Dari keluarga yang sangat miskin dan berpendidikan rendah ia menerobos ke puncak eksekutif pemerintahan. Kemiskinan tidak menjadi alasan untuk menyerah, meskipun akhir kariernya gelap. Ia diputus bersalah pada Februari 2020 dan dipenjara 15 tahun. Ia terbukti menerima suap dari  beberapa pihak.
***
 Lee Myung-bak menjadi presiden Korea Selatan (Korsel) ke-10 pada periode 2008-2013. Ia lahir pada 19 Desember 1941 di Osaka, Jepang sebagai  anak kelima dari tujuh bersaudara. Mereka sekeluarga berimigrasi ke sana  pada 1929 saat Jepang menganeksasi Korea. Ayahnya Lee Chung-u menjadi buruh tani di sebuah peternakan sapi. Ibunya Chae Taewon, seorang ibu rumah tangga biasa. Usai Perang Dunia II pada 1945 mereka kembali ke Pohang, Korsel, tanah kelahiran ayahnya.
Waktu itu  perekonomian negara sedang morat-marit. Kelaparan terjadi di mana-mana.
 "Ayah menganggur. Kami hidup berpindah-pindah. Suatu kali  kami tinggal di sebuah kuil bekas biara di kaki gunung. Tak ada air bersih. Tidak ada jamban. Padahal ada 15 keluarga yang hidup di tenda-tenda," kenang Lee.
Setiap hari terjadi perkelahian di antara penghuni. Ada-ada saja persoalannya. Anak-anak yang menangis kelaparan. Rintihan orang yang sakit. Bisa makan sekali saja dalam sehari, adalah mukjizat.
Ayahnya bekerja serabutan. Kakak-kakaknya juga. Sukar sekali mendapatkan uang. Tetapi ayah dan ibu mereka sangat keras. Mereka dilarang mengemis!
 "Negara sedang krisis. Semua miskin. Tetapi yang membedakan kami dengan keluarga yang lain adalah kami dilarang minta-minta. Kami tidak memakai kemiskinan sebagai alasan untuk minta sedekah. Sebaliknya kemiskinan telah membuat tekad kami kuat untuk keluar dari sana. Kami tidak akan membiarkan kemiskinan mencekik kami," kata Lee dalam autobigrafinya, The Uncharted Path yang terbit pada tahun 2005.
Saat kelas lima SD, Lee menjual korek api bikinan sendiri. Ia membuat batangan kayu kecil yang ujungnya dicelupkan ke dalam belerang. Lain kesempatan ia membuat Kimbap (nasi yang dibungkus dalam rumput laut) dan menjualnya kepada tentara di dekat barak militer. Tetapi suatu kali ia ditangkap polisi militer. Sejak itu Lee tobat berjualan di sana.
***
Untuk makan sehari-hari mereka membeli less, ampas gandum yang sudah diambil sarinya untuk bahan arak. Lee kebagian tugas membeli less. Â Mereka makan ampas ini dua kali sehari.
Sebab masih mengandung sedikit alkohol, Lee kerap dianggap mabuk oleh beberapa gurunya di sekolah. Mulutnya bau alkohol. Pipi dan hidungnya merah. Jalannya sempoyongan.
"Pengalaman ini sangat membekas dalam benak saya," tulis Lee.
Ada pengalaman lain soal makan siang di sekolah. Rata-rata temannya membawa bekal dari rumah. Tetapi Lee berlari keluar kelas menuju pompa air. Ia minum sebanyak-banyaknya sampai perutnya kembung.
"Saya jadi tahu berapa banyak pun kita minum, air tidak pernah membuat kenyang," kata Lee tersenyum kecut.
 Saat  bayar SPP, Lee disuruh pulang oleh gurunya dengan harapan saat  kembali akan membawa uang sekolah. Tetapi ia tidak pulang ke rumah. Ia berjalan keliling dan naik ke bukit di belakang sekolahnya. Ia tinggal di sana selama beberapa waktu, lalu kembali dan menyampaikan kepada gurunya bahwa ayahnya belum punya uang. Ia minta dispensasi.
"Saya tahu persis kalau kembali ke rumah tak ada uang yang saya bawa pulang," ujarnya. Di sekolah, Lee satu-satunya yang setiap hari memakai seragam sekolah. Sebab hanya itu pakaian yang ia punyai.
***
Masuk SMP Lee mesti berjalan kaki 4 jam setiap hari. Karena lelah dan malnutrisi, di kelas 8 ia sakit keras selama 3 bulan. Tidak ada biaya ke rumah sakit. Ia hampir meninggal.
"Kalau saya sembuh, ini karena mukjizat. Di sini peran ibu saya sangat kuat. Ia menyuapi saya setiap hari dan berdoa untuk saya," kata Lee tentang ibundanya.
Ibunda Lee penganut Kristen yang saleh. Ia anggota jemaat sebuah Gereja Presbyterian Korea. Sementara ayahnya penganut ajaran Konfusianisme. Â Belakangan mereka semua menjadi anggota gereja tersebut.
Biasanya mereka dibangunkan pukul 04.00 pagi untuk berdoa. Mereka duduk melingkar. Sang ibu memimpin doa. Â Mula-mula ia berdoa untuk kesejahteraan negara. Lalu berdoa untuk tetangga dan keluarga mereka yang sakit. Berikutnya doa untuk anak-anaknya, mulai dari yang paling besar hingga yang terkecil. Â Tetapi sepanjang doanya, kata Lee, ia tidak pernah mendengar ibunya berdoa untuk dirinya sendiri.
Juga tidak untuk kehidupan mereka yang miskin dan keras.
"Kalau bukan karena teguhnya iman ibuku, aku yakin keluarga kami akan menyerah pada kemiskinan dan kesulitan yang ada," kata Lee.
Sang ibu, kata Lee, terus menyemangati mereka untuk bekerja keras. Â "Beliau selalu bilang kemiskinan mereka pasti berakhir. Selalu ada harapan asal kita terus berusaha," Lee meniru kata-kata ibunya.
 Dalam kehidupan yang serba sukar itu, justru sang ibu mengajarkan berbagi.
"Ibu saya sering menghibur saya dengan mengatakan, 'Bak, kamu tidak perlu pergi ke perguruan tinggi atau mendapatkan gelar untuk menjadi sukses dalam hidup. Kamu dapat menjadi orang kaya dan membantu orang lain dengan bekerja keras. Ayo, kita akan bekerja bersama-sama'!," kata dia. Â
***
Setelah lulus SMA, Lee melanjutkan pendidikannya ke Universitas Korea karena prestasinya yang bagus. Untuk membiayai kuliahnya, Lee bekerja sebagai tukang sapu jalan dan mengangkat sampah.
"Salah satu pekerjaan yang paling sulit dan paling melelahkan yang saya lakukan dalam hidup," ujarnya soal ini.
Saat kuliah pula ia aktif di kemahasiswaan dan mulai mengenal dunia politik. Lee terpilih menjadi anggota dewan mahasiswa. Â Ia rajin mengkritik pemerintah dengan berdemo di jalan-jalan. Gara-gara ini ia pernah dihukum percobaan pada 1964.
Karena aksinya itu pula, Lee hampir tidak bisa bergabung jadi pegawai Hyundai Group. Pihak Hyundai khawatir kena tindakan pemerintah kalau mereka menerima Lee bekerja di sana. Akhirnya Lee membuat surat ke kantor kepresidenan.Dengan nada memelas ia memohon agar pemerintah tidak menghancurkan masa depannya. Sekretaris presiden tersentuh. Hyundai diminta menerima Lee.
Di perusahaan ini ia dijuluki "buldozer", karena selalu bisa membereskan semua masalah, sesulit apapun. Tetapi ia  diberi nama demikian, juga karena ia berhasil mempreteli habis sebuah buldozer, untuk mempelajari cara kerja mesin itu. Hyundai, di kemudian hari, berhasil memproduksi buldozer.
Kemampuan Lee menarik perhatian pendiri Hyundai, Chung Ju-yung. Ia langsung bisa menduduki posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru bekerja selama 10 tahun. Divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi mesin uang Hyundai karena Korsel tengah mengalami booming ekonomi karena pembangunan fisik sangat marak.
Setelah 30 tahun di Hyundai, Lee masuk politik dengan menjadi anggota dewan pada tahun 1992. Pada tahun 2002 ia terpilih menjadi Walikota Seoul. Pada pemilu 2008 ia berhasil jadi orang nomor satu di Korsel.
***
Semangat berbagi Lee  ditunjukkan dengan menyumbangkan 80 persen dari total kekayaannya senilai 26 juta dollar  atau Rp 267 milyar untuk beasiswa pendidikan. Ia tak ingin masa mudanya dialami oleh anak-anak Korea. Bahkan sebagian gajinya disumbangkan untuk mengembangkan pengusaha kecil-menengah.
 Pengalaman masa kecil hingga menjadi mahasiswa, membuatnya tidak berkompromi. Ia pernah memerintahkan polisi menangkap kakak kandungnya sendiri, Lee Sang Deuk, yang ditengarai menerima suap dari sebuah bank yang sedang bermasalah.
Pada Pilpres 2012 ia tidak mencalonkan diri. Partainya mencalonkan Park Geun-hye yang akhirnya memenangkan pemilu Korsel dan menjadi presiden perempuan pertama negara ini.
Lee Myun-bak bukan presiden lagi. Tetapi ia telah dikenang dalam sejarah Korsel sebagai presiden dari keluarga yang sangat miskin. Kemiskinan dan keterpurukan tak  sanggup menahan Lee untuk meraih prestasi setinggi-tingginya. Ia berkeras bangkit dari keterpurukan dan kegagalan yang pernah ia alami.
"Ketika ibu melahirkan saya, dia bermimpi bulan jatuh dalam pangkuannya. Begitu terang cahaya bulan itu sampai ia menyinari seluruh desa.  Ibu meyakinkan ayah  agar saya diberi nama Myung (terang)  Bak (jauh), yang berarti terang  bulan yang bersinar sampai jauh." (Lex)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H