Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menyusuri Kota Tua Purworejo dan Kebumen

12 Oktober 2022   21:07 Diperbarui: 12 Oktober 2022   21:09 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung WR Supratman di Purworejo (Sumber:civitasbook.com) 

Gedung itu berada di Jalan Pemuda 140, satu kompleks dengan gereja. Pagar besi setinggi dada mengitarinya. Masuk ke dalamnya kami berada di area yang luasnya seperti lapangan sepak bola. Terdapat tugu setinggi tiga meter. Pada pucuk tugu tertulis "Tentara Pelajar Batalyon 300". Inilah Palagan Sidobunder.

Monumen Palagan Sidobunder (Sumber:facebumen.com) 
Monumen Palagan Sidobunder (Sumber:facebumen.com) 

Menurut catatan sejarah, sepasukan kecil dari Seksi 321 Kompi 320 Batalyon 300 Tentara Pelajar di bawah komando Anggoro bergerak menduduki daerah Sidobunder untuk membantu Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Saat menghadang pergerakan Pasukan KNIL Belanda beberapa orang tertembak dalam kontak senjata. Selain gedung pastori yang kini menjadi gedung serbaguna, sukar menemukan lagi sisa-sisa peninggalan dari tahun 1947.

Saat itu GKJ Kebumen dipimpin oleh Pendeta  Reksodihardjo. Ia merelakan pastorinya menjadi markas darurat Tentara Pelajar. "Putra beliau ikut jadi korban dalam pertempuran tersebut," kata Sumardi.

Sekolah Guru Injil

Dari Kebumen kami menuju Desa Wotbuwono sekitar 6 km selatan Kebumen. Sawah dan ladang sepanjang jalan yang kami lewati kerontang oleh kemarau. Tiba di GKJ Karangglonggong kami disambut Prima Adicahyo, pemimpin jemaat di sini. Gereja Karangglonggong sedang direnovasi total. Dibongkar seluruhnya. Padahal gereja ini adalah Gereja Kristen Jawa pertama yang berdiri di Kebumen pada 1911. Sayang bangunannya dibongkar begitu saja, meskipun menurut aturan pemerintah telah termasuk bangunan cagar budaya.

Tetapi walaupun memakai nama GKJ Karangglonggong, gereja ini berdiri di Desa Wotbuwono bukan di Desa Karangglonggong. Di sini terdapat pula Sekolah Guru Injil yang disebut "sekolah ongko loro" kala itu. Bangunannya masih tegak berdiri dan untuk sementara difungsikan sebagai gereja. Dari sekolah inilah lahir banyak Guru Injil yang mengajar ke desa-desa.

"Jemaat di sini secara gampang bisa dikelompokkan dalam dua basis. Yang pertama adalah hasil penginjilan Kyai Sadrach dan murid-muridnya dan kelompok kedua hasil sekolah zending," kata Sumardi.

Watak kedua kelompok ini pun bertolak belakang. Jemaat hasil penginjilan Sadrach lebih mementingkan harmoni dan tidak terlalu "peduli" pada isi Alkitab. Sebaliknya, kelompok sekolah zending senang berdebat dan membicarakan Alkitab.

"Bibit-bibit itu sampai sekarang masih terasa di dalam jemaat," kata Sumardi.

Kembali ke Stasiun Kutuarjo kami melewati kawasan Urut Sewu. Ah, daerah ini pernah "menasional" gara-gara sengketa kepemilikan antara para petani Setrojenar dengan TNI.

Tetapi saat masuk Desa Ambal saya teringat Sate Ambal, khas Kebumen.  Sate ayam ini disiram bumbu kacang kedelai,  dicampur kecap manis. Heran, tak ada warung yang menjualnya di sepanjang jalan yang kami lewati. Pikiran saya melantur. Mana ada nabi yang dihormati di kampung halamannya.

Barangkali begitu juga dengan sate ambal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun