Mohon tunggu...
Alessandra AuliaMaharani
Alessandra AuliaMaharani Mohon Tunggu... Model - Hi !

What goes around comes around

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masyarakat dan Hukum dalam Dilema Work From Home

9 Juni 2020   10:12 Diperbarui: 9 Juni 2020   10:38 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka akan keluar untuk melakukan kontrol, melakukan rapat pertemuan dengan tetap menjalankan physical distancing, meninjau RS rujukan, serta membuat keputusan yang bisa menanggulangi penyebaran virus dan lain lain. Mereka tidak bisa hanya berdiam diri dirumah karena merekalah yang mennjalankan roda kepemerintahan, apabila mereka hanya berdiam dirumah saja maka tentu tidak akan ada tindakan dan keputusan lebih untuk menindak lanjuti pandemi Covid-19 ini. Sungguh suatu dilema bagi pemerintah Indonesia karena kondisi yang tidak cukup stabil dan disetiap keputusan pasti ada pro kontra yang mengikutinya.

Berbeda keadaannya apabila kita menghadapi para pekerja yang tidak memiliki penghasilan menentu dan tetap. Mereka tidak akan bisa menjalankan kebijakan Work From Home atau WFH ditengah kondisi pandemi Covid-19. 

Banyak dari mereka pendapatan yang mereka dapatkan akan digunakan memenuhi kebutuhan hidup sekedar makan hanya untuk beberapa hari ke depan, bahkan yang paling menyedihkan ada beberapa dari mereka yang mendapatkan penghasilannya dan digunakan untuk hari itu juga. Sangat tidak dimungkinkan apabila mereka harus berdiam dirumah tanpa adanya pendapatan, sehingga mereka harus tetap bekerja meskipun ditengah kondisi pandemi Covid-19 ini. Pekerja pekerja ini antara lain berprofesi sebagai supir ojek online (Gojek, Grab), tukang becak dan juga pedagang kaki lima. 

Tindakan mereka yang tidak mengikuti anjuran pemerintah untuk melaksanakan kebijakan WFH ini terpaksa dilakukan karena alasan ekonomi memang tidak dapat dielak. Polri dan pemerintah sekalipun tidak bisa memaksa mereka untuk tidak bekerja karena tidak mampu memberikan pasokan setiap harinya kepada masyarakat yang kurang mampu. Mereka bisa melanjutkan hidupnya apabila mereka bekerja dan mendapatkan penghasilan dengan kondisi apapun, bagaimanapun kapanpun. 

Hal ini yang dijadikan pertimbangan oleh pemerintah sehingga tidak mengambil kebijakan lockdown karena akan ada banyak sekali warga yang makin terpuruk keadaannya. Tidak ada tindakan hukum yang dilakukan oleh Polri atau aparat keamanan selama masyarakat mampu mematuhi physical distancing dan menjalankan protokoler kesehatan salah satunya dengan wajib menggunakan masker saat keluar rumah.

Tetapi sudah ada beberapa kasus pelanggaran yang sengaja dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan protokoler kesehatan yang diberlakukan saat ini sehingga pihak kepolisian harus bertindak tegas. 

Salah satunya dengan menegur, mengingatkan dan memberikan informasi kepada masyarakat yang melanggar dengan harapan muncul adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melakukan physical distancing dan menjalankan protokoler kesehatan. 

Sedangkan permasalahan hukum lainnya pada kondisi pandemi ini adalah beredarnya berita berita hoax di masyarakat yang akhirnya memicu kepanikan, keresahan bahkan bisa merusak integritas bangsa apabila tidak segera ditindak. Maka dari itu dalam peraturan hukum yang sama, Polri juga menegaskan kepada masyarakat bahwa “tidak terpengaruh dan menyebarkan berita - berita dengan sumber tidak jelas yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat” (Moghbelli et al. 2020). 

Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih berhati hati dalam mempercayai berita yang mereka dengar dan mereka baca, serta diharapkan juga agar masyarakat bisa menyaring mana informasi positif yang harus mereka pahami dan mana informasi negatif yang harus mereka jauhi.

Sayangnya masih banyak terjadi penyebaran penyebaran berita hoax yang akhirnya dipercayai dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Sehingga aparat kepolisian harus menindak tegas penyebar berita hoax tersebut sesuai dengan undang undang yang berlaku yakni Pasal 27 (saja) UU No. 19 Tahun 2018 tentang perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam Pasal 27 masih ada 4 ayat yang terbagi sesuai dengan instrumen pelanggaran seperti :

  • Ayat 1, konten yang mengandung pelanggaran kesusilaan,
  • Ayat 2, kemudian konten yang memuat perjudian,
  • Ayat 3, konten yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik, serta
  • Ayat 4, konten yang memuat pemerasan atau pengancaman (Indonesia 2016).

Sudah banyak mereka mereka yang menyebarkan berita hoax dan akhirnya menjalani hukuman sesuai dengan perbuatannya dan tercantum di dalam Undang Undang 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun