Mohon tunggu...
Alexander Ferdi
Alexander Ferdi Mohon Tunggu... Tutor - Tutor

Hai

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mental Illness: Self Diagnosis Gen Z

1 November 2023   08:49 Diperbarui: 1 November 2023   08:58 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah mental kalau kita liat-liat dalam beberapa tahun belakangan ini, sedang maraknya trend tindakan 'self-diagnosis' kesehatan mental atau jiwa di kalangan remaja atau anak muda. Mereka mendiagnosa diri mereka sendiri dan mengunggahnya melalui akun media sosial mereka (pada dasarnya emang halu aja, damn).

Kalau ada orang-orang di luar sana yang tiba-tiba bilang 'wah aku kagak mood, kagak stabil mentalnya, aku hidup dalam imajinasi, aku adalah psikotik' (damn, halu berlebih). Heey~ cara mendiagnosa tidak seperti itu, mereka sadar mengenai kejiwaan itu good tapi jangan pernah mendiagnosa diri sendiri.

Itu bahaya bre, kenapa? Karena ketika kalian mendiagnosa diri sendiri, awalnya mungkin kalian bisa kagak kenapa-kenapa. Tapi kedepannya kalian bisa kenapa-kenapa, karena kalian menyakini diri sendiri itu sakit.  Mungkin awalnya kalian tidak depresi (amit-amit), terus kalian yakin bahwa diri kalian itu depresi (damn), kalian bisa jadi depresi, karena meyakini apa yang kalian Yakini.

Oke Ketika kalian sudah mengetahui kalau ada keanehan pada jiwa atau mental kalian, temukan orang-orang yang memang proper (bukan dari sepuh apa lagi google). Mendiagnosa diri mengidap bipolar itu tidak segampang, Ketika kalian refleksi 'wah kadang aktif, kadang pasif' (kayak apaan aja). Hal tersebut kalau kata dokter, naik turunnya hormon wajar, Ketika hormon stress kita tinggi, bisa bad mood, Ketika hormon setressnya turun, kita happy.

Hal tersebut wajar, kalau stagnan terus, masa idupnya kayak kata-kata chitato 'life is never flat' (mungkin flat yang lainnya ).  Jadi buat kalian yang memang mengalami masalah mental atau kejiwaan, lebih baik stop untuk mendiagnosa diri sendiri  dan stop cari obat diri sendiri.

Gejala penyakit-penyakit kejiwaan itu tidak segampang kalian baca dari google. Ada yang Namanya katatonik, jadi orang yang mengidap mental ini itu tiba-tiba kagak ngapa-ngapain (macam bengong doang), atau Ketika mereka lagi drop atau bete, diam saja sampai berhari-hari.

Satu hal, jangan kalian pikir, mereka yang mengidap bipolar itu segampang 'aku happy, besoknya bad mood'. Temen-temen anak muda, yang bisa mendiagnosa itu adalah para dokter, orang yang lagi aktif bipolarnya, itu tiba-tiba ngilang, tetiba bisa dimana, lagi happy banget, bukan sekedar ketawa "hahahihi" (kayak kalian ngerjain skripsi, damn).

Orang-orang yang mengidap kelainan pada kejiwaannya, kalau melakukan perbuatan criminal, mereka kadang-kadang tidak bisa dikenakan pasal. Karena mereka melakukan itu diluar kesadarannya dan hal tersebut ada tesnya, kagak sembarangan. Contoh, orang depresi yang dimana kalau kalian udeh nonton ini orang depresi, apakah tampilan mereka selalu sedih? Nope~

Bisa dikatakan jarang, orang depresi itu bahkan tidak mengakui dirinya depresi, rata-rata sih begitu.  Makanya orang depresi itu dapat dikatakan sulit, bahkan di edukasi sekalipun. Apalagi Ketika ada orang mengedukasi 'wah kamu kurang berdoa', kagak gitu~ (mungkin orang yang mengedukasi ini yang kurang berdoa). Mereka yang mengalami depresi itu tidak segampang bakal speak up, bahwa dia itu depresi. Rata-rata mereka tidak melakukan apa yang ia senangi lagi. Contoh? Misalkan rajin olahraganya (bukan olahraga jari ya), ditinggalin jadwal olahraganya.

Mereka lebih sering menyendiri, happy  akan kesendiriannya atau dapat dikatakan menutup diri. Depresi itu menutup, karena bagi mereka kegagalan itu karena dirinya sendiri dan musuh terbesar orang depresi itu adalah Ketika dibiarkan sendiri. Jadi kalau kalian yang punya teman yang hobinya sendirian, tetiba happy yaya happy yeye dan tetiba sendirian terus berbulan-bulan (mengurung diri, bahkan dichat kagak mau, berantakan, tidak bisa ngurus dirinya sendiri), semacam pasif.

Naaah~ yang seperti orang-orang yang "dangerous" kalau dibiarkan sendirian, kemungkinan terbesar bakal 'suicide'.  Orang yang seperti ini mendiagnosa dirinya sendiri? Nope~. Lucunya banyak anak-anak remaja (gen Z)  itu sudah mendiagnosa dirinya sendiri. Kalau anak muda (gen Z) mencari seorang psikiater, goob, bagus, artinya mereka melek akan Kesehatan mental, itu bagus, bukan berarti kita mengejek-ejek anak muda (gen Z) ' wah lebay, halu'. Heey~ hal itu bagus Ketika dia mengalami kelainan mental ataupun masalah mental dia mencari yang ahli masalah tersebut (psikiater atau psikolog).

Tapi yang lebih berbahaya adalah Ketika mereka mulai mendignosa dirinya dan share hal tersebut ke medsos, itu dangerous. Karena mereka bisa mempengaruhi, Namanya ilmiahnya "Histeria", jadi mereka bisa mempengaruhi orang lain yang awalnya tidak ada gejala, bisa jadi ada gejala (damn).

Jangan menyebut orang dengan kelainan jiwa itu gila, itu berbeda, crazy it not same like a mental illness, it's different (ga bisa bahasa engres). Kadang orang sakit jiwa itu masih realistis (kalo real estate beda lagi), bisa membedakan benar atau buruk. Hal tersebut ada fasenya, kalau mereka tidak bisa membedakan benar atau buruk itu fase paling akut.

Pernah liat suatu film yang dimana orang dengan sakit kejiwaan ketika hujan, dia berteduh, karena tahu air membuat basah. Jadi jangan bilang orang dengan kelainan jiwa itu kayak 'aneh' gitu, memang mereka itu ada sebuah masalah di dalam hidupnya yang rata-rata tidak bisa diselesaikan.

Orang dengan kelainan jiwa itu rata-rata terjadi karena masalah yang gagal diselesaikan dalam hidupnya dan defend mekanismenya berbeda-beda. Ada yang jadi imajinasi, ada yang jadi halusinasi, ada yang jadi depresi, ada yang jadi defensive, ada juga yang kagak ngapa-ngapain dan hal ini dangerous.

Ketika sudah berhubungan dengan jiwa seseorang itu sulit, karena hal tersebut integer, kagak kelihatan. Obat-obatannya itu tidak langsung menyembuhkan, cuma menekan gejalanya, jadi orang yang depresi dibuat aktif, orang yang aktif dibuat pasif.

Hal tersebut harus diajak cerita, biar mereka tau bahwa mereka punya keluarga.

Tapi anak muda genzi, gen z, jenset (atau gen yang lainnya ) itu mereka gugel mendiagnosa diri mereka (*kata kasar*).  Heeey~ dokter saja mendiagnosa itu pelan-pelan, jadi tidak seperti 'wah kamu depresi atau bipolar' nope~.  Dokter tu belajar bertahun-tahun agar dapat memastikan diagnose tersebut, tapia nak muda sekarang bisa mendiagnosa dari gugel, gak gitu bro~.

Intinya gini teman-teman gen z, kalau kalian sadar akan masalah mental, curhat dengan yang ahli (macam psikiater atau psikolog). Nah kalau kalian dicurhatin sebagai teman jangan bilang 'ah kurang doa kamu'.

Iyee~ mereka juga paham akan hal itu, tapi ya ga gitu. Mereka yang depresi itu rata-rata kritis, mungkin karena masalah nilai sekolah aja terus kena tekanan dan ga kuat sama tekanan tersebut. Tau alas an kenapa kita punya hobi, ya untuk merilekskan untuk menetralisir hormon setresnya (kalo hobinya maen mobel lejen atau valo beda lagi).

Orang yang lari dari masalah terus melampiaskan ke alkohol atau obat-obtan terlarang itu termasuk dari contoh defend mekanisme manusia. Hidup di dalam realitas palsu yang sebenarnya mereka tidak punya.

Kenapa orang akhirnya run away healing ke wisata alam atau ke luar negri pahadal mereka sedang banyak masalah di rumah?  Karena hal tersebut cara mereka lari dari kenyataan, walaupun akhirnya mereka Kembali lagi, tapi itu cara mereka untuk me-refresh otaknya, ya ga salah~.

Okey~ salah satu orang paling hebat itu contohnya tentara, Ketika kalian cek masuk tentara itu tidak hanya cek fisik, salah satunya cek mental. Kenapa? Yang mereka pegeng itu senpi, kalau salah megangnya mereka bisa membunuh orang yang tidak bersalah atau temannya sendiri. Maka, tentara itu tidak hanya sehat fisik, tapi dari segi mental juga.

Bayangkan, dilepas di hutan belantara sendirian atau dengan kelompok kecil pegang senpi dan sedang mengamankan negara, itu berat. Banyak tentara setelah perang WW2 mengalami ptsd (Post-Trauma Syndrome Disorder). Jadi pas malem-malem selalu kebangun dan lagi di posisi peperangan, hal ini merupakan contoh berat.

Orang yang berimajinasi itu bisa jadi mereka lari dari kenyataan yang dimana hal itu harus diobati, tapi jangan pernah mendiagnosa diri sendiri.   

Teman-teman muda gen z kalau punya gangguan terhadap mental, langsung cari pertolongan kepada ahli atau cari tempat untuk ngobrol yang sesuai dengan ahlinya (psikiater atau psikolog). Jangan dari katanya, katanya, apalagi gugel sehingga kalian melakukan sesuatu yang di luar sesuai dengan aturan medis.  Hal tersebut itu sangat-sangat berbahaya.

Perkembangan teknologi itu rata-rata akan membuat manja dan wajar, jadi kalau ada anak muda yang tiba-tiba diberi tugas banyak sama dosennya terus galau terus ngadu ke psikater, itu hak mereka. Lebih baik mereka seperti itu daripada mendiagnosa diri sendiri.

Kalau kalian ke Japan itu lebih parah lagi, ada sebuah hutan yang isinya itu "orang-orang yang bunuh diri", dimarahi karena nilainya aja bisa suicide.  Kita tidak ada hak unuk ngejugde, kalau gue yaa itu hak-hak  dan duit-duit mereka, toh yang dapat duitnya dokter atau psikiater.

Bye~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun