Ketika penulis masih duduk di kelas 2 SMP di Homba Karipit, Kodi, pada tahun 1986, sekali-dua kali masih berpapasan dengan Pati Ice Pede yang datang berkunjung ke SMP. Ketika itu Greg Gheda Kaka (1945-2005) menjadi kepala sekolah di sini.Â
Greg adalah orang pertama yang mendokumentasikan tentang Perang Kodi, antara lain ia mewawancarai Pati Ice Pede yang tinggal di Wailabubur, kampung yang berjarak sekitar 2 km dari sekolah. Pati Ice Pede meninggal pada tahun 1989.
Tetapi Binya Pahha mudah diterobos. Letaknya di dasar lembah sangat riskan sebagai benteng pertahanan. Jika Belanda menyerang, tak ada jalan keluar. Pasukan Wona Kaka bisa langsung terkepung. Menjadi sasaran empuk.
Akhirnya Wona Kaka dan Dita Ngedo pergi mencari tempat yang lebih baik dan kokoh sebagai benteng pertahanan. Setelah beberapa hari berjalan kaki mereka menemukan sebuah bukit batu yang memiliki gua di dalamnya.
Hutan lebat mengelilinginya. Hanya ada satu pintu untuk keluar dan masuk. Kelak Ndita Ngedo menjadi narasumber utama Greg. Ia meninggal sekitar tahun 1987.
Itulah gua Rambe Manu yang kini masuk dalam wilayah Desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, SBD. Gua ini sudah ditetapkan sebagai situs sejarah.
***
Elisabeth Deta Dengi, jurupelihara situs Gua Rambe Manu masih memiliki pertalian darah dengan saya. Inya Tamo, ibundanya adalah saudara sepupu saya, dari kakek yang sama: Goka Lando. Lisa anak pertama Inya Tamo.
Begitu tahu kami akan ke Gua Rambe Manu, Wily Guna Hari, seorang guru, adik Lisa juga ingin ikut. "Untuk mengenang masa kecil," kata Wily kepada saya.Â
Sebab Gua Rambe Manu bagi Lisa dan Wily sudah mengalir dalam darah. Ayahanda mereka, Daniel Ndara Kaka, adalah jurupelihara situs ini, sebelum pemerintah Kabupaten Sumba Barat (ketika itu) memintanya mencari pengganti.Â
Lisa mau menggantikan tugas ayahandanya dan diangkat sebagai pegawai honorer. Daniel kini sedalam dalam masa persiapan pensiun. Tahun 2023 masa baktinya akan selesai.