Pecahnya Gelembung
Lebih dari dua minggu yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan di Pesantren Daarul 'Uluum Lido selama tiga hari. Selama waktu itu, saya terlepas dari rutinitas sehari-hari di Kolese Kanisius dan memasuki lingkungan yang sangat berbeda dari yang biasa saya kenal. Di sana, saya belajar banyak tentang agama, budaya, dan kebiasaan yang awalnya terasa asing bagi saya. Namun, pengalaman tersebut bukan merupakan pengalaman negatif, justru sebaliknya. Gelembung sosial saya pecah dan membuat mata saya terbuka untuk melihat keberagaman Indonesia secara langsung.
Sambutan oleh pihak Pesantren Daarul 'Uluum Lido sampai saat ini masih terukir dalam ingatan saya hingga kini. Sambutan mereka meriah dengan musik, tetapi musik yang mengiringi jauh dari yang biasa saya dengar. Alat musik perkusi dengan berbagai ukuran dimainkan dengan cara tertentu sehingga menghasilkan irama yang harmonis dan memesona. Pengalaman tersebut, meskipun sederhana, memberikan saya pencerahan bahwa musik tidak hanya bisa dimainkan dengan satu cara. Ternyata, ada banyak cara untuk mengekspresikan diri melalui suara.
Pengalaman tersebut berserta dengan pengalaman-pengalaman lain yang saya alami di sana membekali saya untuk lebih siap menghadapi dunia yang semakin terpolarisasi. Selebihnya, pengalaman-pengalaman tersebut menyadarkan saya bahwa bila Tuhan tidak menghendaki tidak adanya perbedaan maka tidak akan ada perbedaan di antara kita. Namun, kenyataan tidak mencerminkan hal tersebut. Perbedaan yang ada di dunia ini seperti bermain musik, bila hanya ada satu nada maka tidak akan pernah terciptakan suatu harmoni indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H