Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumpah Pemuda: Mengenang Komponis Alfred Simanjuntak

27 Oktober 2022   19:21 Diperbarui: 28 Oktober 2022   12:35 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya menulis obituari ini ketika Alfred Simanjuntak tutup usia pada 25 Juni 2014. Ia adalah pencipta lagu nasional Bangun Pemudi-Pemuda, pendiri Yayasan Penerbit BPK Gunung Mulia, pendiri Yayasan Musik Gereja (Yamuger) dan Pencetus Pesta Paduan Suara Nasrani (Pesparani). Lagu Bangun Pemudi-Pemuda menjadi  "lagu wajib" setiap kali kita memperingati Hari Sumpah Pemuda  tanggal 28 Oktober. 

=000=

Suatu siang pada akhir Agustus 2010, tiba-tiba saja Alfred Simanjuntak (1920-2014) muncul di ruangan editor Penerbit BPK Gunung Mulia di Jalan Kwitang, Jakarta Pusat. Tak ada yang menyangka.

Yang lebih mengejutkan, ia naik ke ruang editor tanpa dituntun. Padahal Alfred akan berusia 90 tahun. Tak ada  lift. Eskalator hanya ada di toko buku yang menghubungkan lantai satu dan dua. Alfred naik tangga, satu demi satu.

"Saya lahir tanggal 8 September 1920 di Parlombuan, sebuah desa sederhana  di Tapanuli. Saya baru 90 tahun. Saya bahagia dan berterima kasih kepada sang pencipta untuk usia dan kesehatan yang prima," ujarnya. Ia kemudian menanyakan sederet nama, karyawan BPK yang bekerja sekitar tahun 1970-an. Alfred salah satu pendiri BPK Gunung Mulia bersama Dr. J. Verkuyl dan beberapa tokoh lainnya pada 1950. Ia menjabat direktur penerbitan ini hingga pensiun pada 1985. 

Seperti biasa jika bertemu anak  muda, ia selalu mengajak bernyanyi bersama-sama. Kami mendapuknya bernyanyi lagu Bangun Pemudi-Pemuda. Tetapi saat saya salah menyebut judul "Bangun Pemuda-Pemudi", ia langsung meralatnya.

"Harus pemudi lebih dahulu. Di seluruh dunia pemudi diutamakan. Bahasa Inggris saja, ladies and gentlemen... ," ujarnya (Ia mengucapkannya juga dalam bahasa Jerman, Jepang dan Belanda). Alfred fasih berbahasa Jerman, Inggris, Belanda, Batak, Jepang, dan Jawa. Dalam bahasa Jawa, ia bercakap memakai langgam kromo inggil.

Bagaimana proses terciptanya lagu Bangun Pemudi-Pemuda?

Menurut Alfred, waktu itu (1943) ia mengajar di Sekolah Rakyat di Semarang. Usianya baru 23 tahun. Saat  mandi sore tiba-tiba saja datang ilham. Ia mendapatkan nada sebuah lagu.

"Tiba-tiba lahir lagu itu..dam..dam.dam...daaammm...jadi saya dapat nadanya dulu baru liriknya," Alfred bersenandung.

Tetapi mulanya lagu itu bukan untuk lagu nasional. Ia diminta membuat lagu untuk sekolahnya.  "Saya harus bikin lagu untuk sekolah. Saya diminta bikin lagu Sekolah Rakyat Sempurna Indonesia. Lalu diubah ke... bangun pemudi pemuda Indonesia...tangan bajumu singsingkan untuk negara...masa yang akan datang kewajibanmulah...menjadi tanggunganmu terhadap nusa...," Alfred menyanyikan kembali lagu Bangun Pemudi Pemuda.

Menurut Alfred, perubahan lirik dari sekolah rakyat menjadi lagu kebangsaan, bukan  permintaan dari pemerintah. "Tadinya lagu itu lagu sekolah, tapi saya jadikan lagu nasional. Kata-kata itu saya dapat sendiri, bukan karena permintaan dari pemerintah," ujarnya.

Tetapi gara-gara lagu itu dirinya masuk daftar hitam Kempetai, polisi rahasia Jepang. "Saya ingat waktu itu dikejar polisi Jepang, karena dinilai terlalu memberi semangat untuk anak muda," kata Alfred.   Lagu yang diciptakannya sangat patriotis di kuping Jepang. Pemerintah Jepang khawatir timbul pemberontakan dari kalangan pemuda setelah mendengar lagu ciptaan Alfred. "Saya sempat bersembunyi tapi sudah lupa di mana. Saya enggak ingat juga berapa lama melarikan diri," ia mengenang.

Tetapi ironis, meski lagunya dinyanyikan setiap tahun sejak 1945, Alfred tidak pernah mendapatkan bayaran dari pemerintah. "Enggak pernah dapat royalti dari pemerintah sejak dulu sampai sekarang. Hanya dari penerbit yang terbitkan lagu-lagu saya. Mungkin pemerintah tidak kenal siapa saya," kata Alfred.

Menyanyi Sejak Kecil

Sejak duduk di Hollands Inlandsche School (HIS) di Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara, Alfred telah sering bernyanyi dalam acara-acara Natal. Kemampuannya bernyanyi dan bermain musik berkembang saat ia belajar di Hollands Inlandsche Kweek School, semacam sekolah guru atas di Margoyudan, Solo, Jawa Tengah (1935-1942). Tahun 1950-1952 Alfred belajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tahun 1954-1956 Alfred studi lanjut ke  Rijksuniversiteit Utrecht, Leidse Universiteit, Leiden, Stedelijke, Amsterdam, Belanda. 

(Sumber: indonesianusantaratercinta.wordpress.com)
(Sumber: indonesianusantaratercinta.wordpress.com)

Selama tiga tahun pada 1946-1949 Alfred menjadi wartawan surat kabar Sumber di Jakarta. Waktu itu ia diajak Samuel Panjaitan, sahabatnya. Karier jurnalistiknya terhenti karena Sumber dibredel dan dinilai memberitakan hal yang sensitif pada saat itu. 

"Waktu itu saya liputan semua bidang, tidak hanya politik," katanya.

Alfred mengagumi Cornel Simajuntak pencipta lagu Maju Tak Gentar. Mereka kawan sekolah. "Dia pintar, lagu-lagunya luar biasa. Dia sekolah di Muntilan, saya di Solo. Kalau ujian, kami bertemu di Muntilan. Saya juga mengagumi Binsar Sitompul dan Liberti Manik. Mereka tiga komponis hebat," kata Alfred.

Di Yamuger, Alfred mengagumi sejawatnya sesama komponis Bonar Gultom alias Gorga, Antonius Sutanta, SJ dan Subronto Kusumo Atmodjo. Semuanya sudah almarhum kini. 

"Bonar Gultom mempunyai ciri lincah dinamis, banyak nada naik tinggi dan tiba-tiba menukik tajam tetapi sangat harmonis. Dia gampang dikenali," ujarnya. Sementara Subronto menurut Alfred sangat Indonesia. "Lagu-lagu Subronto murni Indonesia. Dia tidak dipengaruhi Barat seperti saya. Ada Jawanya tetapi modern, tidak sama dengan kami yang di HKBP," ujarnya.  Pastor Sutanta dinilainya mencipta lagu-lagu yang ringan dan riang.

"Enak didengar dan lincah," kata Alfred tentang imam Jesuit itu.

Himne PKB
Suatu kali pada 1999, mantan presiden ke-4 RI Gus Dur memintanya  membuat lagu himne untuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sepulang dari pertemuannya dengan Gus Dur, ia menciptakan lagu tersebut.

"Saya diminta menggubah lagu himne PKB. Saya juga tidak tahu dari mana dia tahu nama saya. Jadi, saya pergi ke rumahnya, ngobrol, pas pulang di perjalanan saya mendapatkan ilham untuk lagu PKB. Proses pembuatannya cepat. Saya dibayar Gus Dur, tapi saya lupa besarnya berapa," kata Alfred. 

Nama Alfred Simanjuntak kemudian tenar karena dialah yang menciptakan lagu Bangun Pemudi Pemuda yang dilantunkan tiap tanggal 28 Oktober dalam rangka Hari Sumpah Pemuda. Putra pasangan guru Lamsana Simanjuntak-Kornelia Silitonga adalah anak pertama dari delapan bersaudara.

Sejak tahun 1950, ia bekerja tetap di Badan Penerbit Kristen (BPK) Gunung Mulia, Jakarta, dan sempat menjadi pimpinannya. Akan tetapi, dia tetap aktif di musik. Tahun 1967, dia turut mendirikan Yayasan Musik Gereja (Yamuger) dan pada tahun 1985 memprakarsai Pesta Paduan Suara Rohani (Pesparani).

Hingga kini, Alfred sudah menulis sekitar 42 lagu terdiri dari lagu gereja, kebangsaan. Dia juga pernah menulis lagu dalam irama dangdut, Terumbu Karang atas permintaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang akan disosialisasikan kepada masyarakat di kawasan pesisir Riau.

Tak terlalu banyak lagu ciptaan Alfred dalam Kidung Jemaat. "Hanya sekitar 7 buah. Tetapi yang paling saya sukai adalah nomer 432 dalam Kidung Jemaat," ujarnya. Lagu itu berjudul Jika Padaku Ditanyakan.

"Itu refleksi Injil. Injil berisi tentang orang-orang yang sakit, menderita , miskin dan sebagainya," kata Alfred.

Inilah syair lagu Jika Padaku Ditanyakan:

Jika padaku ditanyakan apa akan kuberikan pada dunia yang penuh penderitaan

Kan kusampaikan kabar baik pada orang-orang miskin

Pembebasan bagi orang orang yang ditawan

Yang buta dapat penglihatan

Yang tertindas dibebaskan

Sungguh tahun rahmat Tuhan sudah tiba

Krajaan Allah penuh karunia

Itu berita bagi isi dunia

1-a-kidung-online-yamuger-635a76cc97125e3e5b47d972.jpg
1-a-kidung-online-yamuger-635a76cc97125e3e5b47d972.jpg

(Sumber: Yamuger-Kidung online)

"Setahun terakhir ini Pak Alfred sering sakit. Dia terserang stroke.  Tetapi kemudian menjadi komplikasi ginjal, paru-paru dan gula darahnya naik. Tanggl 26  Juni sebenarnya beliau akan dibawa pulang dari RS untuk  home care. Tapi ternyata pagi tadi, beliau sudah pergi," kata Sonny, staf Yamuger.

               =000=

Akhir Agustus itu, sekitar satu jam ia berbincang dengan semua editor. Kami bertanya ini-itu, termasuk resepnya bisa tetap segar dalam usia yang tinggi. "Harus banyak makan sayur dan buah," ia memberi saran.

Dalam banyak kesempatan Alfred selalu menyebut angka 100 bagi usianya. "Saya berpikir Tuhan pasti memberi saya usia 100 tahun. Setelah itu, kalau saya ketemu malaikat di surga, dia akan bilang kepada miliaran orang di sana, 'Hei diam semua! Ini Simanjuntak orang Indonesia yang lagu-lagunya saban hari kita nyanyikan di sini. Dengarkan dia...." Alfred tertawa.

Namun Tuhan yang memberi, Dia pula yang mengambil. Pagi hari, 25 Juni 2014, jantungnya berhenti berdetak.  Alfred Simanjuntak telah kembali ke tempat dari mana tak seorang pun bisa memanggilnya pulang. Jika hidup sukar mempertemukan kita, barangkali kematianlah yang akan mempersatukan kita kembali. Selamat jalan Pak Alfred! (Lex/sumber)

  •  Riwayat Hidup
  • Nama : Dr. Alfred Simanjuntak
  • Lahir :  Parlombuan, Tapanuli,  8 September 1920
  • Pendidikan
  • Hollands Inlandsche School (HIS) di Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara 
  •  Hollands Inlandsche Kweek School, semacam sekolah guru atas di Margoyudan, Solo, Jawa Tengah (1935-1942)
  •  Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1950 -- 1952)
  •  Rijksuniversiteit Utrecht, Leidse Universiteit, Leiden, Stedelijke, Amsterdam, Belanda (Tahun 1954-1956)
  • Pekerjaan
  •  Guru pengajar di Shakelschool (Sekolah Rakyat) Kutoarjo dan Madiun (1941-1943).
  •  Guru menyanyi Sekolah Rakyat Sempurna Indonesia, Semarang (1943-1946).
  •  Guru SMP Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan
  •  Wartawan surat kabar Soember, Jakarta (1946-1949).
  •  Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia (1950-1985)
  •  Penggagas dan pendiri Yayasan Musik Gereja (1967)
  •  Anggota Tim Inti Nyanyi Gereja (TING) Yamuger (1969-akhir hayatnya)
  • Lagu-Lagu (antara lain)
  •  Bangun Pemudi-Pemuda
  •  Negara Pancasila
  •  Himne Partai Kebangkitan Bangsa
  •  Lagu-lagu dalam KJ dan PKJ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun