Tulisan ini saya buat untuk lomba memperingati Tsunami 7 Tahun silam, pada Desember 2011 yang lalu, dan saya rasa tulisan ini 180 derajat dengan pemikiran panitianya saya pikir, karena masih beranggapan bahwa bencana hanya seperti tsunami dan bencana lainnya yang nyata, tetapi saya beranggapan bahwa bencana tersebut dalam arti luas sehingga bencana dapat saja diakibatkan hal-hal yang tidak terduga dimana daerah atau lokasinya berada. nah akhirnya saya enggak dapet juaranya ne..its oke
Berbicara bencana tentunya kita sepakat tidak hanya diakibatkan oleh alam saja, akan tetapi bencana dapat terjadi karena ulah tangan manusia sendiri akibat kesengajaan atau kelalaian, semakin banyak masyarakat tidak perduli dengan lingkungannya maka semakin banyak bencana dapat terjadi dimana saja, kapan pun, dan tidak mengenal waktu salah satunya diakibatkan oleh sampah
Berdasarkan Undang - undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa yang dinamakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Dari pengertian yang diberikan oleh undang - undang tersebut jelas menyebutkan bahwa sampah berasal dari sisa kegiatan sehari-hari manusia yang dibuang tidak pada tempatnya baik berasal dari sampah individu, keluarga, industri rumah tangga, maupun tempat keramaian lainnya yang berpotensi menimbulkan sampah buangan.
Permasalahan yang sama seperti dibeberapa kota besar yang ada di Indonesia, penanganan atau penanggulangan sampah dilakukan setelah sampah sudah menjadi musuh atau masalah serius yang dihadapi. Oleh sebab itu banyak hal yang terjadi apabila musim penghujan tiba menyebabkan genangan air yang merugikan masyarakat itu sendiri baik kerugian materil maupun immaterial, terhambatnya aktifitas ekonomi dan timbulnya wabah penyakit seperti malaria, demam berdarah dan polusi udara. Hal ini disebabkan oleh tertimbunnya sampah di beberapa lokasi yang menjadi favorit sampah itu dibuang yakni selokan, sungai dan disekitar lingkungan masyarakat itu bermukim.
Penangulangan sampah apabila tidak ditanggulangi secara bersama-sama tentunya kita sebagai daerah yang mulai berkembang dari segi perekonomian yang ditandai dengan bermunculan pusat-pusat bisnis dan beberapa kegiatan ekonomi lainnya, tidak tertutup kemungkinan urbanisasi masyarakat yang ada di sekitar kota maupun di luar daerah merupakan cikal bakal sampah yang diciptakan akan menjadi petaka. Dari data yang diperoleh melalui salah satu harian surat kabar nasional, diperkirakan setiap harinya dikota Banda Aceh produksi sampah mencapai jumlah 150 ton per hari yang diangkut melalui kendaraan-kendaraan yang disediakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Banda Aceh menuju tempat pembuangan akhir.
Penanganan sampah untuk mencegah bencana, merupakan tindakan pengurangan resikobencana (PRB), akan tetapi hal ini tidak hanya sekedar membalikkan telapak tangan kita, tentunya dalam hitungan detik semua permasalahan terselesaikan, dibutuhkan sebuah kerjasama yang saling terintegrasikan antara satu dengan yang lain yakni pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat seperti keuchik, pemuka agama, pemuda dan anggota masyarakat yang saling bekerjasama.
Adapun penanggulangan tersebut diperlukan sebuah advokasi terhadap sampah, Pengelolaan sampah berbasis masyarakat serta tindakan yang nyata oleh pemerintah daerah dalam memerangi sampah, sehingga dengan terlaksanakannya advokasi tersebut ditengah-tengah masyarakat akan memberikan kontribusi bagi masyarakat luas dan pemerintahan daerah.
Advokasi Sampah
Advokasi jika didalam bahasa inggris, maka to advocate tidak hanya berarti 'membela' (to defend), tetapi juga berarti 'memajukan' atau 'mengemukakan' (to promote) yang dengan kata lain juga berarti berusaha 'menciptakan' (to create) yang baru atau yang belum ada dengan kata lain, juga berarti melakukan 'perubahan' (to change) secara terorganisis dan sistematis. Jika hal tersebut dikaitkan dengan kata sampah berarti dapat diartikan bahan yang sudah tidak dipakai menjadi bahan yang dapat digunakan yakni melalui pemberdayakan sampah menjadi sesuatu hal yang berguna dari masyarakat untuk masyarakat. Pemberdayaan ini juga dapat menambah pendapatan masyarakat, memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam bidang ekonomi.
Apabila pemahaman tentang advokasi yang dihubungkan dengan sampah dapat diartikan adanya suatu penanganan dan pengelolaan sampah yang dikelola sebaik mungkin sehingga sampah-sampah tersebut tidak hanya berakhir pada tempat pembuangan sampah yang ada akan tetapi dapat dikelola sebaik mungkin. Dengan adanya penanganan sampah yang baik dan benar sebenarnya dapat menjadi solusi bagi pemerintah daerah Aceh untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Dalam undang - undang tentang pengelolaan sampah dalam dalam bab IV tentang hak dan kewajiban Pasal 11 ayat 1 huruf c dan e. Menyebutkan setiap orang berhak mendapatkan informasi yang benar, akurat dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan serta memperoleh pembinaan agar mendapatkan pengelolaan secara baik dan berwawasan lingkungan. Setiap warga negara atau penduduk masyarakat mendapatkan pembinaan.
Pemberdayaan masyarakat dalam ketentuan perundangan menyebutkan secara jelas, adanya peran serta masyarakat dalam hal mendapatkan informasi dan pembinaan terhadap penanganan dan pengelolaan sampah, sehingga melalui program-progaram yang terukur diharapkan dapat memberikan kepedulian masyarakat serta tanggung jawab terhadap lingkungannya.
Adapun yang dapat ditempuh dalam mewujudkan cita-cita tersebut dengan adanya program-program di masyarakat yang bertujuan memberikan pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan melalui pelatihan, penyuluhan yang terintegrasi dari lingkungan terkecil yakni keluarga, desa, kecamatan serta provinsi dan tidak terlepas pula melalui dunia pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menengah tingkat pertama (SLTP) dan sekolah menengah atas atau kejuruan (SMA/SMK).
Dengan adanya program yang terintegrasi dan tidak terputus di masyarakat hal ini juga dapat memudahkan Aceh menuju "Aceh Hijau" yang bermanfaat mencegah pemanasan global (global warming). Jika dilihat sistem penanganan sampah saat ini dengan menggunakan sistem sentralisasi yang menumpuk disuatu tempat yakni Tempat Pembuangan Sampah/Akhir (TPS/TPA) tidak adanya sistem daur ulang karena untuk membangun fasilitas pengolaan sampah tentunya membutukan biaya yang cukup besar.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini dapat ditempuh melalui program yang dilakukan di beberapa daerah, dimana sampah merupakan masalah yang cukup serius yakni dengan membentuk Bank Sampah dan memberikan bantuan modal usaha bagi masyarakat untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos dan lain sebagainya, sehingga nantinya dikemudian hari masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan timbul rasa kepedualian dan tanggung jawab terhadap lingkungan serta hal ini memberikan pemasukan bagi keluarga atau kelompok masyarakat.
Tindakan yang Nyata oleh Pemerintah Daerah.
Program advokasi sampah dan mewujudkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat tentunya tidaklah dapat berjalan tanpa adanya perbuatan atau tindakan yang nyata, biarpun adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur dari pusat hingga daerah jika tidak adanya keseriusan untuk memerang sampah hal tersebut mustahil untuk terwujudnya Aceh bebas sampah untuk menuju Aceh Hijau dimasa yang akan datang.
Adapun tindakan yang nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah saat ini dan dimasa yang akan datang yakni dengan menyediakan sarana dan prasarana penunjang penanggulangan sampah yang lebih baik lagi.
Kesimpulan
Dalam penanganan dan pengelolaan masyarakat saat ini pemerintah daerah khususnya Aceh lebih menitik-beratkan kepada tanggung jawab secara parsial terhadap kebersihan dalam hal memerangi sampah melalui dinas-dinas terkait yang memiliki tanggung jawab terhadap kebersihan. Tentunya dengan pola seperti itu, dengan banyaknya peraturan perundang - undangan atau qanun tentang penanganan sampah atau lain sebagainya tidak akan menyelesaikan masalah jika pelaku-pelaku di dalamnya tidak dilibatkan yakni masyarakat, karena dapat dikatakan saat ini tingkat kesadaran masyarakat terhadap masalah sampah sangatlah rendah.
Oleh karena itu, tentunya alangkah lebih baiknya kita mencontoh beberapa daerah yang sudah memperaktekan terlebih dahulu, seperti halnya pengelolaan penanggulangan sampah yang ada saat ini yang telah dilaksanakan dibeberapa oleh daerah baik yang diprakarsai oleh pemerintahan daerah maupun dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti misalnya "Bank Sampah" merubah sampah organik menjadi tanah kompos dan lain sebagainya.
Dari hal tersebut diatas, Pengelolaan sampah seharusnya tidak hanya dilakukan di masyarakat umum akan tetapi juga dapat diterapkan didalam lingkungan pendidikan sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi sebagai muatan-muatan lokal atau kegiatan ekstrakulikuler dalam dunia pendidikan.
http://www.waspada.co.id, Kamis 21 April 2011
Panduan praktisi advokasi (PRB), Pusaka Indonesia dan Christian aid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H