Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Hijau Sambas

6 Agustus 2022   06:54 Diperbarui: 6 Agustus 2022   07:00 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis menyeberangi Sungai Sajingan di Kecamatan Sajingan Besar, Sambas. (Dokpri)

Pendidikan, hemat WVI, tak bisa dipisahkan dari lingkungan. Sebab itu perlu kerjasama semua pihak untuk menyelamatkan hutan Kalimantan dari kerusakan yang lebih parah.  Upaya membangun kesadaran untuk lebih peduli pada masalah lingkungan harus menyentuh semua elemen masyarakat, termasuk di dalamnya sektor pendidikan dengan melibatkan guru, siswa dan orang tua siswa.

Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup juga kian menipis. Dengan adanya Sekolah Hijau,  diharapkan kecintaan terhadap lingkungan yang berkelanjutan dan kecintaan terhadap budaya setempat, dapat dibangkitkan kembali dan ditanamkan sejak dini. Sasaran yang tepat adalah anak-anak pada bangku sekolah dasar. Sebagai generasi penerus,  kelak merekalah  yang dapat menahan laju pengrusakan lingkungan yang kian masif terjadi di seluruh Kalimantan.

WVI optimis, pendidikan akan lebih baik jika berpijak pada akar potensi dan sumber daya lokal yang ada. Sebab itu, model pendidikan kontekstual perlu dikembangkan dengan melibatkan berbagai unsur pendidikan, pemerintah dan masyarakat. Pendidikan kontekstual akan menguatkan anak-anak dengan konteks di mana mereka hidup. Mereka tidak tercerabut dari akar budayanya, sekaligus akan melahirkan karakter peduli terhadap masalah yang ada dalam kehidupan riil mereka sehari-hari.

Sesungguhnya WVI tidak sekali ini saja menginisiasi pendidikan kontekstual. Pada beberapa daerah seperti di Sumatera, Nias, Jawa, Sulawesi, NTT dan Papua mereka sudah melakukan hal yang sama dan berhasil. Konsep Sekolah Hijau sendiri sudah dibangun di Kabupaten Sanggau, Landak, Singkawang dan Pontianak.

Perlu dipahami dengan benar bahwa konsep "hijau" yang ditawarkan WVI bukan terutama soal penanganan aspek fisik seperti penghijauan di lingkungan sekolah. Namun lebih menukik pada metode belajar dan pembangunan karakter anak. Sekolah Hijau adalah model pendidikan yang mengintegrasikan konteks lingkungan dan karakter ke dalam pembelajaran.

Sekolah Hijau menerapkan tiga elemen utama dalam pembelajarannya, yakni, pertama, elemen metode hijau.  Metode ini akan membekali para guru dalam penguasaan metode PAIKEM  yakni pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan yang berbasis alam dan budaya lokal. Para guru dilatih untuk memiliki kemampuan mengintegrasikan konteks alam dan budaya lokal ke dalam pembelajaran yakni mampu menyajikan pembelajaran secara kreatif di dalam dan luar kelas,  serta mampu membuat media belajar dari bahan-bahan alam dan barang bekas.

Penggunaan metode hijau dalam pembelajaran  memungkinkan anak-anak berinteraksi dengan alam secara terbuka. Dengan demikian anak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan, serta menumbuhkan kepedulian dan kecintaan terhadap alam dan makhluk hidup lainnya.

Kedua, elemen lingkungan hijau.Lingkungan sekolah menjadi laboratorium yang hidup bagi anak-anak untuk merangsang imajinasi dan daya kreatif mereka. Sebab itu menata lingkungan sekolah sebagai lingkungan pembelajaran yang aktif sangat dianjurkan. Lingkungan sekolah perlu ditata agar menjadi tempat konservasi alam dan budaya lokal serta lingkungan sekolah menjadi sarana mengkampanyekan gaya hidup peduli lingkungan.

Pengadaan sarana-prasarana disesuaikan dengan tata ruang hijau yang sudah disepakati. Misalnya, tempat sampah yang memadai, tempat pembuatan kompos dan kebun sekolah menjadi nilai tambah yang positif.

Ketiga, elemen karakter hijau. Penanaman karakter hijau berarti penanaman karakter positif kepada anak yang mengacu pada tiga nilai harmoni yakni: Harmoni diri, harmoni sesama dan harmoni dengan alam. Ketiga harmoni  ini menekankan hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam sekitarnya.

Harmoni diri tercipta ketika anak mengenal siapa penciptanya. Pengenalan terhadap pencipta akan memampukan mereka menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terhadap alam semesta di sekitar mereka berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun