Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nafsiah Mboi: "Kondom Itu Barang Bodoh"

2 September 2022   11:37 Diperbarui: 2 September 2022   11:38 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Ibu Nafsiah Mboi (Dokpri) 

Pengidap HIV/AIDS di Papua tergolong tinggi di Indonesia. Apa penyebabnya? 

Prevalensi di Papua 2,5 per 100 ribu penduduk, paling tinggi di Indonesia. Tinggi karena jumlah penduduk mereka sedikit. Misalnya yang terinfeksi seribu orang dengan penduduk hanya 1,5 juta jiwa berarti angkanya besar sekali, sementara di Jawa Barat dengan angka yang sama tetapi jumlah penduduknya 60 juta, jadi kecil sekali.  Waktu kami lakukan kajian, yang tahu tentang HIV/AIDS hanya 16% dan tinggal di perkotaan. Sementara di desa hampir nol, karena minimnya sarana transportasi dan komunikasi serta  sedikitnya tenaga kesehatan.  Belum lagi kebiasaan hidup masyarakat di sana. Mereka  sudah berhubungan seks sejak usia sangat muda. Di sana dianggap normal kalau laki-laki punya banyak pasangan. Jadi kami melancarkan kampanye besar-besaran terutama melalui sekolah, radio, gereja dan sebagainya.

Kabarnya ide bagi-bagi kondom  pernah juga ditolak pendeta-pendeta di Papua?

Mula-mula memang saya mendapatkan tantangan cukup besar (Nafsiah tertawa) terutama dari gereja. Para pemuka gereja kurang suka kalau saya bagi-bagi kondom gratis. Tetapi setelah saya sampaikan bahwa penyebaran HIV di Papua tidak sama dengan di daerah lain, barulah mereka melihat bahaya sangat besar. Mereka berbalik memberi dukungan. Belakangan soal HIV/AIDS  dan Kesehatan Reproduksi menjadi muatan lokal dalam kurikulum di Papua dan Papua Barat. Sementara daerah lain belum berani memasukkannya menjadi kurikulum. 

***

Virus HIV/AIDS di Papua  ditularkan melalui hubungan seksual, sementara di daerah lain kecuali lewat hubungan seks juga lewat narkoba. Di Jawa misalnya, kata Nafsiah,  penyebarannya terkonsentrasi pada yang mereka sebut "populasi kunci"  seperti gay, waria, pekerja seks dan pemakai napza. Sementara di Papua justru menyebar dalam masyarakat umum. "Nah ini sangat memudahkan penyebaran karena orang tidak bisa mendeteksi siapa saja yang sudah tertular," ujar Nafsiah.

Tahun 2013 saat Kementerian Kesehatan  melakukan survai perilaku seks, ternyata hasilnya  cukup stabil. Artinya, kata dia, prevalensinya tidak meningkat kecuali di daerah pegunungan karena terpencil dan sulit dijangkau informasi. "Di daerah gunung ada peningkatan. Tetapi di beberapa daerah mulai menurun  terutama di daerah perkotaan yang mendapatkan banyak informasi," jelas Nafsiah.

Sebagai Menkes Anda menyetujui aborsi, tetapi sebagai seorang Katolik Anda sangat menentang aborsi. Bagaimana menyelaraskan keduanya? 

Sebagai orang Kristen saya tidak akan melakukan aborsi seumur hidup sampai kapanpun dan  dalam kondisi apapun. Namun sebagai seorang dokter dan menteri kesehatan saya berkewajiban menyampaikan informasi terkait PP Kesehatan Reproduksi   itu. Sebagai Menkes, saya katakan bahwa ini ada aturan negara. Kesempatan ini boleh digunakan karena negara menghormati hak asasi wanita. Supaya korban perkosaan misalnya,  tidak dikorbankan dua kali.  Soal dosa atau tidak, itu urusan dia dengan Tuhan.

Penulis bersama Ibu Nafsiah Mboi (Dokpri) 
Penulis bersama Ibu Nafsiah Mboi (Dokpri) 

Apakah PP ini melegalkan aborsi?

Oh tidak. Inilah salah persepsi kita selama ini. Kami bukan melegalkan aborsi, sebab persyaratan yang dilewati (untuk melakukan aborsi) sangat ketat. Dalam Pasal 31 disebutkan tindakan aborsi dapat dilakukan atas dasar kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Namun tindakan aborsi akibat perkosaan ini hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun