Mohon tunggu...
AGANTARI
AGANTARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - KKM 232 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

memberi makna untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wacana Mata Uang Tunggal ASEAN Berkaca dari Keberhasilan Mata Uang Satuan Eropa

10 Maret 2024   20:46 Diperbarui: 10 Maret 2024   20:49 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara-negara yang memiliki mata uang paling tinggi di dunia umumnya merupakan negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Dolar Amerika Serikat menjadi mata uang dominan dalam perdagangan dunia, menjadi acuan yang paling banyak digunakan secara internasional. Selain itu, mata uang Yuan, Dinar, dan Poundsterling juga sering digunakan dalam perdagangan internasional. Euro, yang mulai digunakan pada 1 Januari 1999 secara elektronik dan 1 Januari 2002 secara fisik, telah menjadi penyeimbang dominasi Dolar dalam perdagangan internasional. Menariknya, Euro tidak hanya menjadi mata uang resmi di kawasan Eropa, beberapa negara di luar Eropa juga mengadopsi Euro sebagai mata uang resmi mereka.

Euro memiliki sejarah yang panjang dan kompleks yang dimulai dengan upaya untuk memperkuat integrasi ekonomi di Eropa pasca-Perang Dunia II. Salah satu tonggak penting dalam sejarah Euro adalah pembentukan Komunitas Ekonomi Eropa (EEC) pada tahun 1957, yang bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal di antara negara-negara anggota. Namun, gagasan untuk memiliki mata uang tunggal di Eropa muncul pada tahun 1978 dengan dibentuknya Uni Moneter Eropa (EMU). Pembentukan EMU ini secara khusus bertujuan untuk menciptakan koordinasi ekonomi dan kebijakan fiskal antara negara - negara anggota Uni Eropa. Hal ini dilakukan agar kondisi fiskal negara anggota tetap dalam kondisi baik untuk menghadapi konsep pasar bersama yang dicanangkan UE.

Salah satu tantangan dalam konsep pasar bersama UE adalah perbedaan nilai tukar mata uang, maka dari itu UE pada KTT Bremen 1978 pun membuat European Monetary System (EMS) untuk mengatasi tantangan tersebut. EMS pada prinsipnya bertujuan untuk menciptakan kestabilan moneter di Eropa melalui penerapan Exchange Rate Mechanism (ERM), yaitu suatu batasan tingkat fluktuasi bagi negara anggota. Adanya EMU, EMS dan ERM tersebut membuat realisasi penyatuan ekonomi dan moneter Eropa kemudian menjadi lebih jelas dan terarah.

Tujuan utama dari penciptaan Euro adalah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di wilayah Eropa, memfasilitasi perdagangan lintas batas, dan memperkuat integrasi ekonomi di antara negara-negara anggota Uni Eropa. Proses menuju Euro mencapai puncaknya pada tahun 1992 dengan penandatanganan Traktat Maastricht, yang menetapkan landasan hukum bagi Uni Moneter Eropa (EMU) dan menciptakan Euro sebagai mata uang resmi bagi negara-negara anggota EMU.

Pada tahun 1999, Euro diperkenalkan secara resmi sebagai mata uang non-tunai di pasar keuangan global, dan kemudian, pada tahun 2002, Euro diperkenalkan sebagai mata uang kertas dan koin yang berlaku di sebagian besar negara-negara anggota Uni Eropa. Sejak saat itu, Euro telah menjadi salah satu mata uang terpenting di dunia, digunakan oleh lebih dari 340 juta orang setiap hari.

Dampak dari Euro terhadap ekonomi dan politik Eropa sangatlah besar. Secara ekonomi, Euro telah memfasilitasi perdagangan dan investasi di antara negara-negara anggota Uni Eropa, menghilangkan biaya transaksi yang berkaitan dengan konversi mata uang, dan menciptakan lingkungan yang lebih stabil untuk bisnis. Namun, secara politik, Euro juga telah menjadi sumber konflik dan ketegangan antara negara-negara anggota yang memiliki kepentingan dan kondisi ekonomi yang berbeda.

Euro adalah pencapaian penting dalam integrasi ekonomi Eropa, meskipun tantangan dan ketidakpastian masih ada. Kehadirannya telah memperkuat Uni Eropa sebagai pemain ekonomi global dan menjadi simbol dari aspirasi bersama negara-negara Eropa untuk menciptakan masa depan yang lebih stabil dan sejahtera.

Sama dengan Eropa Negara ASEAN juga mempunyai rencana yaitu sistem uang satuan tunggal ASEAN yang masih dalam proses pembentukan, berbeda dengan Euro yang telah berhasil didirikan. Pada awalnya, ASEAN dibentuk pada tahun 1967 dengan tujuan utama untuk meningkatkan kerja sama politik, ekonomi, dan sosial di antara negara-negara anggotanya. Namun, ide untuk menciptakan mata uang tunggal di ASEAN muncul pada tahun 2003 dengan pendirian ASEAN Economic Community (AEC) yang bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan produksi di wilayah ASEAN.

Hingga saat ini, kondisi sistem uang satuan tunggal ASEAN masih jauh dari tercapai. Meskipun langkah-langkah telah diambil menuju integrasi ekonomi yang lebih dalam, seperti penandatanganan Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN tentang Integrasi Moneter, belum ada kesepakatan konkret tentang penciptaan mata uang tunggal di ASEAN. Negara-negara anggota masih memiliki kepentingan dan kebijakan ekonomi yang berbeda, dan proses integrasi tersebut berjalan lambat.

Integrasi ekonomi yang lebih besar di antara negara-negara anggota ASEAN melalui mata uang tunggal akan membawa sejumlah manfaat yang signifikan. Pertama, akan memungkinkan pergerakan barang, jasa, dan modal yang lebih lancar di wilayah tersebut, memfasilitasi ekspansi bisnis Indonesia ke pasar regional dan menarik investasi asing ke negara ini. Selain itu, dengan eliminasi kebutuhan untuk menukar mata uang, biaya transaksi akan turun, mengurangi risiko fluktuasi mata uang, dan meningkatkan perdagangan di seluruh wilayah ASEAN, memberikan dorongan bagi ekonomi Indonesia yang sangat bergantung pada ekspor.

Namun, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam penerapan mata uang tunggal di ASEAN. Pertama-tama, Indonesia akan kehilangan kemandirian dalam menetapkan kebijakan moneter, karena kebijakan tersebut akan ditetapkan pada tingkat regional. Selain itu, perbedaan tingkat pengembangan ekonomi di antara negara-negara anggota ASEAN dapat menyulitkan menetapkan suku bunga tunggal yang optimal, yang berpotensi menghasilkan ketidakseimbangan ekonomi. Potensi inflasi juga menjadi kekhawatiran, terutama di negara-negara dengan mata uang yang lebih lemah seperti Indonesia.

Selain itu, pindah ke mata uang tunggal akan memerlukan biaya penyesuaian yang signifikan bagi bisnis, pemerintah, dan individu, yang dapat menjadi tantangan bagi negara dengan perekonomian yang lebih lemah seperti Indonesia. Selain itu, diperlukan tingkat koordinasi politik yang tinggi di antara negara-negara anggota ASEAN, yang dapat menjadi tantangan mengingat perbedaan sistem politik dan prioritas di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sementara mata uang tunggal ASEAN memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi yang besar, penerapannya juga memerlukan perencanaan yang hati-hati dan kerja sama yang kuat di antara semua pihak terkait.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun