Mi dan berbagai bahan lainnya ditumis dengan api besar dengan banyak cabai kering dan lada Sichuan. Penyajiannya cukup unik dengan mangkuk yang besar, rasanya gurih dan sangat pedas, cocok dengan selera orang Indonesia.Â
Malaxiangguo juga sudah bisa ditemukan di Indonesia, sepertinya sudah banyak yang menjualnya di Jakarta dan kota besar lainnya.
Datanglah saya ke kedai mi kecil karena bau masakannya harum. Penjualnya ramah dan kami mengobrol sebentar, dia bingung saat tahu saya dari Indonesia karena mungkin jarang ada orang asing yang makan di kedainya.Â
Semangkuk mi pangsit sederhana disajikan. Minya tipis dan lembut dengan kuah bening dengan taburan bawang goreng. Saat kucoba, rasanya seperti makan sup baso abang-abang di Indonesia, rasanya sama persis, tak kusangka bisa menemukan rasa itu di negeri nan jauh di sana.
Ada banyak kedai kecil di sekitar hotel tempat magang yang menjual makanan sederhana seperti mi goreng dan nasi goreng. Kedai-kedai itu menjadi tempat makanku sehari-hari.Â
Rasanya sangat familiar, seperti rasa mi goreng dari restoran Tiongkok di Indonesia. Tipe mi yang digunakan juga mi kuning yang biasa dipakai untuk mi goreng tek-tek.
Selagi di Shenzhen, saya menyempatkan diri untuk menyeberang ke negara tetangga yang masih negara Tiongkok, namun adalah daerah administratif khusus, Hong Kong.Â
Disinilah saya menemukan mi yang sangat enak. Hong Kong terkenal akan minya yang sangat tipis, elastis, dan bertekstur sedikit renyah, sehingga saat memakan mie Hong Kong akan terasa setiap gigitannya.Â
Hong Kong memiliki banyak hidangan mi yang terkenal, misalnya "Wonton mee", mi dengan pangsit udang. Namun kali ini makanan yang saya coba adalah "Beef Brisket Noodle", mi kering dengan kaldu sapi dan daging sengkel sapi yang meleleh di mulut.