Mohon tunggu...
Alexandra Citra
Alexandra Citra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IISIP Jakarta

Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita di Balik Badut Ibu Kota

2 Juli 2021   13:22 Diperbarui: 3 Juli 2021   00:12 1809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galih sedang beristirahat untuk menghilangkan lelah. / Dokumen Foto: Citra

Sore itu , seorang remaja 15 tahun itu tengah duduk beristirahat. Sesekali iya menyeka peluh yang mengucur diwajahnya.

Setelah berjalan mengitari daerah Tebet sehabis hujan Kamis (1/7) sore, Galih si remaja berkostum badut seberat 3 Kg ini memutuskan untuk beristirahat sebentar. Dirinya baru saja melakukan pekerjaannya, menghibur siapa saja yang melintas. Bergoyang dari kiri ke kanan, sambil melambaikan tangan.

Dia akan berjalan kembali bila tempat yang ia datangi sepi. Berjalan dari tempat satu ke tempat lain, berhenti di suatu tempat. Mencari siapa saja untuk dihibur.

"Saya berpindah-pindah, tidak menetap. Soalnya kalo menetap kadang gak nentu, kadang rame kadang sepi," ucapnya sambil sesekali menyeka peluh.

Galih adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Kedua orang tuanya adalah seorang pemulung. Sedangkan adik-adiknya selalu dibawa oleh orang tuanya untuk ikut mereka. Galih sudah hampir setahun menjadi badut. Hal ini Galih lakukan karna ia ingin membantu orang tuanya mencari rejeki.

"Saya sudah hampir setahun jadi badut, saya mau bantu orang tua. Daripada di rumah tidak melakukan apa-apa", ujarnya.

Galih sendiri tidak menamatkan sekolahnya, ia mengatakan hanya bisa bersekolah hingga kelas 2 SD saja. Dikarenakan faktor ekonomi yang cukup sulit bagi kelurganya.

Galih menyewa kostum badut ini, harga sewanya Rp 80ribu per hari. Selama masa pandemi ini Galih mendapatkan penghasilnya paling besar sekitar Rp 100ribu per hari.

"Kadang kalau lagi ramai saya bisa dapet 100ribu, tapi kalo lagi sepi kadang cuma dapet 40-50ribu, malah kadang gak dapet sama sekali", tutur galih.

Menjadi badut sebenarnya bukan keinginan Galih. Namun Galih tidak bisa berharap apa-apa, dirinya bahkan tidak memiliki bekal ijazah sekolah untuk mendapatkan perkerjaan yang layak. Sebelum menjadi badut Galih sempat menjadi kuli angkut di Pasar, namun dikarenakan pandemi Galih kehilangan pekerjaanya tersebut.

Di usianya yang 15 tahun ini Galih kadang merasa lelah karna harus bekerja membantu orang tuanya. Galih menginginkan dirinya seperti anak remaja pada umumnya yang masih bisa bermain tanpa harus memikirkan uang.

"Saya saja gak punya HP Kak, saya pengen bisa main-main aja kaya anak-anak lain, tapi nanti kasian bapak ibu yang sudah tua," ungkap Galih. Tanpa mengenal hari libur, Galih setiap harinya melakukan pekerjaan menjadi badut ini. Dirinya akan mengitari daerah Tebet, mencari tempat-tempat ramai yang bisa memberikannya rejeki. Namun peruntungannya akan berubah jika hujan turun.

Galih terpaksa harus berteduh, agar kostum badut sewaannya itu tidak basah. Syukur-syukur kalau hujan hanya turun sebentar, Galih dapat berkeliling kembali. Tapi jika hujan turun deras seharian, maka Galih tidak bisa melanjutkan pekerjaannya.

Galih mengatakan, "Kalau hujan saya biasanya males, karna saya gak bisa keluar buat keliling. Kalau dipaksakan kostumnya basah bakalan tambah berat. Gak kuat saya."

Menjadi badut jalanan gampang-gampang susah. Suka dukanya banyak. Paling menyenangkan, apabila yang yang dihiburnya tertawa. "Terkadang, ada yang menghampiri. Kemudian meminta berfoto, nanti saya dikasih uang. Seikhlasnya," ucapnya.

Pengalaman pahit juga ada. Suatu ketika, Galih sedang asyik melambai-lambaikan tangan. Lalu seorang oknum pengamen menghampiri. Tanpa rasa curiga, Galih membiarkannya mendekat. Ternyata, dia hanya tertarik dengan celengan yang terkalung di leher Galih

"Dia (oknum pengamen), berlagak hendak memberikan uang. Tahu-tahunya malah mengambil uang di dalam celengan, kemudian melarikan diri", tuturnya.

Berbekal pengalaman itu, apabila malam tiba, Galih pun harus ekstra waspada. Salah satunya dengan berpindah-pindah tempat. "Kalau tidak ke tempat yang lalu lintasnya ramai, ya di sebuah tempat yang terang benderang," bebernya.

Lagi-lagi, Galih tampak menyeka peluh yang mengucur di wajahnya. Maklum, di dalam kostum badut, menurutnya sangat panas. "Kostum yang saya kenakan terdiri dari tiga lapisan. Saya hanya mampu bertahan selama satu jam di dalam sini," ungkapnya, kemudian terkekeh.

Galih, seorang anak remaja yang murah senyum, berhati lapang dan anak yang berbakti. Tak ada keluh kesah yang keluar dari mulutnya. Seorang remaja yang dengan ikhlas mengorbankan masa remaja yang harusnya diisi dengan bermain, belajar dan mengenal hal-hal baru demi membantu perekonomian keluarganya.

Walaupun di usianya yang masih sangat muda ini, Galih terlihat bersemangat dan optimis. Menurutnya, rezeki akan menghampiri selama sesorang mau berusaha. "Rezeki gak akan ke mana kak, yang penting usahanya," pesannya. (ctr)

Galih menyewa kostum badut ini, harga sewanya Rp 80ribu per hari. Selama masa pandemi ini Galih mendapatkan penghasilnya paling besar sekitar Rp 100ribu per hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun