Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Membaca Dostoevsky: Apakah Membunuh itu Dosa?

31 Agustus 2022   18:29 Diperbarui: 31 Agustus 2022   18:32 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya membaca tuntas novel "Crimes and Punishment" karya novelis Rusia Fyodor Dostoevsky (1821--1881). Novel ini terbit perdana pada tahun 1866, setebal 314 halaman dengan terjemahan Indonesia yang bagus. 

Saya tercengang, Dostoevsky bisa masuk ke dalam pergulatan paling dalam manusia yang digambarkan melalui tokoh utamanya Rodion Raskolnikov atau Roja. Pertanyaan Roja yang paling menyentak (dan barangkali aktual dengan kondisi kita di Jakarta hari-hari ini) adalah: Apakah membunuh itu dosa?

Jika ia dosa, bagaimana dengan banyak tokoh dalam sejarah, dengan mengambil contoh Napoleon Bonaparte, yang membunuh ribuan orang dengan tujuan tertentu namun dianggap "sesuai dengan hati nurani mereka"? Bagaimana pelaku menilai perbuatannya? Bagaimana khalayak menilai perbuatan mereka?  Roja, mahasiswa psikologi, yang digambarkan terus berkelahi dengan berbagai pertentangan ide di dalam dirinya, harus putus kuliah karena kemiskinan yang melilit akibat perekonomian Rusia yang sedang sengkarut pada abad 19 itu. 

Dalam kondisi lapar dan miskin ia membunuh seorang janda tua yang dinilainya sebagai "lintah darat", menghisap habis darah orang miskin. Sebab barang berharga ditaksirnya murah,  namun mengenakan bunga yang sangat tinggi atasnya saat ditebus. Bagi Roja, si janda tua ini adalah pembunuh yang lebih keji ketimbang seorang maling yang terpaksa membunuh karena lapar.

Sebab akibat perbuatannya membuat banyak orang menderita.

Sesuai nuraninya, Roja merasa tak bersalah saat mengayunkan kapak ke atas kepala si janda dan adiknya yang memergoki dia saat beraksi. Dua pembunuhan yang bikin heboh kota Petersburg. (Bandingkan dengan penembakan di Duren Tiga Jakarta yang bikin ramai Indonesia Raya). 

Namun Roja bimbang usai membunuh. Beragam pertanyaan menyergap batinnya: Apakah membunuh boleh atau tidak boleh? Apakah membunuh adalah dosa atau bukan? Apakah Tuhan mengampuninya atau tidak? Apakah Tuhan telah memberinya keadilan atau tidak? 

Semua pertanyaan yang bergolak dalam kepalanya itu terus menghantui semenjak peristiwa terjadi,  hingga pada suatu hari ia tak tahan lagi untuk tidak berterus-terang. Semua ide itu terus-menerus bertarung dalam dirinya. Dan Dostoevsky menggambarkannya  secara apik dalam dialog-dialog dengan tokoh yang lain di dalam novel.

Salah satu dialog yang menarik bagi saya adalah ketika Roja bertemu Sonia, perempuan muda yang menjadi pelacur untuk menghidupi ayah, ibu dan kedua adik tirinya.

Secara bebas saya mengutip inti percakapan mereka seperti ini: "Apakah menjadi pelacur adalah dosa dalam kondisi itu? Dan jika Tuhan ada (seperti sering digambarkan dalam agama-agama), di mana IA saat kita menderita kelaparan dan tak berdaya seperti ini?"

Roja menyuruh Sonia mengambil Alkitab dan minta dibacakan perikop ketika Yesus membangkitkan Lazarus seperti ditulis dalam Injil Yohanes. Maria dan Marta digambarkan dalam keadaan sedih dan putus asa, sebab saudara mereka sudah meninggal. Rasa putus asa namun juga kepasrahan dan harapan ditunjukkan Maria:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun