Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merauke Setelah 13 Tahun

26 Juli 2022   10:16 Diperbarui: 26 Juli 2022   10:31 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu berada di Merauke  pada akhir Mei hingga awal Juni 2019, kalau tidak ada wawancara saya memilih hanya keluar rumah untuk misa dan makan. Selain cuaca yang tidak mendukung---sebentar terik lalu tiba-tiba turun hujan---ada beberapa tugas penulisan yang harus selesai sebelum bulan Oktober. Kalau sudah ditimpa deadline begini, baru terasa waktu sangat berharga!

Kalau bosan menulis, saya keluar memacu MegaPro yang dipinjamkan Paulus Budi Wibowo, Acting Manager AP Maro. Mas Bowo, demikian lelaki kelahiran Yogyakarta itu disapa. Ia tinggal di Merauke sejak 1999 sampai sekarang. Lalu menikah dengan sesama staf  Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI),  punya anak, dan kini telah 20 tahun di sana. Mereka sudah jadi orang Merauke.

=000=

Hanya ada satu jalan besar di Meroke yakni Jalan Mandala. Dari ujung ke ujung. Dari Universitas Musamus hingga Gudang Arang. Kadang dari Kelapa Lima saya berputar ke arah RS Bunda Pengharapan milik para biarawati PRR. Sudah di luar Merauke. Pergi-pulang.

"Mas boleh pake, tapi jangan keluar malam ke daerah ini...," Mas Bowo berpesan. Ia menyebut beberapa daerah yang rawan bila malam.

Tetapi suatu kali, habis ngobrol dengan Nato Beko (cek di youtube,lawak-lawak khas Meroke "Epen kah Cupen toh"---Nato salah satu pemainnya), menjelang pukul 22.00 malam. Waktu datang, Nato numpang naik motor temannya. Jadi saya mesti antar dia ke pinggir kota. Ada lokasi perumahan di sana. Tempat dia tinggal. Cukup jauh. Sekitar 20 menit.

Sudah pinggir beneran itu. Makhlum Meroke kecil saja. Hanya sedikit lebih besar dari Weetebula di Sumba Barat Daya, NTT. Pulang dari sana saya lewati banyak penjual buah di pinggir jalan. Bercakap-cakap dalam dialek Meroke. Tapi lidah mereka kentara Jawa-nya.

Saya ketemu Nato secara tidak sengaja, di Gereja Paroki Santo Yusup Bambu Pamali. Tak jauh dari Gang Sahabat di mana saya tinggal. Mas Bowo menunjuk gereja ini waktu saya bertanya, mana Gereja Katolik paling dekat.

Pagi-pagi benar hari Minggu akhir Mei itu, saya ke sana. Untuk misa. Ternyata tak sampai lima menit naik motor. Tahu begitu saya jalan kaki saja.

Saya pikir jadwal misa pertama di Meroke sama dengan jadwal misa pertama di Paroki Gembala Baik Waena, Jayapura. Yakni pukul 07.30 pagi. Sebab akhir April hingga minggu kedua Mei 2019, selama hampir tiga minggu, saya berada di RS Dian Harapan. Dalam rangka wawancara dan "bongkar" arsip-arsip di kantor keuskupan, di Dok II  Jayapura.

Ternyata jadwal misa di Meroke sejam lebih maju. Rupanya beda keuskupan beda jam misa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun