“Enggalah, aku malah seneng bisa bantu kamu. Tapi kenapa kamu nanyain soal ini?” tanya Ales balik.
“Aku rasa ada kasus lain yang berhubungan dengan pembunuhan di rumahku. Pas aku baru pindah ke rumah itu aku nemuin beberapa CD, dan CD itu semuanya berisi adegan pembunuhan sadis yang salah satunya terjadi di rumahku. Anehnya lagi, anak bungsu dari keluarga-keluarga itu yang semuanya perempuan selalu menghilang entah kemana,” jawab Vivie.
“Kamu serius?” tanya Ales terkejut.
“Iya, dan salah satu adegan di film itu sama seperti lukisan di kamarku,” jawab Vivie.
Ales seakan tak percaya dengan semua yang di ucapkan Vivie, suara bel akhirnya menyadarkan mereka bahwa waktu istirahat telah habis dan mereka harus segera kembali ke kelas.
****
Tepat pukul 3 sore Ales dan Vivie tiba di rumah Ales, mereka segera beranjak ke kamar dan Ales menunjukan berkas-berkas pembunuhan milik Ayahnya.
“Ini semua berkas pembunuhan yang pernah ditangani Ayahku,” ucap Ales. Vivie mengambil semua berkas itu dan membacanya satu persatu dibantu oleh Ales.
“Coba kamu baca berkas ini, salah satu keluarga di Jakarta yang terdiri dari Pak Edo, Bu Mira dan kedua anaknya menjadi korban pembunuhan sadis. Keluarga ini ditemukan tenggelam di kolam renang dalam keadaan terikat. Menurut beberapa saksi, malam itu keadaan rumah Pak Edo tampak sepi, tidak ada kejadian yang mencurigakan di rumah itu. Kini Polisi masih mencari siapa pembunuhnya. Dikabarkan bahwa anak bungsunya yang bernama Ayu Safira Oktaviani ikut raib bersama pembunuh itu. Masih belum diketahui bagaimana keadaan Okta saat ini, tidak ada barang bukti apapun di TKP kecuali tali yang mengikat tubuh korban serta sebuah topeng yang diduga digunakan oleh pelaku,” kata Ales.
Vivie tak lagi mendengar apa yang dikatakan Ales, pikirannya tertuju pada topeng yang dikatakan oleh Ales. Ales menunjukan gambar topeng yang terlampir di berkas itu.
“Ini kan topeng yang pernah dipakai Yola,” ucap Vivie kaget.