali sekarang posisinya berada di Markas Brimob Prapatan, di seberang Kantor BPK Gunung Mulia.

Tahun 1846 pengelolaan The Parapattan berpindah tangan ke sebuah organisasi wanita di bawah gubernur jenderal. Waktu itu yang menjadi Gubjen adalah Jan Jacob Rochussen. Nama The Parapattan berganti menjadi Parapattan Weezen Gestict. Alamatnya pun berpindah ke Rijswijk No.10 (Jl. Segara 10) atau yang sekarang dikenal dengan Jl. Veteran. Di bekas gedung panti Parapattan itu kini berdiri kantor Lembaga Administrasi Negara.

Foto Repro PA Parapattan di lokasi kedua (Sumber: Dok.PA Parapatan)
Foto Repro PA Parapattan di lokasi kedua (Sumber: Dok.PA Parapatan)

Tetapi karena panti berada di kompleks Istana Negara, dan lahan tersebut akan menjadi area perkantoran pemerintah, tahun 1953 pemerintah menyediakan tempat di Jakarta Timur yang kini menjadi gedung ketiga panti. Kala itu pemimpin panti adalah M.A.Pelaupessy, Menteri Penerangan dalam Kabinet Natsir.

"Kami tetap pakai nama Parapattan untuk mengenang sejarah panjang panti ini meskipun sekarang kami sudah jauh dari Prapatan di Jakarta Pusat," kata  Kristina. Pada tembok di ruang tamu panti terdapat tiga buah prasasti dalam bahasa Belanda. Ketiganya ditulis dan untuk memperingati 25 tahun, 50 tahun dan 100 tahun usia Panti Parapattan. Dan gara-gara panti ini pindah ke Jakarta Timur, nama jalan di depannya pun diberi nama Jalan Panti Asuhan.

Gedung Lembaga Administrasi Negara yang didirikan di atas tanah bekas tempat PA Parapattan (Sumber: setkab.go.id)
Gedung Lembaga Administrasi Negara yang didirikan di atas tanah bekas tempat PA Parapattan (Sumber: setkab.go.id)

Menurut Kristina, kalau mau jujur, tak ada seorang anak pun yang ingin tinggal di panti asuhan. Panti bukan tempat yang baik bagi perkembangan mereka. "Tetap yang paling ideal adalah rumah dan orang tua. Namun ini yang terbaik bagi mereka," ujarnya.

Karena itu anak-anak yang tinggal di Panti Parapattan sedapat mungkin harus merasakan suasana keluarga. Bagi yang masih mempunyai orang tua atau keluarga, ada jadwal berkunjung sebulan sekali. "Supaya mereka jangan lupa pada akarnya. Agar mereka tetap memiliki hubungan dengan orang tua dan keluarganya," kata David Mewengkang, salah satu dari 6 pengasuh di sana.

Selektif

Meskipun mereka mengasuh anak-anak berlatar belakang yatim-piatu, anak-anak dari keluarga retak dan keluarga miskin, namun pembina panti sangat selektif memilih. Salah satu syaratnya adalah inteligensi mereka tidak boleh di bawah angka 100. Panti mengadakan test untuk mengukurnya. Hal ini dilakukan, kata Kristina, karena mereka bertanggungjawab menyekolahkan anak panti sampai tingkat sekolah menengah atas. Bahkan beberapa orang yang berprestasi bagus dibiayai sampai perguruan tinggi. "Kami baru melepas mereka kalau sudah benar-benar mandiri," ujarnya.  

Anak-anak Panti dan para pengurus mereka  sekitar tahun 1846 (Sumber:Dok.PA Parapattan)
Anak-anak Panti dan para pengurus mereka  sekitar tahun 1846 (Sumber:Dok.PA Parapattan)

Namun syarat ini bukan harga mati. Bila anak mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pembina langsung turun tangan. "Kalau terjadi kekerasan di dalam keluarganya, syarat IQ kami lewati saja. Ini kondisi sudah darurat," kata Kristina.

Kristina dan David membawa saya berkeliling. Masuk, kami melewati selasar yang menghubungkan gedung utama di depan dan beberapa unit bangunan di belakangnya. "Ini ruang makan yang sedang kami renovasi. Sangat parah kerusakannya," ujar Kristina. Ia menunjuk bangunan yang telah dibongkar. Beberapa tukang sedang menaikkan bata.

Panti putra dan putri dipisah oleh taman.  Kedua bangunan ini sama tuanya dengan bangunan induk di depan. Bahkan pada panti putra ada beberapa plafon yang telah bolong dimakan usia. Kondisi panti putri tak jauh berbeda. Kristina dan David hanya berharap ada donatur yang bisa membantu mereka untuk merenovasi kedua gedung tersebut.

Biaya Besar

Menurut Kristina, untuk biaya sekolah dan operasional panti setiap bulan mereka membutuhkan tak kurang dari Rp 100 juta.  "Paling besar memang biaya pendidikan, lalu makan dan operasional panti," ucapnya.

Masuk akal. Saat ini mereka membiayai 46 anak dari tingkat TK hingga perguruan tinggi. Mereka juga memilih sekolah yang baik bagi anak-anak. "Karena kalau kami memilih sekolah yang biasa-biasa saja, bagaimana dengan daya saing mereka? Padahal rata-rata kami hanya biayai hingga lulus SMK," kata Kristina. Maka, anak-anak di sekolahkan di BPK Penabur, Tarakanita, Santa Maria, Santo Antonius, dan sekolah-sekolah kejuruan lainnya.

Dari mana semua biaya ini didapat? "Dari para penyumbang kami. Kalau mereka tidak ada entah bagaimana jadinya anak-anak ini," kata Kristina. PA Parapattan memang tidak berada di bawah gereja atau lembaga Kristen tertentu.

Menggali Bakat

Meskipun sudah menempuh pendidikan formal, anak-anak Parapattan masih diikutkan kursus dan pelatihan-pelatihan, misalnya komputer, desain grafis dan  penata rambut. Yang lulus diberi sertifikat oleh lembaga tersebut.

Untuk merangsang kecerdasan sosial dan psikomotorik, anak-anak diajak berolahraga sepak bola, futsal, voleey dan sejenisnya. Untuk hobi dan minat mereka diajak menari dan bermain musik.

Para penghuni PA Parapattan sekitar tahun 1923 (sumber:Dok.PA Parapattan)
Para penghuni PA Parapattan sekitar tahun 1923 (sumber:Dok.PA Parapattan)

"Kalau mau disederhanakan ada tiga hal yaitu seni, olahraga dan teknologi," kata David.

Menurut David, untuk menggali bakat dan  kemampuan setiap anak, mereka menjalin kerjasama dengan psikolog yang kompeten.  Selain untuk terus menggali potensi setiap anak asuh, mereka juga dapat mengetahui peningkatan kemajuan psikologis dan spiritual anak-anak.

Sebagaimana asrama, panti sangat menjaga disiplin. Kegiatan anak-anak dijadwal secara rapi. Sejak bangun pukul 05.00 pagi hingga kembali tidur lagi. Misalnya, kata David, para pengasuh melakukan monitoring peralatan, penyerahan agenda, pelaporan atribut sekolah, yang harus dilakukan setelah anak-anak pulang sekolah.

Meskipun menerapkan disiplin yang ketat, suasana kekeluargaan sangat terasa di sana. Maka canda, tawa, antar sesama anak asuh mudah ditemukan. Mereka juga kerap bergelayut manja kepada pengasuh-pengasuhnya.

"Ya kami keluarga mereka, tempat curhat dan berkeluh-kesah," kata David.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun