Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bekas Gereja Portugis di Jayakarta

10 Agustus 2022   10:17 Diperbarui: 10 Agustus 2022   10:33 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orgel Pipa

Pada balkon terdapat alat musik tiup orgel dengan deretan pipa-pipa seruling yang indah. Untuk memainkan alat ini dahulu diperlukan seorang tenaga pemutar selain seorang organis. Udara dihasilkan dari  "tabung" yang mirip peti mati yang ditumpuk tiga yang mengembang dan mengempis seiring orgen dibunyikan. Sekarang  pemutarnya adalah sebuah dinamo yang diputar tenaga listrik.

"Bunyinya lebih nyaring dan jernih dari orgel elektrik, tetapi agak tulalit. Kalau orgel listrik kan begitu kita tekan tuts-nya langsung bunyi. Ini butuh dua-tiga detik sebelum bunyi," jelas Arlends yang ditemani Elisabeth Makaminan dalam ibadat minggu itu. Orgel pipa ini barang langka. Hanya ada tiga di Jakarta: GPIB Immanuel Gambir, GPIB Paulus Menteng dan Katedral Jakarta.

Orgel Pipa (foto: Lex) 
Orgel Pipa (foto: Lex) 

Orgel ini sumbangan Johanna Mauritania Mohr, putri pendeta John Maurits Mohr yang menjadi pendeta di gereja ini pada 1738. Mohr juga dikenal sebagai ahli maritim, seorang astronom dan pengamat gunung api.

Beberapa kursi berukiran bagus,  dan bangku dari kayu hitam atau eboni masih dipakai sampai kini.

Pindah ke halaman gereja! Pada jalan masuk, di kanan-kiri pintu utama terdapat beberapa makam. Antara lain makam Hendrick Zwaardecroon Gubernur Jenderal (1718-1725) dan makam Frederick Riebalt, bekas budak yang kemudian hari berhasil menjadi saudagar dan tuan tanah. Juga terdapat makam Titis Ragel, yang dijelaskan sebagai seseorang yang berhasil merintis jalan menuju gereja dari permukiman di sebelah utara.

Bertukar Nama

Setelah Indonesia merdeka, Portugeesche Buitenkerk ini bertukar nama menjadi Gereja Portugis. Pemerintahan Belanda mempercayakan pengelolaannya kepada Gereja-gereja Protestan di Indonesia (GPI). Wilayah pelayanan GPI di bagian barat Indonesia diemban oleh Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB). Maka, pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957 Gereja Portugis ini berganti nama sebagai GPIB Jemaat Sion, mengambil nama sebuah bukit di daerah Palestina, yang merupakan lambang keselamatan bagi bangsa Israel.

Anggota jemaat GPIB Sion sedang beribadah (Foto:Lex) 
Anggota jemaat GPIB Sion sedang beribadah (Foto:Lex) 

Menurut Tasum, gereja ini merupakan gedung tertua di Jakarta yang masih dipakai untuk tujuan semula seperti saat awal didirikan. Gereja ini masih memiliki sebagian besar perabot yang sama, meskipun pernah dipugar dua kali yakni pada 1920 dan 1978. Bangunan gereja dilindungi oleh pemerintah lewat SK Gubernur DKI Jakarta nomer CB/11/1/12/1972.

Di sisi utara gereja ini terdapat menara. Di sana tergantung  sebuah lonceng bikinan 1675. Pada badannya tertera tulisan God Allein de Eere, Kemulian hanya bagi Allah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun