Pada tahun 1868, setelah kembali dari Batavia, Sadrach membantu penginjilan yang dilakukan Tunggul Wulung dan Pak Kumen di Bondo, Semarang. Tetapi  mereka pecah kongsi.
Ada beragam tafsir atas pecah kongsi ini. Â Ada yang bilang karena Sadrach kecewa dengan Tunggul Wulung yang poligami. Alasan lain, karena ia tidak menyukai Pak Kumen yang kecanduan ganja, sebuah kebiasaan saat itu. Ada pula yang mengatakan karena Sadrach mendengar secara pribadi panggilan Tuhan kepadanya.
Tetapi akhirnya ia menyingkir ke selatan. Sadrach masuk ke Tuksanga dekat Purworejo dan membantu  penginjilan Steven-Philips. Kemampuan berdebat Sadrach semakin baik. Dalam menginjili ia menggunakan metode debat umum yang sering dipakai guru-guru di Jawa. Guru yang kalah akan menjadi murid yang menang bersama seluruh anggotanya.
Setahun bersama Steven-Philips Sadrach pindah ke Karangjasa, sebuah desa 25 km di selatan Purworejo.
Menurut Soetarman, keputusan Sadrach meninggalkan Tunggul Wulung, Pak Kumen dan Steven Philips  karena semangat untuk mandiri dan merdeka, dua sifat umum yang dimiliki oleh kyai Jawa kala itu.
Karangjasa adalah desa pertama tempat Sadrach mendirikan jemaat Kristen Jawa setempat. Meski demikian ia tetap menganggap Steven-Philips sebagai pelindung formalnya dan  figur yang menjembataninya dengan para penguasa Belanda, termasuk Indishe Kerk dan pekabar-pekabar  Injil dari Belanda. Semua murid Sadrach dibaptis oleh pendeta dari Indische Kerk di Purworejo berkat perantaraan Steven-Philips.
Sebab jemaatnya kian bertambah, pada tahun 1871, Sadrach mendirikan gedung gereja pertama di Karangjasa. Dengan demikian, jemaat tidak perlu lagi mengadakan perjalanan ke Purworejo setiap minggu untuk melakukan kebaktian. Walaupun telah mengalami renovasi, arsitektur awal gedung gereja itu masih bertahan sampai sekarang.  Dan menjadi GKJ Karangjasa. Pada akhir tahun 1873, anggota jemaat yang dipimpin Sadrach  mencapai hampir 2.500. Jumlah besar ini dicapai hanya dalam waktu antara 1870-1873. Â
Tahun 1876 Steven-Philips meninggal. Pusat kekristenan Jawa yang semula berkembang di Tuksanga beralih ke Karangjasa. Hal ini menjadi bukti bahwa Sadrach adalah seorang yang memiliki pengaruh. Â Sadrach memakai nama baru yakni, Radin Abas Sadrach Soerapranata.
Ditangkap
Pesatnya perkembangan jemaat Sadrach membuat Residen Bagelen, W. Ligvoet kebakaran jenggot. Kekhawatiran yang wajar. Sang kyai rada keras kepala terhadap kompeni. Taktik untuk melumpuhkannya dipasang. Yang tidak kentara tentu saja "menyerang" ajarannya.