Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fransisco Ximenez: Lilin yang Masih Bisa Dibakar

1 Desember 2022   08:46 Diperbarui: 1 Desember 2022   08:59 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebenarnya saya tidak suka jabatan-jabatan itu, sebab yang utama adalah mari kita kerja. Pas ada pesta, saya diangkat jadi ketua panitia. Pas pemilu, saya ketua PPS di sini, kemudian ketua KPPS, pergi pidato sana-sini. Saya juga sudah pikir kapan ini orang-orang bosan dengar saya bicara. Tetapi sampai sekarang mereka masih belum bosan, hahaha," ia kembali tergelak.

Fransisco memahami filosofi lilin. Menurutnya, kalau lilin masih bisa dinyalakan, meskipun tinggal sepotong, orang masih tetap membakarnya  sampai benar-benar meleleh dan habis.

"Saya barangkali masih lilin yang sepotong begini (menunjukkan telunjuknya),  jadi masih terus dibakar ," kata dia.

Fransisco mewujudkan arti pemimpin seperti dikatakan Yesus dalam Alkitab. Barangsiapa ingin menjadi yang terbesar, hendaklah ia menjadi pelayan. Hal ini ia buktikan dengan kondisi rumahnya. Sampai kenalannya selalu komentar, 'Om Sico itu bodoh. Tidak mau ambil kesempatan'.

"Tetapi kalau saya mau ambil kesempatan, bagaimana dengan yang kondisi mereka lebih susah dari saya? Saya tahu bahwa ada begitu banyak bantuan uang dan bahan bangunan yang disalurkan lewat saya. Kalau saya mau bermain saja, rumah saya sudah megah sekali. Tetapi saya tidak boleh bertindak lebih dari apa yang sudah menjadi fungsi saya," kata dia.

Menurut Fransisco, dia ini hanya ibarat pipa. Fungsi pipa adalah menyalurkan air. Tujuan air yang sebenarnya bukan pada dirinya, tetapi pada mereka yang sedang kehausan.

"Saya hanya yakin tangan Tuhan tidak terlampau pendek untuk memberi saya rejeki. Nyatanya semua anak saya bisa sampai perguruan tinggi walaupun pensiun saya hanya Rp 500 ribu. Belum lagi kesehatan yang diberikan. Saya hampir tidak pernah sakit kecuali flu dan pilek. Coba, apakah ini bukan anugerah luar yang biasa bagi saya dan keluarga?" ujarnya.

Ada dua hal pokok yang sedang menjadi bebannya saat ini yakni, perumahan yang layak bagi seluruh pengungsi Timor-Timur di Naibonat, dan penerimaan masyarakat setempat terhadap mereka. Soalnya, kata dia, sudah mulai ada gesekan-gesekan dengan penduduk setempat.

Lalu ia berujar lagi, "Saya tidak punya apa-apa. Yang saya punya hanya waktu. Dan waktu inilah yang saya pakai untuk mendekatkan yang punya dengan yang tidak punya.  Jangan tunggu kita kaya dulu baru bantu orang. Kalau tunggu kita jabat presiden dulu baru bantu orang, saya kira itu mustahil.  Tetapi kalau kita bisa bantu orang dengan apa yang kita miliki, saya pikir nilainya di mata Tuhan akan sangat besar," kata Fransisco.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun