Sore itu , seorang remaja 15 tahun itu tengah duduk beristirahat. Sesekali iya menyeka peluh yang mengucur diwajahnya.
Setelah berjalan mengitari daerah Tebet sehabis hujan Kamis (1/7) sore, Galih si remaja berkostum badut seberat 3 Kg ini memutuskan untuk beristirahat sebentar. Dirinya baru saja melakukan pekerjaannya, menghibur siapa saja yang melintas. Bergoyang dari kiri ke kanan, sambil melambaikan tangan.
Dia akan berjalan kembali bila tempat yang ia datangi sepi. Berjalan dari tempat satu ke tempat lain, berhenti di suatu tempat. Mencari siapa saja untuk dihibur.
"Saya berpindah-pindah, tidak menetap. Soalnya kalo menetap kadang gak nentu, kadang rame kadang sepi," ucapnya sambil sesekali menyeka peluh.
Galih adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Kedua orang tuanya adalah seorang pemulung. Sedangkan adik-adiknya selalu dibawa oleh orang tuanya untuk ikut mereka. Galih sudah hampir setahun menjadi badut. Hal ini Galih lakukan karna ia ingin membantu orang tuanya mencari rejeki.
"Saya sudah hampir setahun jadi badut, saya mau bantu orang tua. Daripada di rumah tidak melakukan apa-apa", ujarnya.
Galih sendiri tidak menamatkan sekolahnya, ia mengatakan hanya bisa bersekolah hingga kelas 2 SD saja. Dikarenakan faktor ekonomi yang cukup sulit bagi kelurganya.
Galih menyewa kostum badut ini, harga sewanya Rp 80ribu per hari. Selama masa pandemi ini Galih mendapatkan penghasilnya paling besar sekitar Rp 100ribu per hari.
"Kadang kalau lagi ramai saya bisa dapet 100ribu, tapi kalo lagi sepi kadang cuma dapet 40-50ribu, malah kadang gak dapet sama sekali", tutur galih.
Menjadi badut sebenarnya bukan keinginan Galih. Namun Galih tidak bisa berharap apa-apa, dirinya bahkan tidak memiliki bekal ijazah sekolah untuk mendapatkan perkerjaan yang layak. Sebelum menjadi badut Galih sempat menjadi kuli angkut di Pasar, namun dikarenakan pandemi Galih kehilangan pekerjaanya tersebut.