Bahkan asuransi biar cari 6x miliar dan lain sebagainya. Gimana? Bahaya tidak storytelling ini? Oke~ seakan-akan ceritanya begini-begini, tiba-tiba berubah.Â
Pas shot kamera ke mba J 'edun bengis pisan mukanya, masih bisa senyum-senyum', nah, senyum aja bisa dipermasalahkan (pembawaan tahun 2016).
Sekarang? Gara-gara documenter storytellingnya dahsyat, seakan-akan kurang lebih 180% pindah (der), ternyata bukan doi. Kalau teknik ini dipakai kedalam bisnis sepertinya asik juga (dalam artian positif ye).
Mereka (netplik) jago dalam menggiring opini, documenternya itu memang suka-suka produsernya aja mau kemana sebenernya. Mereka menyampaikan apa yang mereka mau. Suatu hal positif, storyteller akhirnya membuka kasus ini Kembali, mungkin bisalah netplik buka kasus-kasus yang dulu.Â
Kalau mereka bikin lagi pasti seru, ada pakar-pakar yang ngobrol lagi soal kasus terdahulu. Coba bayangkan keadilan datang dari tayangan netplik.
Kalau dimasukin ke ranah bisnis atau mungkin storytelling di sebuah ngejelasin suatu produk, apakah ada rumus-rumus tertentu yang dipelajarin?Â
Oke kita ambil dari seorang Youtuber storyteller, dia di awal pasti akan menceritakan kronologisnya terlebih dahulu untuk mendekatkan suatu cerita dengan audiens agar tau background sebuah kasus dan ditengah-tengah dia akan kasih opininya.
Pertanyaannya kenapa gak dibalik saja? Karena kita sebagai audiens paham dulu mengenai permasalahannya (bisa dibilang objektif dulu baru subjektif).Â
Kalau dilihat dari retention pasti audiens sekitar 50% atau 60% , semisal kalau opini terlebih dahulu, audiens kagak tau rumusan masalahnya seperti apa.
Mengenai storytelling, apakah memang harus tentang sejarah atau boleh yang lainnya? Tentu saja boleh, storytelling sekarang formatnya semakin pendek, kalian tinggal ngomong berapa menit, selesai. Kalau bahas storyteller apapun sekarang udah bisa, banyak perusahaan dengan marketing  storyteller brandingnya.