Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Tragis Anak Super Jenius

7 Desember 2022   06:32 Diperbarui: 7 Desember 2022   06:39 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wiliam James Sidis (Sumber: bmdergi.com via idntimes.com)

Namun ada "celah" dalam dirinya yakni ia tidak mudah bergaul. Ia lebih banyak menyendiri. Untuk sekadar kumpul-kumpul dengan teman, tidak pernah ia lakukan. Barangkali sebab ini pula ia dimusuhi oleh sesama mahasiswanya.

Datang peristiwa itu. Yakni protes Wajib Militer dalam PD I. James termasuk salah satu yang melakukan protes. Ia ditangkap dan dipenjara selama 18 bulan.

Begitu bebas dari penjara, kata koran Boston Herald, James bak hilang ditelan bumi. Sama sekali tak ada tanda bahwa ia ada. Sampai suatu hari seorang wartawan bertemu dengan seorang pemulung barang bekas. Dia itulah William James Sidis.

Seperti dikutip dari npr.org, entah kenapa ia sulit keluar dari kondisinya. Apalagi ia mulai sakit-sakitan. Pada 1944 ia dikabarkan meninggal dunia karena pendarahan otak, dalam usia 46 tahun.

James meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Sangat ironis. Masyarakat menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia.

Korban Ambisi 

James kerap dijadikan contoh sebagai korban ambisi ayahandanya. Ia tak lebih sebagai kelinci percobaan ayahnya yang seorang psikolog. Ayahnya mau menunjukkan pola asuh yang berbeda untuk mematahkan teori yang lama. Ayahnya salah satu psikolog keluaran Harvard. Padahal James sesungguhnya tidak suka matematika.

Konon kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa tahun sebelum ia meninggal, James sempat mengeluh kepada pers bahwa ia membenci matematika, sesuatu yang selama ini telah melambungkan namanya.

Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan keluarganya, mengembara dalam kesunyian, bekerja dengan gaji seadanya dan  mengasingkan diri.

Dalam biografinya ditulis bahwa kejayaan masa kecilnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain.

James Sidis sendiri menyadari sepenuhnya bahwa ia hanyalah bahan percobaan ayahnya sehingga membuatnya mengasingkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun