Mohon tunggu...
Alexei Wahyudiputra
Alexei Wahyudiputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa

Senang memikirkan dan membahas isu-isu terkait Cinema dan Cultural Studies

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gempita Disko Indonesia Kontemporer: Potensi bagi Disko Tanah?

26 Mei 2022   12:36 Diperbarui: 26 Mei 2022   12:46 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modern kini, lanskap permusikan Indonesia diwarnai oleh "bumbu baru" yang sejatinya merupakan elemen lama dalam lanskap permusikan Indonesia secara historis. Katakanlah munculnya bumbu baru ini sebagai suatu proses revival dan renewal atau pembaharuan, bukanlah kelahiran sesuatu yang wahid. Bumbu baru ini adalah genre musik Disko Indonesia. Lebih spesifiknya, popularitas Diskoria beserta Suara Disko sebagai "rumah" artistik mereka berhasil membuat genre musik yang awalnya terformasi secara spesifik untuk didengar pada ruang discotheque tertentu, menjadi lebih umum nan nasional berkat substansi liris dan estetika mereka yang mudah untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari.

Perlu kita akui sejenak bahwa musik disko secara genealogis tidaklah lahir secara absolut di tanah Indonesia yang menjadi batasan ruang obrolan singkat ini. Genre musik distingtif ini lahir dalam konteks Perang Dunia II, tepatnya di Prancis. Musik disko adalah jenis musik yang dimainkan oleh warga Prancis dalam senyap-senyap otoriter Nazi (Hilton 2012). Musik ini diputar dalam suatu ruang bernama discotheque (ruang berisi ragam piringan hitam untuk menemani alunan dansa), maka dari itu terkonsepsikan kata "diskotik" dan "disko" di Indonesia.

Disko benar-benar mencapai puncak eksistensinya ketika ia berhasil mempenetrasi kebudayaan Amerika Serikat pada periode 1960 -- 1970an. Dalam ruang kultural yang baru ini, disko mengukuhkan identitasnya sebagai genre musik yang mengisyaratkan kebebasan dan perlawanan. Utamanya, dalam konteks Amerika Serikat, kebebasan dan perlawanan diarahkan kepada aspek-aspek mengungkung seperti wajib militer sebagai urgensi melawan Vietnam, heteronormativitas, dan isu struktural lainnya. Puncak kesadaran Jungian merupakan salah satu titik kenikmatan yang musik disko berusaha tawarkan.

Dengan meledaknya musik disko di segala penjuru Amerika Serikat, dan dengan mulai kuatnya hegemoni kultural Amerika Serikat terhadap Indonesia pada era tersebut, maka disko pun turut serta masuk menjadi budaya absah Indonesia. Meskipun, saat kemunculannya musik disko memiliki jarak dengan praktik-praktik budaya lainnya yang dikonotasikan sebagai praktik yang lebih "asli Indonesia".

Disko Indonesia awalnya memiliki karakteristik yang sama sebagaimana disko Amerika tawarkan, yaitu meliputi kebebasan dan perlawanan sensual yang penuh gairah. Disko Indonesia adalah aunan musik yang menemani praktik ajojing, mabuk, hingga konsumsi narkotika. Selepas popularitas disko semakin menurun dan bahkan ditentang di Amerika Serikat, turut menurun pula popularitas disko di Indonesia. Genre musik ini bertransformasi dan terakulturasikan ke dalam genre lain, seperti genre disko dangdut misalnya. Disko memanglah budaya yang membebaskan, namun bagi pikiran yang agaknya konservatif, disko merupakan salah satu budaya yang kotor.

Dengan semakin berkembangnya dinamika kebudayaan dunia yang posmodernis ini, berkembang pula eksistensi disko di Indonesia. Terlepas dari meleburnya musik disko dengan genre lain, terdapat sebuah bentuk kebudayaan disko segar yang hadir melalui grup musik Diskoria. Grup musik yang beranggotakan Merdi dan Fadli ini secara eksplisit menyampaikan visi mereka untuk menghidupkan kembali disko Indonesia dan melawan hegemoni musik "Barat" dalam era kontemporer ini.

Diskoria menggunakan strategi intertekstualisme untuk memicu afeksi nostalgia bagi para pendengarnya. Impresifnya, Diskoria berhasil membawa genre musik disko ke dalam ruang yang umum tanpa sekat-sekat normatif discotheque. Musik-musik disko dari Diskoria lazim untuk dikonsumsi dalam konteks aktivitas sehari-hari, seperti ketika belajar, membersihkan rumah, menikmati waktu santai, hingga malam hari ketika hendak beristirahat. Dan, Diskoria berhasil membawa musik disko sebagai salah satu penanda utama kebudayaan Indonesia yang modern, sebagaimana keterlibatan mereka dalam Pekan Kebudayaan Nasional 2021 tunjukkan. Disko dari Diskoria telah menjadi budaya dominan, tak lagi senyap dan menantang status quo layaknya disko zaman dahulu.

Dengan premis-premis modernisasi serta nasionalisasi disko Indonesia, maka evolusi disko secara umum dapat kita harapkan untuk terjadi kepada "Disko Tanah". Sebuah frasa asing mungkin bagi kita, sebagaimana asingnya frasa tersebut bagi penulis dalam memahami kerangka kebudayaan Indonesia secara luas.

Disko Tanah merupakan sebuah jenis musik yang banyak pihak klaim sebagai suatu bentuk kebudayaan khas daerah Sulawesi Utara. Suatu catatan pribadi Rus Yono (2011) di Kompasiana pada 2011 silam mengarah pada konsepsi ini. Jenis musik ini menggantikan peran Musik Bambu sebagai pengiring acara-acara penuh festivitas seperti pernikahan, khitanan, syukuran, dan lain-lain (Solang, Kerebungu, dan Santie 2021). Disko Tanah merupakan jenis musik upbeat dengan aransemen estetis khas budaya Sulawesi Utara, sebagaimana Akbar (2021) artikulasikan bahwa musik Disko Tanah dapat disimpulkan sebagai bentuk elektronisasi beat musik bambu.

Munculnya musik Disko Tanah berbarengan dengan maraknya pertentangan dari Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada era awal pasca-kemerdekaan. Modern kini, sebuah lagu bertajuk Ampun Bang Jago yang sering kita dengar dalam banyak platform merupakan salah satu manifestasi dari musik Disko Tanah. Tidak perlu menjelaskan lebih dalam lagi seperti apa musikalitas disko tanah apabila kita sudah awam dengan lagu tersebut. Apabila pembaca belum awam, penulis mengakui bahwa penulis tak dapat menjelaskan secara tertulis sensasi afektual mendengarkan lagu tersebut.

Disko Tanah secara ritmik lebih kencang ketimbang Diskoria, dan oleh sebab itu norma mendengarkan Disko Tanah pun berbeda dengan Diskoria yang sudah mencapai dimensi-dimensi aktivitas leisure di rumah. Disko Tanah tetap terikat eksistensinya dengan momen festivitas suatu acara. Krisanti (2022) memang sudah menyampaikan bagaimana Disko Tanah sudah berusaha keluar dari sekat-sekat ini melalui platform media kekinian, dan itikad ini cenderung menemui keberhasilan. Namun, yang menjadi permasalahan bukanlah keterikatan ini, melainkan signifikansi dari Disko Tanah ini sendiri

Menurut Mandang (2015), Disko Tanah identik dengan kekerasan serta premanisme di daerah Teling, Minahasa. Disko Tanah dianggap sebagai penanda sekaligus pemantik aksi brutalisme dan inhumanisme. Mendengarkan alunan Disko Tanah selalu diikuti oleh kekerasan antar pendengar, konsumsi narkotika serta miras yang eksesif, hingga immoralitas yang mengganggu ketenangan warga setempat. Hal ini turut terjadi pula di daerah Tatengesan (Wahongan dan Mayopu 2021). Disko Tanah menjadi praktik kebudayaan Sulawesi Utara yang memiliki konotasi negatif. Penting bagi kita untuk mengakui bahwa aspek negatif praktik ini tetap kita kategorikan sebagai "budaya". Tak selamanya budaya itu adiluhung dan benar secara absolut.

Resepsi negatif terhadap Disko Tanah pun menjadi hal yang sangat disayangkan untuk terjadi. Disko Tanah memiliki potensi sebagai "jembatan modern" bagi budaya-budaya lokal Sulawesi Utara lainnya untuk tersampaikan secara nasional, mengingat kegempitaan musik disko Indonesia modern kini. Dua proviso setidaknya dapat dicurahkan terkait strategi mengubah resepsi Disko Tanah, yaitu rekonsiderasi momentum penggunaan Disko Tanah yang menjadi stimulan immoralisme dan pengintensifan konvergensi budaya-budaya lokal Sulawesi Utara lainnya ke dalam lanskap Disko Tanah.

Rekonsiderasi momentum penggunaan Disko Tanah penting dilakukan guna menghapuskan elemen kekerasan sebagai petanda dari Disko Tanah. Layaknya Diskoria, Disko Tanah perlu untuk menembus dimensi aktivitas leisure agar dapat menjadi konsumsi nasional yang menawarkan afeksi positif. Representasi positif perlu digiatkan oleh para musisi-musisi Disko Tanah Sulawesi Utara demi tercapainya potensi yang memuncak.

Konvergensi budaya-budaya lokal Sulawesi Utara ke dalam genre Disko Tanah juga penting dilakukan guna menghindari jatuhnya genre ini ke dalam aliran musik yang mengambang tidak jelas. Percampuran instrumental dengan---misalnya---kolintang, salude, yori, dll dapat dilakukan agar semakin memperkuat Disko Tanah sebagai penanda sahih budaya bermusik Sulawesi Utara. Percampuran substansial juga dapat dilakukan dengan memasukkan pesan-pesan yang menunjukan spirit kebudayaan Sulawesi Utara ke dalam lirik-lirik lagu Disko Tanah. Penggunaan bahasa khas nan vernakular pada lirik-lirik lagu Disko Tanah juga tentunya dapat memperkental kekhasan Sulawesi Utara dalam aliran musik ini.

Sebagaimana evolusi disko secara umum dan Diskoria bawakan secara khusus tunjukkan, potensi musik disko sangatlah luas untuk terbuka. Premis ini dapat diinjeksikan ke dalam musik Disko Tanah. Perlu adanya perubahan struktural terhadap bagaimana Disko Tanah ini dimainkan dan diperlakukan. Sebagai hasil luaran, apabila tercapai pembenahan musik Disko Tanah ini, maka akan semakin kaya pula khazanah kebudayaan Sulawesi Utara dan sekaligus Indonesia. Akan semakin jelas pula apa yang dimaksud dengan Disko Indonesia. Sebuah distingsi yang tentunya akan menguntungkan para pelaku dan penikmat seni.

Catatan ini hanyalah mengawinkan fenomena kebangkitan disko kontemporer Indonesia dengan eksistensi Disko Tanah tanpa pembahasan yang sangat mendalam terhadap dua isu tersebut, dan penulis menyadarinya. Tambahan, sanggahan, kritik, serta argumentasi lain yang bersifat native sangatlah dibutuhkan untuk memperdalam dan memperluas horison pembahasan topik ini.

Sedikit Referensi:

Akbar, Satria Yanuar. 2021. "Ampa Wayer, Disko Tanah, Dan Kebebasan Berkesenian Di Sulawesi Utara - Koalisi Seni." Koalisi Seni.

Hilton, Denny. 2012. "The Birth of Disco | OUPblog." Oxford University Press.

Krisanti, Florentina. 2022. "Disko Tanah: Semakin Beragam, Semakin Bersaing". Kompasiana.

Mandang, Rendy S. 2015. "Studi Tentang Sistem Komunikasi Di Kalangan Preman Teling Atas Manado." ACTA DIURNA KOMUNIKASI 4 (5).

Solang, Alfri, Ferdinand Kerebungu, and Yoseph D A Santie. 2021. "Dinamika Musik Dalam Kehidupan Masyarakat (Suatu Studi Akan Kebudayaan Musik Bambu Di Desa Lobu Kecamatan Toulouan Kabupaten Minahasa Tenggara)." Indonesian Journal of Social Science and Education 1 (2): 69--75.

Wahongan, Britania Marturia, and Richard G Mayopu. 2021. "Peran Tokoh Masyarakat Dalam Komunikasi Kelompok Untuk Melestarikan Tradisi 20 Mei Di Negeri Tatengesan Raya." PODCAST: Jurnal Ilmu Komunikasi 1 (2): 10--18.

Yono, Rus. 2011. "Disco Tanah - Kompasiana.Com." Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun