MPN dirancang untuk tidak sekadar menjadi ruang pameran benda-benda purbakala, namun menjadi tempat untuk pemberdayaan dan rekreasi masyarakat. Sebab itu di sana kerap digelar seminar dan pelatihan-pelatihan. Masyarakat juga boleh datang hanya untuk rekreasi.
"Museum di mana-mana juga tidak membuat orang betah. Paling lama mereka melihatnya selama satu jam. Jadi kami siasati MPN menjadi tempat rekreasi keluarga juga," ujarnya. Hari biasa ditarik bayaran Rp 3.000 per orang, sementara Sabtu-Minggu dan hari libur nasional Rp 4.000.
"Mengapa tarif masuknya murah?" tanya saya. Pastor John menjawab, tarif disesuaikan dengan pendapatan masyarakat. "Saya tidak sampai hati menaikkan tarif sementara harga (getah) karet hanya Rp 4.000 per kilo," ujarnya.
Maka, meskipun pada hari biasa MPN didatangi 1.500 orang dan hari Minggu serta libur nasional 3.000 orang, biaya operasional tidak bisa ditutup dari sana. "Setiap bulan kami tekor puluhan juta, padahal kami harus mengaji pegawai sekitar 33 orang," jelasnya. Pastor John menutup biaya ini dengan meminta bantuan kolega-koleganya.
Kabar terakhir, kini tiket masuknya dinaikkan: Sebesar Rp 2.000 untuk anak-anak dan Rp 5.000 untuk orang dewasa. Â Semoga sedikit bisa menambah pemasukan.
Pantai Para Peselancar
Saya bersama rekan wartawan naik mobil dari Gunungsitoli ke Teluk Dalam, 120 km sebelah selatan. Kami ingin melihat sendiri Pantai Lagundri dan Pantai Sorake yang dalam Lonely Planet dikenal sebagai the surfers' beach. Tetapi selain kedua pantai ini, kami juga ingin melihat kampung Bawomataluo, tujuan wisata yang cukup populer di Nias.
Kami tiba siang di Pantai Sorake. Air sedang surut jauh. Beberapa turis mancanegara tampak beristirahat di pondok-pondok kecil. Sejak dari jalan masuk kami sudah berpapasan dengan turis bule. Ada yang berjalan kaki. Ada juga yang naik motor. "Kebanyakan dari Australia," kata Iwan Waruwu yang menyopiri kami. Kabarnya, ombak di Sorake termasuk yang tinggi di dunia.
Pantai Lagundri berjarak 1 km dari Sorake. Ini sebuah teluk berbentuk oval mirip telor.  Pasir putihnya menghampar  hingga beberapa kilometer. Gelombangnya tak segarang Sorake yang 3-4 meter tingginya. Kami kagum melihat anak-anak Nias yang pandai berselancar. Semoga suatu hari nanti ada atlet selancar dari sana.
Kampung "Bukit Matahari"