Mohon tunggu...
Alexander Johan Wahyudi
Alexander Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Kehidupan dalam dunia berselimut dunia

Alexander Johan Wahyudi, kelahiran Cirebon 1989. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia, serta jurnalistik di SMA Trinitas Bandung. Alumni Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pernah menjadi wartawan Surat Kabar Berita Nasional (Bernas) Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Lagi Eranya "Bapak dan Ibu Budi" dalam Belajar Bahasa Indonesia

25 Agustus 2021   13:14 Diperbarui: 26 Agustus 2021   10:05 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak dan Ibu Budi sudah melegenda dalam kegiatan belajar Bahasa Indonesia. Tokoh tersebut kerap muncul saat pembelajaran membaca berlangsung. Metode sederhana ini nyatanya berhasil mengajarkan para siswa belajar membaca. 

Jika Bapak dan Ibu Budi sudah menghiasai pembelajaran Bahasa Indonesia, lalu inovasi baru apa yang dibutuhkan untuk meciptakan generasi tangguh dan legenda baru dalam belajar bahasa Indonesia?

Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan suatu pembelajaran yang bertujuan melatih keterampilan berbahasa bagi peserta didik. Menurut Tarigan, "keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan  menulis." 

Dari keempat keterampilan berbahasa, keterampilan membaca dan menulis saat ini lebih difokuskan. Hal ini sejalan dengan isi pada kurikulum 2013 mata pelajara Bahasa Indonesia yang menitikberatkan pada pembelajaran berbasis teks. Jadi, 80% kegiatan belajar bahasa Indonesia saat ini, yaitu membaca dan menulis dan sisanya menyimak dan berbicara.

Potret pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini memang begitu meresahkan. Banyak siswa lebih tertarik belajar bahasa asing ketimbang Bahasa Indonesia. Logikanya "Buat apa orang Indonesia belajar Bahasa Indonesia?" 

Tentu hal ini menjadi tantangan besar bagi para guru pengampu bidang studi Bahasa Indonesia saat ini. Guru perlu meramu metode ajar yang inovatif agar semangat belajar para siswa tumbuh.

Dalam praktik di lapangan, banyak guru sudah mencoba berbagai metode agar pembelajaran di dalam kelas menarik. Hal ini bisa saya lihat dan temukan ketika hadir dalam pertemuan satu rumpun guru Bahasa Indonesia di satu sekolah atau antarsekolah dalam kota/ antarkota. Pertemuan tersebut dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). 

Dalam diskusi MGMP mayoritas kegiatan adalah sharing soal materi dan metode pembelajaran. Hal yang kurang mendampat sentuhan adalah tujuan pembelajaran. Bagaimana dengan tujuan akhir pembelajaran materi "A"? Apakah hanya berakhir dalam buku latihan siswa saja? Apakah dengan goresan nilai 90, 80, 70 menjadi pelabuhan terkahir suatu pembelajaran?

Dalam Kurikulum 2013 pembelajaran Bahasa Indonesia sudah disusun dengan berbagai macam bab yang edukatif, edukatif baik dari segi teori maupun penugasan. Sebagai salah satu contoh adalah Kurikulum 2013 pembelajaran Bahasa Indonesia pada tingkat SMA. 

Kurikulum 2013 ini menekankan pembelajaran berbasis teks, maka kegiatan yang menonjol adalah membaca dan menulis. Dalam kurikulum tersebut mengarahkan siswa untuk dapat berpikir kritis dan menulis kreatif. Hal ini ditemukan dari materi-materi yang tersebar di setiap jenjangnya.

Di kelas X misalnya, ada materi tentang menulis teks observasi yang mengarahkan siswa membuat teks informatif tentang susuatu objek, eksposisi yang mengarahkan siswa membuat teks yang berisi argumentasi, anekdot yang mengarahkan siswa membuat teks humor untuk mengkritik, puisi yang mengarahkan siswa menuliskan akan keresahan yang terjadi, dll.

Di kelas XI, terdapat materi menulis teks eksplanasi yang mengarahkan siswa untuk dapat menulis peristiwa/fenomena, prosedur yang mengarahkan siswa membuat teks yang berisi panduan, cerpen yang mengarahkan siswa menulis bidang sastra, resensi yang mengarahkan siswa menilai suatu karya, dll. Di kelas XII, terdapat materi menulis esai, artikel, dll. 

Dilihat dari hal tersebut jelas bab-bab yang terdapat dalam pembelajaran bahasa Indonesia sangat mengedukasi. Yang perlu diingat, bahawa zaman sekarang pembelajaran bukan hanya sekedar metode dan teori saja. Metode ajar yang kreatif, teori yang edukatif perlu di balut oleh kemasan tugas yang kreatif pula.

Orang bilang generasi pelajar saat ini adalah "generasi nunduk", "generasi virtual", "generasi mager", dll. Istilah ini tentu perlu diubah. Lewat pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat SD, SMP, dan SMA samangat dan kreativitas pelajar bisa diwadahi.

Hal ini sejalan dengan peyajian materi-materi pada kurikulum bahasa Indonesia. Kurikulum 2013 sudah memberikan jalan bagi para guru. Inilah yang perlu dijadikan motivasi besar bagi para guru untuk bisa menjadikan generasi pelajar ini menjadi generasi yang tanguh dalam wadah pemebelajaran Bahasa Indonesia.

Hal yang perlu ditanamkan, yaitu jangan membiarkan penugasan siswa hanya berkahir di buku latihanya. Banyak sekali bentuk penugasan yang diberikan tetapi lagi-lagi tugas tersebut hanya menjadi tumpukan yang disayangkan. Jika kembali kita melihat isi bab pada kurikulum Bahasa Indonesia, tentu untuk mewujudakan generasi tanguh memiliki peluang besar. 

Pelajar merdeka dalam menyalurkan kreativitas menulis mereka. Hal-hal yang terkadang membuat buntu guru itu sendiri dalam memberikan penugasan adalah berpatokan pada buku cetak yang dipakai dalam kegiatan belajar. 

Di sinilah, guru terjebak dan tetap fokus untuk mengikuti isi perintah dalam buku tersebut. Hal ini tidaklah salah, tapi di sinilah kebanyakan guru melupakan jika pembelajaran itu sendiri sebetulnya boleh dikembangkan.

Dengan pengembangan tersebut, tentu dapat menjadikan suatu pembelajaran lebih berarti dan terarah. Misalnya pembelajarn teks eksposisi, siswa diminta menulis teks eksposisi tentang isu tertentu dan mencoba mengirimkanya pada media. 

Tugas menulis puisi yang semula siswa diminta membuat puisi dengan tema tertentu, dikembangkan membuat buku antologi puisi dan mencoba mengirimkannya pada penerbit. 

Tugas menulis prosedur, siswa bisa menuliskan panduan membuat sesuatu hal lalu mengirimkan pada media. Pengembangan contoh-contoh tugas tersebut tentu akan lebih bernilai dan membangkitkan semangat pelajar untuk lebih merdeka dalam berkarya. 

Jika model-model penugasan seperti ini dicoba dan dilakukan, potret pembelajaran bahasa Indonesia pun bukan lagi "buat apa orang Indonesia belajar Bahasa Indonesia" melainkan "Belajar Bahasa Indonesia adalah belajar berkarya" ataupun potret-potret positif lainya.

Mengutip penggalan puisi "Paman Dobalng" karya W.S. Rendra, "Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata." 

Dari penggalan puisi tersebut, pembelajaran Bahasa Indonesia pun sepertihalnya matahari dan cakrwala yang bisa menjadi wadah untuk menciptakan generasi tangguh dan legenda baru. 

 

Alexander Johan Wahyudi, Pengajar Bahasa Indonesia, SMA Trinitas Bandung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun