Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjamah Memori

13 Juli 2022   07:00 Diperbarui: 13 Juli 2022   07:08 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

“Bangun, bangun, bangun. Bang, geura bangun!” teriak Adam bersikeras membangunkanku. Konon Adam pernah berceletuk, aku yang pulas persis menyamai kerbau pemalas yang sibuk berbaring di atas kubangannya. Mungkin benar perumpamaannya. Adam yang kebingungan, akhirnya menemukan secercah ide bagus.

“Kornetnya keburu dihabiskan Napal lho, Bang,” seketika mataku terbelalak. Bisikkan Adam mujarab betul ternyata. Kulangsung berlari menuju meja makan, berlomba dengan kecepatan jemari Napal untuk mengembat semua kornet yang terhidang.

Sampai di meja makan, penglihatanku menjadi sedikit aneh. Payahnya aku, mengapa aku harus berlari dikarenakan sepotong kornet? Wa Iis Khadijah, ibunda Adam yang terkenal keras melirikku sinis mencekam, pasti dia kesal akan sifat kerbauku yang menjadi-jadi. Sedang Napal, saudara sepupuku, masih antusias dengan hidangan yang belum ia tandaskan.

“Segera duduk, dan makan!” ketus Wa Iis kepadaku. Kumengangguk cergas, segera menarik kursi kosong untuk kududuki.

Mata luyuku menelusuri seisi meja makan yang dipenuhi dengan hidangan yang tampak lezat. Wajar saja, baru bangun dari tidur nyenyakku. Meja makan penuh dengan sayur mayur segar hijau dengan lalapan yang berbaris rapi sesuai gizi, empat sehat, lima sempurna. Diramaikan dengan sepiring kecil berisikan ranum sambal terasi. Tetapi hidangan seleraku tak kunjung terlihat. Kemana perginya kornet yang Adam maksud tadi?

“Kornetnya sudah dihabiskan Adam barusan. Makan saja yang ada di meja!” ketus Wa Iis untuk yang kedua kalinya kepadaku. Sengkarut bersemayam seketika di wajah semrawutku.

Di seberang pintu menuju meja makan, Adam melirikku sinis dengan senyum jahatnya yang menjijikkan, lalu sirna ditelan dinding yang mengarah ke ruang tamu. Mengapa kornet kesukaanku selalu saja menjadi mitos di rumah ini? Terpaksa kuambil sop asparagus gurih di piring terdekat dengan gapaian tanganku.

Pawana dingin berkesiur semilir menaungi tubuhku. Masih sejuk, belum tercemar oleh napas-napas orang munafik, tidak mungkin mereka akan bangun seawal ini. Laskar bocah pengetuk genderang sudah berkeliling desa, membangkitkan umat Rasulullah SAW untuk berjuang di medan sahur nan penuh akan godaan.

Ketukan keras genderang disertai pekikan sahur dari mulut kecil mereka menyadarkanku akan derai berkah dan nikmat bulan Ramadhan yang berlimpah ruah, termasuk rasa dan semangat yang kini terasa betul kedahsyatannya. Azan Subuh berkumandang, lekas kuahkiri sahur ini, berbenah diri menuju masjid Al-Khoer untuk mendirikan salat subuh berjamaah.

Terik matahari di siang hari menyorot tubuh lesuku, hingga aku terpaksa meneduh di dalam kamar Adam yang selalu teduh, tepat di sisi Adam yang sibuk dengan game yang ia gandrungi. Selain menahan lapar, amarah juga harus ditekan. Sekonyong-konyong kantuk menjamah, aku pun terlelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun