Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Adolf Heuken: Dari Hobi Menjadi Pekerjaan Menjadi Maestro

15 November 2022   08:17 Diperbarui: 15 November 2022   08:35 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pastor Adolf Heuken (Sumber:Observerid.com/Reza Tuasikal) 

"Tetapi ini memang dua kejadian yang penting. Bila berdasarkan kedua peristiwa ini, tidak ada alasan untuk menyebut kota ini sebagai Jakarta. Sebab baru 30 tahun sesudah penaklukan itu nama Jakarta dipakai. Tidak ada bukti sejarah apapun bahwa Fatahillah menamakan kota yang ia rebut itu Djajakarta. Bukti kapan tahun kelahiran Jakarta pun tidak ada."

"Hal ini membuat saya mencari sumber sejarah dan saya tuliskan dalam tiga buku. Buku pertama mencakup periode sebelum Belanda datang, buku kedua berisi tentang Djayakarta direbut oleh Belanda, dan buku ketiga membahas tahun-tahun pertama Djayakarta sampai Sultan Agung mengepung Djayakarta dan akhirnya pulang ke Jawa Tengah. Ketiga buku ini berisi dokumen asli dalam bahasa Sansekerta, Tionghoa, Belanda, Jerman dan lainnya. Saya menerjemahkannya sehingga pembaca bisa menentukan mana yang benar."

Kesadaran Melestarikan Bangunan Kuno

Heuken salah satu yang paling vokal terhadap Pemerintah DKI Jakarta yang 'gemar' membongkar bangunan kuno untuk diganti bangunan modern kala itu. Meskipun Pemerintah memiliki dinas khusus yang menangani masalah bangunan kuno, namun menurut Heuken mereka tidak memiliki keahlian untuk melakukan pemugaran. Dalam memugar, kata dia,  sedapat mungkin yang lama yang harus dipertahankan keasliannya.

"Saya pernah menjadi anggota Tim Penasehat Arsitektur Kota Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (TPAK P2B) DKI Jakarta. Tapi sekarang sudah lama saya tidak terlibat lagi. Pusing saya. Pak Fauzi (Fauzi Bowo, Gubernur DKI) bilang tolong jaga supaya mereka jangan main bongkar gedung kuno. Tapi apa yang terjadi? Mereka main bongkar saja. (Itu berarti) Mereka tidak tahu apa-apa tentang Jakarta dari segi kebudayaan dan sejarah. Mereka tidak tahu apa-apa. Hanya tahu perhitungan teknik saja."

"Coba lihat Buddha Bar itu dibongkar, dan tinggal sedikit yang asli. Saya tak melarang orang bikin rumah. Silakan saja kalau Anda mau bikin rumah baru. Tapi harus jaga, misalnya ini kawasan tipe B, maka saya akan mempertahankan bagian luarnya dan bagian dalamnya saya ubah. Kalau Anda mau bangun sesuatu yang megah silakan ke Tangerang atau luar Jakarta. Jangan di Menteng yang ada akar sejarahnya. Saya tidak mengerti, orang-orang yang punya duit ini kok norak sekali? Sekarang banyak gedung norak di Menteng."

Gereja-Gereja Tua

Gereja-gereja  tua di Jakarta menurut Heuken hampir semuanya sudah hancur. Dahulu di daerah Kota ada empat gereja tetapi semuanya sudah hancur. Tersisa satu yang bertahan yakni Gereja Sion. Ada pula Gereja Anglikan, Gereja Tugu dan Gereja Bundar Immanuel. Gereja-gereja yang tersisa ini menurutnya punya sejarah yang baik, gedung maupun umat di sekitarnya.

Gereja Sion Jakarta (foto:Lex) 
Gereja Sion Jakarta (foto:Lex) 

"Tahun 1960 itu Gereja Sion mau dibongkar. Mau dibikin pabrik. Mohammad Yamin yang menggagalkannya. Yamin, yang muslim, bilang tidak boleh. Dia bilang, ini gedung bersejarah," kata Heuken. Gereja Sion adalah gedung tertua di Jakarta, yang masih digunakan untuk maksud didirikannya yakni sebagai tempat beribadat. Gereja Sion dibangun 1692.

=000=

Setiap selesai menjawab satu pertanyaan saya, Heuken selalu memberi tantangan: "Apa lagi yang perlu Anda ketahui?" Dan kisah kembali mengalir tentang Jakarta tempo dulu.

"Kita memberi tempat pada mitos dan dongeng tentang Jakarta. Tetapi itu bukan sejarah. Karena sejarah harus ada buktinya," tegas Heuken lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun