Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pendekar Kesehatan dari Bukit Iriliga (1)

3 Agustus 2022   18:43 Diperbarui: 3 Agustus 2022   19:01 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarah Uaga (kiri) dan Bapak Wamber Gomboh. Dua kader kesehatan dari Iriligi. Sarah menjadi penerjemah saya ketika itu (Dokpri)

Barisan pegunungan yang memanjang dan curam menjadi pembatas kawasan ini, sebab di sebelah gunung itu adalah kabupaten lain yakni Kabupaten Membramo Tengah. Namun di sisi yang berlawanan, setelah melewati landskap pemukiman warga, pandangan bisa leluasa dilepas ke lembah Baliem yang elok di bawahnya. 

Saya membayangkan kawasan Puncak di Bogor Jawa Barat yang setiap akhir pekan penuh oleh atlet paralayang, dengan payung warna-warni memenuhi udara di atasnya. Potensi olahraga sekaligus wisata paralayang  sangat terbuka di gunung-gunung di Jayawijaya.

 Tentu saja Iriliga tak ada dalam peta Indonesia, kecuali peta kabupaten Jayawijaya. Di bawah terik matahari bersama fasilitator Wahana Visi Indonesia (WVI), kader kesehatan Lanni Koroba dan Sara Uaga,  kami berjalan kaki. Sara tengah hamil delapan bulan, tetapi masih kuat naik-turun bukit. Langkahnya kadang terlalu cepat bagi kami.

Tujuan kami menemui Wamber Gombo, tokoh agama di Iriliga. Begitu tiba di Gereja GIDI Jemaat Anugerah Iriliga semua rasa lelah seolah terbayar tuntas. Saya kaget, karena tiba-tiba kami telah berada di ketinggian, dikepung oleh lanskap pegunungan yang indah.

Ladang ipere menghampar jauh, kerap menukik di dasar lembah. Sukar mencari tanah yang datar di sini, kecuali di mana kampung-kampung berada. Dan setiap kampung dipagari oleh kayu-kayu yang ditancap rapi lalu atasnya diberi "payung" rumput-rumput agar tak mudah lapuk terkena hujan dan panas. 

Setiap kampung punya gerbang sebagai jalan masuk-keluar. Setiap gerbang juga "dipayungi" dan selalu ditutup. Beberapa anak kecil berlari-lari membuka gerbang buat kami. Dan dalam sekejap seluruh kampung telah berkumpul.

Bukan hanya kampung yang diberi pagar sebagai batas teritori. Ternyata setiap rumah memiliki pagarnya masing-masing, melingkari seluruh bagian rumah dengan halaman yang luas. Sehingga ketika anak-anak ingin bermain bersama kawan-kawan sekampung, ia akan keluar melewati gerbang rumahnya dan datang ke halaman kampung yang lebih luas. Rumput-rumput di halaman dipangkas rapi.

Saya kagum karena yang seperti ini hanya pernah saya tonton dalam film-film  kolosal tentang raja dan pengeran dari pedalaman Irlandia.Tetapi kali ini kami berada di Iriliga di Papua, masih bagian dari Indonesia. Sebagai orang yang hidup di Jakarta yang jarak antar rumah hanya dipisah oleh tembok, datang ke Iriliga memang bikin iri. Kalau tidak kaya luar biasa, tak mungkin punya rumah berhalaman luas seperti di sini.

Dan bagi saya , honai-honai yang teratur rapi dengan public space di depannya,  dan bangunan gereja pada ujungnya yang lain, hanya dihasilkan oleh peradaban yang maju. Saya yakin semua itu dirancang dengan sengaja. Dari hal ini saja saya menjadi sangsi dengan pandangan sementara orang yang menilai warga Papua terbelakang dan bodoh. 

Sebab tidak mungkin menata lanskap perkampungan yang  menghadap hamparan lembah di bawahnya,  dan gunung yang memagarinya di belakang, jarak antar honai sekian meter, dirancang oleh mereka yang bodoh.

Bagi saya, orang  Papua memiliki kegeniusannya sendiri. Punya local wisdom-nya  sendiri. Punya cara bertahan hidupnya sendiri. Punya ipere yang tidak perlu diganti dengan beras. Punya sayur-sayuran, buah, kopi, tebu, buah merah, dan apa saja yang telah menghidupi mereka secara turun-temurun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun