Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Basoeki Probowinoto: Pelintas Batas dari Salatiga

8 Agustus 2022   20:31 Diperbarui: 8 Agustus 2022   20:47 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Probowinoto bersama istri, Marsidah Suronegoro (Dokpri)

Sejak tahun 2021 sebuah tim dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga sedang mengusahakan dengan serius pengusulan Pendeta  Basoeki Probowinoto sebagai pahlawan nasional  atas jasa-jasanya terhadap republik ini. Telaah ilmiah dan studi-studi tentang peran beliau sudah dilakukan.

"Hasil kajian berupa naskah akademik sedang dalam proses penyelesaian. Serangkaian review atas hasil kajian sedang dilakukan. Selama proses kajian ini didukung konsultan sejarah, salah satunya yakni Prof. Peter Carey," tutur Esthi saat acara audiensi dengan Walikota Salatiga seperti saya kutip dari laman www.harianmerapi.com, Oktober 2021.

Tahun 2013 saya pernah ke Salatiga bertemu anak-anak dan kolega Probowinoto. Saya menulis sebuah catatan yang menjadi bagian dalam kompilasi tulisan ke dalam buku "Ikrar dan Ikhtiar Dalam Hidup Pendeta Basoeki Probowinoto (BPK Gunung Mulia, 1987) yang diterbitkan ulang pada 2014 lalu.

***

Makam itu dilapisi andesit hitam, sejenis cadas yang ditatah empat persegi, disusun laiknya batu-bata. Ia terletak pada gundukan paling atas, di bawah naungan pohon-pohon Kamboja, makam itu tampak istimewa.

 "Pak Probowinoto dikebumikan di sini," Supardan Ranutinojo (73) menunjuk area seluas 6x8 meter.

"Di sebelah beliau istrinya Marsidah Suronegoro. Yang sebelah sini ibunda Pak Probo  Siti Rochajah serta Matheus, ayahnya," jelas Supardan lagi. 

Supardan adalah menantu Probowinoto. Ia menikah dengan putri kedua beliau, Endang Wilandari.  Supardan meninggal dunia pada 27 Maret 2022 lalu. RIP Pak Pardan.

Sebuah prasasti yang ditatah dengan huruf keemasan bertuliskan nama Basoeki Probowinoto disertai  tahun kelahiran dan tahun kematian. Sebaris ayat dari Kitab Roma juga ditatah di sana, berbunyi: "Segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia. Bagi Dialah kemuliaan selama-lamanya" (Rom 11:36).

Makam Pendeta Probowinoto di Cungkup, Salatiga. Dokpri 
Makam Pendeta Probowinoto di Cungkup, Salatiga. Dokpri 

Pemakaman Cungkup itu sedikit lebih tinggi dari Jalan Yos Sudarso di bawahnya. Tak jauh dari situ, sekitar sepelemparan batu jaraknya, adalah kompleks Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.

 "Anak-anak dan cucu yang tinggal di Salatiga  selalu datang menaruh bunga segar di atas makam Bapak-Ibu,"kata Endang Wilandari, putri kedua Probowinoto di tengah kesunyian makam.

Dahulu, Supardan dan Wilandari satu almamater di UKSW Salatiga. Mereka  saling mencintai, dan kemudian menikah. Usai pensiun sebagai  Sekretaris Umum Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di Jakarta, mereka berdua pulang kampung di Kutoarjo, Jawa Tengah.

Perintis Berdirinya UKSW

Probowinoto adalah perintis dan pendiri Persekutuan Perkumpulan-Perkumpulan Sekolah-sekolah Kristen (PPSK) di Jawa Tengah pada 1951. Organisasi ini kemudian berubah nama menjadi  Yayasan Perguruan Kristen (YPK) di Salatiga yang menaungi sekolah-sekolah dari tingkat SD, SMP, SMEP, SMA, SMEA dan SGA.  

Tahun 1955 Probowinoto mendirikan Yayasan PTPG Kristen Indonesia yang kemudian menjadi Yayasan Universitas Kristen Satya Wacana. Yayasan ini  yang mendirikan UKSW.

"Probowinoto melakukan langkah strategis waktu itu. Jepang kalah perang dan akan mengembalikan sekolah-sekolah zending kepada Belanda. Sesuai Kesepakatan Kwitang (Kwitang Accoord), Belanda akan menyerahkan sekolah-sekolah Kristen dan zending kepada gereja dan badan-badan Kristen. 

Pak Probo mendirikan yayasan untuk menunjukkan bahwa badan-badan Kristen siap menerima penyerahan itu," kata Dr. Nico L. Kana, penyusun biografi Probowinoto di atas. Nico adalah sosiolog dan pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial  UKSW.

Dari Kutoarjo, saya bersama Supardan dan istrinya Wilandari berangkat naik mobil ke Salatiga. Sebenarnya hanya sekitar 3 jam dengan berjalan santai. Kutuarjo-Salatiga sekitar 50 km saja jaraknya.

Namun sial tak dapat ditolak. Di Magelang, di pertigaan menuju Terminal Tidar, ketika lampu lalu-lintas akan menyala merah, dua nona yang berboncengan sepeda motor memotong laju mobil kami dari kiri ke kanan. Sementara kami harus mengambil kiri sebelum lurus ke arah terminal. Tabrakan kecil terjadi, persis di depan polisi lalu-lintas.

Sebenarnya nona-nona itu yang salah.Tapi dengan kaki yang pincang tertindih motor, siapa yang tega membiarkan mereka? Jadilah keduanya dibawa ke RS Tidar di tengah kota Magelang. Ah, rupanya berurusan dengan polisi telaj membuat kami berada sepanjang siang di Magelang hingga pukul 21.00 ketika kami tiba di Salatiga.

***

Lima orang perempuan merubung teras sebuah rumah bergenteng coklat di Jalan Jambe Wangi No. 2 Salatiga. Tembok rumah itu dicat putih dengan pintu besi berwarna hijau. Sebatang pohon, entah jambu air atau dari jenis lain, meneduhi terasnya. 

Pot-pot tanaman menyebar di halaman. Dua buah meja dan seperangkat kursi berlapis busa tersedia di teras. Kopi dan teh yang terus datang, serta kudapan yang enak menemani bincang-bincang kami. Kelima perempuan itu tertawa-tawa bila menemukan peristiwa lucu dari masa kanak-kanak mereka.

"Rata-rata sudah kepala enam. Sudah punya cucu semua, ha-ha-ha," Wandarastuti, putri ketiga Probowinoto,  tertawa.

"Mbak Retno ini curang. Kalau Bapak pulang dari bepergian,pasti dia yang serobot tas duluan. Dia ambil yang dia suka baru tas dikembalikan," kata Widayati.

Yang dituju hanya tersenyum. Retnowinarti, yang disapa Mbak Retno tadi,  adalah putri sulung Probowinoto. Retnowinarti  menikah dengan Th. Sumartana, teolog dan pendiri DIAN/Interfidei Yogyakarta. Sementara yang  berkomentar tadi adalah Widayati, putri nomer empat.

 "Tapi Bapak adil. Setiap anak pasti mendapatkan oleh-oleh kalau beliau pulang bepergian," bilang Endah Winastuti, putri kelima.

Probowinoto memiliki delapan orang  putra-putri. Empat orang menetap di Salatiga, satu di Kutoarjo Jawa Tengah, dan tiga lainnya di Jakarta dan Bekasi.

"Yang di Jakarta Dyah Widipinasti, Christophorus Wibisono dan Hastowisoro," kata Endah Winastuti .

Tiba-tiba semua terdiam, menyimak Widayati membacakan surat-surat pribadi Probo untuk mereka, entah saat mereka masih berkuliah di Yogyakarta atau di tempat lain. Probowinoto menulis dalam bahasa Indonesia dan Jawa. Tersirat kedekatan dan rasa kangen. Tetapi ia selalu menyemangati mereka untuk tidak mudah menyerah di bangku studi dan di perantauan.  

Dari rumah di Jambe Wangi itu kami sedikit keluar Salatiga ke Bancaan Timur. Saya ingin melihat Rumah Doa "Bait Allah untuk Segala Bangsa", semacam kapel kecil dengan atap yang nyaris tegak lurus. 

Kata Supardan, atap itu menggambarkan tangan seseorang yang bersidekap menghatur sembah ke Sang Pemilik Kehidupan.

Bait Allah untuk Segala Bangsa di Dusun Bancaan Timur. Dokpri
Bait Allah untuk Segala Bangsa di Dusun Bancaan Timur. Dokpri

Rumah ini sengaja dibangun Probowinoto untuk orang Kristen dari denominasi mana pun yang ingin datang menyepi dan berdoa. Namun, gara-gara rumah doa ini pula, ia dicap telah mendirikan aliran baru dalam gereja Jawa. Banyak yang kurang sepaham dengannya. Mereka menilai ia condong kepada ajaran karismatik. Padahal Probowinoto seorang Calvinis totok.

"Sayang, pemikiran Bapak banyak tidak dipahami oleh teman-teman pendeta dan jemaat. Barangkali Bapak terlalu maju pemikirannya kala itu," kata Endang Wilandari.

Penilaian yang lebih fair datang dari Dr. Flip Litaay, ahli Sosiologi Agama pada  Departemen Pascasarjana Studi Agama-Agama UKSW.

"Pemikiran-pemikiran yang baru akan selalu memancing pro dan kontra. Pak Probo berada pada posisi itu. Ia mengenyam pendidikan tinggi, bergaul dengan beragam orang, paham politik, jadi wajar kalau pemikiran-pemikirannya lebih maju. Pemikiran yang maju kerap tidak berterima dengan baik. Itu yang terjadi dengan Pak Probo," jelasnya.

Flip mengenal Probowinoto saat ia menjadi utusan Gereja Protestan Maluku (GPM) untuk studi lanjut di UKSW.  Belakangan ia mendapat scholarship untuk studi doktor di Belanda.

"Saya justru ketemu pemikiran Probowinoto di salah satu kliping koran di Belanda. Ia mengatakan bahwa orang Belanda jangan pernah memaksa jemaat Kristen di Indonesia menjadi seperti mereka. Menurut   dia, orang Kristen di Indonesia harus tumbuh dari budaya dan kebiasaan Indonesia, bukan cangkokan dari Belanda," kata Flip.

Pemikiran ini,menurut dia, sangat luar biasa majunya pada tahun 1950-an dan  masih relevan dengan situasi kekristenan di Indonesia hari ini.

Flip adalah penulis buku Pemikiran Sosial Johannes Leimena tentang Dwi-kewargaan di Indonesia, salah satu buku rujukan paling lengkap tentang Johannes Leimena. Ia juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Parkindo (Partai Kristen Indonesia) di Maluku dan anggota DPRD Propinsi Maluku kala itu. Seperti diketahui Probowinoto adalah salah satu penggagas dan pendiri Parkindo pada 1945.

Layak Jadi Pahlawan Nasional

Saya bertemu budayawan Salatiga, Slamet Rahardjo di Jambe Wangi siang itu. Ia mengajak saya ke Balaikota untuk melihat kantor Probowinoto saat ia menjadi anggota DPRD Sementara Kota Salatiga.

Menurut Slamet Rahardjo, Probowinoto memenuhi syarat  untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional.

"Coba lihat kepeloporan beliau. Dia terlibat dalam pendirian UKSW, pendirian Parkindo, Ketua DPRS Kota Salatiga, Anggota KNIP, anggota MPRS, turut mendirikan Yakkum. Beliau sangat  memenuhi syarat UU tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan," tegasnya. Menurut Slamet, Probowinoto-lah yang pertama merintis berdirinya SMA di Salatiga pada 1950.

Slamet menyebut secara cepat kepada saya nama-nama 12 orang calon pahlawan nasional dengan latar belakang sipil dan militer dari Salatiga yang sedang diusulkan menjadi pahlawan nasional,  termasuk Probowinoto.

"Jasa beliau sangat besar, penting serta mendasar dalam membangun kota Salatiga, khususnya di bidang pendidikan dan kemanusiaan. Dibandingkan 12 calon yang lain, saya pikir Pak Probo unggul dalam banyak hal," ujarnya.

Slamet Rahardjo adalah alumnus jurusan sejarah UKSW tahun 1961. Ia telah pensiun dari Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Tengah.

Menurut Flip, Probowinoto layak untuk gelar pahlawan nasional.

"Ia seorang pelopor. Ia pendeta yang terjun ke dalam politik. Ia merambah banyak bidang; pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan agama. Ia lintas batas," kata Flip sebelum kami berpisah.


Dari makam di seberang UKSW itu kami memutar sejenak dan parkir di depan gedung Pascasarjana. Beberapa dosen yang mengenal Supardan beruluk salam. Mereka mengira saya putra beliau. Kami hanya tertawa-tawa. Lalu masuk ke dalam lift.

Ruang Kuliah Probowinoto di UKSW Salatiga (foto: Lex)
Ruang Kuliah Probowinoto di UKSW Salatiga (foto: Lex)

Pintu lift menutup dan bergerak naik ke lantai tiga. Begitu bunyi denting terdengar, pintu terbuka. Kami bergegas keluar.  Di depan kami ada aula, semacam auditorium untuk kuliah-kuliah atau pertemuan. Di situ tertulis; Ruang Kuliah Probowinoto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun