Serangkaian peristiwa kerusuhan ini, dirasakan langsung oleh seorang narasumber yang bernama Pak Budi. Pada saat peristiwa ini terjadi, Pak Budi merupakan seorang pengajar yang berdomisili di kota Dili. Beliau bercerita bahwa, pada saat itu, banyak sekali peristiwa perampasan HAM yang harus dialami oleh masyarakat Timor Timur.Â
Awalnya, setelah pengumuman jajak pendapat, semua rakyat Timor Timur yg tinggal di Kota Dili merasa sangat senang karena bisa merdeka. Namun, dalam waktu yang sangat singkat, suasana ini pun berubah karena banyaknya tindakan pembumihangusan oleh tentara Indonesia yang tidak terima akan hasil tersebut.Â
Sebagai contoh, beliau bercerita, sangat buruknya peristiwa jajak pendapat ini sampai harus memakan korban 3 imam katolik, yang 2 diantaranya merupakan seorang imam jesuit. Para Imam ini meninggal karena memperjuangkan hak asasi manusia yang seharusnya diterapkan pada saat itu.
Lain daripada itu, peristiwa sangat mengenaskan juga terjadi di jalanan dekat pos perlindungan Pak Budi. Akibat dari pembantaian besar- besaran tadi, banyak sekali jenazah korban yang tergeletak begitu saja ditengah jalan dan digerogoti oleh berbagai macam hewan seperti anjing dan juga babi.Â
Berbagai tindakan seperti pembakaran juga dilakukan dimana- mana, bahkan rumah yang ditinggali Pak Budi pada saat itu juga sempat terbakar oleh tentara. Beliau pun baru bisa pergi 5 hari setelah kejadian kerusuhan itu terjadi dengan menggunakan pesawat hercules.Â
Melihat peristiwa ini dengan mata kepalanya sendiri, Pak Budi merasa sangat sedih dengan ketidakadilan yang terjadi ini. Terlebih mengenai pemerkosaan remaja perempuan dan pemaksaan deportasi yang terjadi pada saat itu.Â
Menurut beliau, jikalau memang merasa adanya kecurangan, ada baiknya jika kita mengatasi masalah dengan tidak merugikan orang lain, apalagi sampai harus merampas haknya masing- masing. Melalui dari peristiwa ini, beliau menarik kesimpulan bahwa, kondisi HAM sangat diinjak oleh mereka yang memiliki senjata dan melalui peristiwa ini juga, perpecahan antar saudara satu suku ataupun satu kampung pun timbul di kalangan masyarakat.
Melihat kembali peristiwa yang ditimpa Pak Budi, jelas peristiwa ini merupakan salah satu contoh pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara. Berdasarkan isi dari deklarasi HAM yang diumumkan oleh majelis umum PBB, khususnya untuk hak nomor 3 yaitu "Hak untuk hidup, keamanan, dan kebebasan", dapat kita lihat dengan jelas bahwa peristiwa yang ditimpa Pak Budi sangat bertentangan dengan bunyi hak ketiga tersebut.Â
Pada dasarnya, dikarenakan pada saat itu kondisi pemerintahan Indonesia masih berada dibawah pengaruh Presiden Soeharto, dimana tindakan- tindakan ketidak kekeluargaan yang merampas HAM harus dianggap "normal" oleh sebagian besar masyarakat, hal ini menyebabkan cara tentara Indonesia menyikapi masalah, masih berbau kemiliteran atau kekerasan fisik. Sehingga, dalam menanggapi hal sekecil kesalahpahaman atau kecurigaan saja, berbagai tindakan kekerasan harus dilakukan demi terciptanya keteraturan.
Menurut saya, jika kita berbicara tentang hidup atau nyawa seseorang, itu merupakan suatu area yang sudah sepatutnya kita hargai dan jangan kita ikut campuri.Â
Setiap manusia berhak untuk hidup serta mendapatkan keamanan dan kebebasan dalam hidupnya tersebut. Tidak ada orang yang lebih berhak hidup maupun yang tidak berhak untuk hidup, semuanya sama. Oleh karena itu, jika hal ini tidak segera kita jadikan prioritas utama, kedepannya tidak akan ada lagi generasi- generasi muda yang dapat memajukan bangsa. Sudah seharusnya kita, sebagai warga negara yang baik, menghargai dan menjunjung tinggi HAM yang ada di negara kita tercinta.