Visi dan misi berhasil disuratkan. Mentari perlahan merangkak mundur dari ufuk barat, memberitai jam tubuhku untuk segera mandi dan berbenah diri, waktu magrib hampir dekat. Segera menuju kamar mandi atas, dan melaksanakan salat magrib berjamaah. Menurutku, sujud adalah posisi termutakhir untuk berkontemplasi secara lancar. Nantikan saja.
      Malam, agenda pondok usai dijalani, saatnya untuk mengambil handphone yang dititipkan di Ustazah Endah, wali kelasku. Guna menuntaskan tugas yang hendak dikumpulkan esok hari, atau bahkan beberapa hari mendatang. Soal tenggat waktu, santri murid Planet Nufo didoktrin untuk menjadi pribadi yang disiplin dalam segala hal. Oleh karena itu, tak payah ragu. Tiba-tiba, Ria, datang menemuiku di gazebo depan.
      "Rak, kamu tahu gak siapa lawanmu di penentuan kandidat tadi?" ia bertanya kepadaku, dengan wajah sumringah, misterius. Aku sedikit terkesiap, sekaligus tak siap.
      "Dia orang pintar di kelas, pintar banget! Orang yang selalu menjawab pertanyaan dari guru, dan jawabannya juga rasional, Rak. Dia juga jago nyanyi, plus pake banget!" jelas Ria serius. Sial, ada apa gerangan? Seakan-akan dunia ini menekanku untuk tersungkur di tanah keringnya.
      "Dia sekelas sama kamu tho, Ri?" tanyaku memastikan.
      "Iya, X-7."
      "Ouh... Siapa namanya?"
      "Intan, bendahara kelas," jawabnya terang. Aku kembali tertegun.
      "Lho, kamu sekretaris kelas kan, Ri? Kenapa malah Intan yang maju jadi DPK pagi itu? Kenapa gak kamu aja?" tukasku cergas, berusaha protes kepada keadaan yang usai berlalu, tiada guna.
      "Ya saya nggak tahu, Rak. Lah pas pengumuman aja dia nyelonong keluar kok. Saya bisa apa?" pungkasnya pasrah, wajahnya semrawut sekarang. Sang nasib menekannya untuk maju.
      Entahlah, apa yang harus kuperbuat saat ini? Dilambung oleh kemesteriusan yang pelik dan memabukkan. Bagaimana tidak? Lawanku adalah pria tinggi, misterius, cergas, dan diidolakan oleh banyak kakak kelas, diamnya dapat menciptakan pergerakan yang bukan main, sahabatku sendiri, Essedine. Juga dengan pamong kelas dengan segudang prestasi, "jago nyanyi", dan lebih empiris dalam melaju dalam beberapa organisasi, sepertinya, Intan. Ya Allah, pantaskah aku pasrah, atas dilema kompetitor kelas kakap seperti mereka?