Mohon tunggu...
Alexander Fiandre Readi
Alexander Fiandre Readi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hospitaliti dan Pariwisata Angkatan 2017

Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud, Program Double Degree STP Trisakti - Guilin Tourism University, Program Studi S1 Hospitaliti dan Pariwisata Angkatan 2017

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Perjalanan Mencari Mi Terenak di Tiongkok

29 Maret 2021   22:40 Diperbarui: 30 Maret 2021   06:16 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mi Medan di Hong Kong|Dokumentasi pribadi Alexander F

Mi atau mie, apapun namanya makanan sederhana satu ini menjadi kesukaan banyak orang di dunia, bahkan menjadi makanan pokoknya. Makanan yang hanya terbuat dari tepung, air, dan kadang telur ini ternyata memiliki sejarah yang panjang. 

Menurut catatan sejarah, mi berasal dari Tiongkok dan telah ada sejak sekitar tahun 200 Masehi.

Mi yang begitu polosnya bisa dikreasikan menjadi berbagai macam masakan yang berbeda, bahkan bentuk dan tekstur mi sendiri bisa berbeda tergantung dari selera masyarakat di daerah tertentu. 

Beda daerah, beda juga gaya memasak minya. Sebut saja Mie Bangka dan Mie Jawa, sama-sama mi, namun jenis mi dan gaya memasaknya berbeda. Mi bagaikan kanvas kosong yang siap untuk dikreasikan pelukisnya.

Mi berasal dari Tiongkok dan beruntungnya, saya berkesempatan pergi ke Tiongkok untuk mencobanya sendiri. Saya berkesempatan untuk mengikuti program student exchange dari kampus dan akhirnya saya berkuliah dan tinggal di Tiongkok selama satu setengah tahun. Tentunya sekarang sudah pulang ke Indonesia karena pandemi.

Sama seperti di Indonesia, mi di Tiongkok sangat beragam. Ada yang terbuat dari tepung gandum, tepung beras, bahkan ada mi yang seperti jelly. Cara orang memasaknya pun berbeda: berkuah, digoreng, ditumis, atau disajikan dingin, semua ada.

Saya sangat suka makan mi, bahkan lebih suka mi daripada nasi. Pergi ke Tiongkok adalah kesempatan emas untuk mencoba mi di tempat asalnya. Kampusku di sana berada di kota Guilin, Tiongkok Selatan. 

Makanan di daerah itu rasanya cukup hambar dan banyak menggunakan acar untuk membumbuinya, jadi kebanyakan rasa di sana adalah asin dan asam.

Mi khas mereka adalah "Guilin Mifen", yaitu mi dari tepung beras seperti kwetiau yang dimakan bersama kuah, acar, dan sedikit daging. Rasanya kuahnya sangat lemah dan hambar, ditambah dengan acar kacang panjang yang sepertinya sudah terfermentasi sehingga rasanya asin, asam, dan sedikit bau. 

Bukan selera saya yang sukanya makan Indomie goreng...

Selain itu, ternyata di daerah kampus ada yang menjual masakan khas daerah Chongqing di Provinsi Sichuan, kota di Tiongkok bagian Barat yang dikenal dengan kepedasan makanannya. Nama masakannya adalah "Malaxiangguo". 

Mi dan berbagai bahan lainnya ditumis dengan api besar dengan banyak cabai kering dan lada Sichuan. Penyajiannya cukup unik dengan mangkuk yang besar, rasanya gurih dan sangat pedas, cocok dengan selera orang Indonesia. 

Malaxiangguo juga sudah bisa ditemukan di Indonesia, sepertinya sudah banyak yang menjualnya di Jakarta dan kota besar lainnya.

Malaxiangguo di dekat kampus Guilin|Dokumentasi pribadi Alexander F
Malaxiangguo di dekat kampus Guilin|Dokumentasi pribadi Alexander F
Sudah bosan di Guilin, akhirnya saya dan teman-teman menabung untuk travelling ke daerah lainnya. Akhirnya saya tiba di Changsha. Di manapun saya berada, pasti saya mencari makanan enak karena saya hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup. 

Datanglah saya ke kedai mi kecil karena bau masakannya harum. Penjualnya ramah dan kami mengobrol sebentar, dia bingung saat tahu saya dari Indonesia karena mungkin jarang ada orang asing yang makan di kedainya. 

Semangkuk mi pangsit sederhana disajikan. Minya tipis dan lembut dengan kuah bening dengan taburan bawang goreng. Saat kucoba, rasanya seperti makan sup baso abang-abang di Indonesia, rasanya sama persis, tak kusangka bisa menemukan rasa itu di negeri nan jauh di sana.

Semangkuk Mi Pangsit di Changsha|Dokumentasi pribadi Alexander F
Semangkuk Mi Pangsit di Changsha|Dokumentasi pribadi Alexander F
Perjalanan makanku berlanjut, kali ini saya berangkat ke Shenzhen, salah satu kota terbesar dan modern di Tiongkok, untuk magang. Tentu saja kesempatan ini tidak kusia-siakan, pencarian makanan berlanjut. 

Ada banyak kedai kecil di sekitar hotel tempat magang yang menjual makanan sederhana seperti mi goreng dan nasi goreng. Kedai-kedai itu menjadi tempat makanku sehari-hari. 

Rasanya sangat familiar, seperti rasa mi goreng dari restoran Tiongkok di Indonesia. Tipe mi yang digunakan juga mi kuning yang biasa dipakai untuk mi goreng tek-tek.

Selagi di Shenzhen, saya menyempatkan diri untuk menyeberang ke negara tetangga yang masih negara Tiongkok, namun adalah daerah administratif khusus, Hong Kong. 

Disinilah saya menemukan mi yang sangat enak. Hong Kong terkenal akan minya yang sangat tipis, elastis, dan bertekstur sedikit renyah, sehingga saat memakan mie Hong Kong akan terasa setiap gigitannya. 

Hong Kong memiliki banyak hidangan mi yang terkenal, misalnya "Wonton mee", mi dengan pangsit udang. Namun kali ini makanan yang saya coba adalah "Beef Brisket Noodle", mi kering dengan kaldu sapi dan daging sengkel sapi yang meleleh di mulut.

Beef Brisket Noodle Sister Wah Hong Kong|Dokumentasi pribadi Alexander F
Beef Brisket Noodle Sister Wah Hong Kong|Dokumentasi pribadi Alexander F
Restoran ini telah diulas oleh Michelin Guide Gourmand, yaitu panduan yang dirilis setahun sekali yang mengulas restoran terbaik dengan harga ekonomis. Restoran ini bernama "Sister Wah" yang sudah menyajikan mi daging sapi sejak tahun 2003. 

Restoran ini terletak di Causeway Bay, Hong Kong dan merupakan restoran yang kecil, hanya ada 6 meja di dalamnya. Untungnya saat saya berkunjung restorannya sedang tidak terlalu ramai sehingga ada tempat duduk. 

Saya memesan semangkuk mi daging sapi yang rasanya tidak terlupakan. Kuah kaldunya terasa sangat dalam dan daging sapinya seolah langsung menghilang di mulut karena begitu lembut. Selama perjalanan saya di Tiongkok, mi ini masih menjadi yang terbaik.

Begitulah perjalanan pencarian makanan enak saya di Tiongkok, sayangnya karena pandemi kita semua jadi belum bisa jalan-jalan lagi. Semoga pandemi cepat berakhir agar pencarian makanan enak ini dapat berlanjut. Salam Sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun