Ada tiga orang super cerdas yang dari namanya kemungkinan besar mereka keturunan Yahudi. Kecerdasan ketiganya jauh di atas manusia normal. Dikenal dunia. Namun sayang, justru yang paling tinggi IQ-nya tidak menjadi apa-apa.
Puluhan tahun setelah era mereka, ada orang cerdas lain yg menemukan bahwa manusia tidak hanya dinilai karena cerdas otaknya, namun kecerdasan manusia bersegi-segi.
Itulah yang kita amini sebagai "9 kecerdasan majemuk" menurut Howard Gardner. Kayaknya saat ini jenis kecerdasan ini sudah bertambah beberapa (?).
=000=
William James Sidis (1898-1944) seorang super jenius. Kecerdasan IQ-nya mencapai 260. Einstein kalah jauh karena "hanya" punya 160. Isac Newton juga kalah sebab hanya 190. Mereka ini yang saya maksud sebagai para keturunan Yahudi di atas.
Saking cerdasnya Sidis, pada usia 1 tahun 6 bulan ia sudah bisa membaca koran New York Times. Saat balita lain masih belajar jalan, James sudah duduk manis di kursi sembari membaca koran. Mungkin sambil ngisap dot.
Ketika ia berusia delapan tahun ia bisa berbicara, membaca dan menulis dengan fasih dalam delapan bahasa berbeda: Latin, Yunani, Prancis, Rusia, Jerman, Ibrani, Turki dan Armenia. Ia bahkan menciptakan bahasa baru yang disebut "vendergood" dan menulis beberapa buku tentang anatomi dan astronomi.
Tak heran kalau banyak koran memburunya untuk dijadikan berita.
Ketika James berusia sembilan tahun, Boris Sidis, ayahandanya mendaftarkan James ke Universitas Harvard. James Sidis membuat rekor pada tahun 1909 itu sebagai mahasiswa termuda yang mendaftar dan diterima masuk Harvard.
Saking cerdasnya, di Harvard ia bahkan menjadi asisten profesor dan memberi kuliah mengenai 'Jasad Empat Dimensi' di Harvard Mathematical Club di hadapan para profesor dan mahasiswa pascasarjana.
Tak heran bila civitas akademika Harvard menggadang-gadang anak kecil ini sebagai calon matematikawan dan ilmuwan terkemuka di masa depan. Pada usia 16 tahun pada 1914 James sudah meraih gelar Bachelor of Arts dengan predikat cum laude.
Namun ada "celah" dalam dirinya yakni ia tidak mudah bergaul. Ia lebih banyak menyendiri. Untuk sekadar kumpul-kumpul dengan teman, tidak pernah ia lakukan. Barangkali sebab ini pula ia dimusuhi oleh sesama mahasiswanya.
Datang peristiwa itu. Yakni protes Wajib Militer dalam PD I. James termasuk salah satu yang melakukan protes. Ia ditangkap dan dipenjara selama 18 bulan.
Begitu bebas dari penjara, kata koran Boston Herald, James bak hilang ditelan bumi. Sama sekali tak ada tanda bahwa ia ada. Sampai suatu hari seorang wartawan bertemu dengan seorang pemulung barang bekas. Dia itulah William James Sidis.
Seperti dikutip dari npr.org, entah kenapa ia sulit keluar dari kondisinya. Apalagi ia mulai sakit-sakitan. Pada 1944 ia dikabarkan meninggal dunia karena pendarahan otak, dalam usia 46 tahun.
James meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Sangat ironis. Masyarakat menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia.
Korban AmbisiÂ
James kerap dijadikan contoh sebagai korban ambisi ayahandanya. Ia tak lebih sebagai kelinci percobaan ayahnya yang seorang psikolog. Ayahnya mau menunjukkan pola asuh yang berbeda untuk mematahkan teori yang lama. Ayahnya salah satu psikolog keluaran Harvard. Padahal James sesungguhnya tidak suka matematika.
Konon kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa tahun sebelum ia meninggal, James sempat mengeluh kepada pers bahwa ia membenci matematika, sesuatu yang selama ini telah melambungkan namanya.
Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan keluarganya, mengembara dalam kesunyian, bekerja dengan gaji seadanya dan  mengasingkan diri.
Dalam biografinya ditulis bahwa kejayaan masa kecilnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain.
James Sidis sendiri menyadari sepenuhnya bahwa ia hanyalah bahan percobaan ayahnya sehingga membuatnya mengasingkan diri.
James tidak bisa keluar dari ambisi sang ayah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H