"Sebenarnya di rumah kamu itu..." jawab Ales terpotong oleh seorang laki-laki.
"Jangan pengaruhi dia dengan cerita-ceritamu, Les," tegur laki-laki itu yang duduk dua bangku di belakang vivie.
"Siapa cowok itu?" tanya vivie.
"Dia Yansen sepupuku. Orangnya emang gitu, setiap aku cerita soal pembunuhan dia selalu ngelarang. Tapi sebenarnya dia baik kok," jawab Ales. Vivie hanya mengangguk sambil menatap sosok Yansen yang tengah sibuk bermain PSP.
"Jadi sebenarnya di rumah kamu itu dulu pernah terjadi pembunuhan. Satu keluarga meninggal di sana," ucap Ales.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Vivie.
"Tentu saja aku tahu, rumahku kan ga jauh dari rumahmu. Emang sih aku ga ngelihat langsung kejadiannya, tapi Ayahku adalah Polisi yang menangani kasus itu. Waktu itu seorang pemulung ga sengaja lewat ke halaman belakang rumah kamu, dan dia nemuin mayat Pak Anton beserta keluarganya tergantung di pohon dekat gudang. Sedangkan anak perempuannya yang paling bungsu hilang entah kemana, mungkin diculik sama pembunuhnya," jawab Ales.
"Memangnya Pak Anton punya berapa orang anak?" tanya Vivie.
"Tiga orang. Yang paling tua Riki, kedua Kevin, dan yang bungsu Angel," jawab Ales. Vivie teringat dengan lukisan dinding di kamarnya, ternyata lukisan itu adalah siluet pembunuhan yang pernah terjadi di rumah itu.
"Apa pembunuhnya udah tertangkap?" tanya Vivie.
"Belum. Angel dan pembunuh itu lenyap bagai ditelan bumi. Mungkin hanya Tuhan yang tahu di mana pembunuh itu berada dan gimana nasib Angel yang sebenarnya," jawab Ales.