Mohon tunggu...
Utrujah Alesha
Utrujah Alesha Mohon Tunggu... Guru - Segersang apapun Ilalang tetap berjuang untuk hidup.

Salah seorang pendidik yang menyukai membaca dan menulis puisi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negeriku Berduka

11 April 2022   20:08 Diperbarui: 11 April 2022   20:12 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

              Negeriku Berduka

                (Utrujah Alesha) 

Di setiap periode pemerintahan selalu ada demo atau unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, sekelompok organisasi maupun golongan. Jangan ditanya, apakah lancar, tertib, dan berhasil apa yang dituntut ataukah sebaliknya? Ricuh, banyak korban, dan hanya di dengar selintas. 

Seperti pagi tadi, Senin, 11 April 2022, sungguh menyedihkan, negeri tercinta beradu kekuatan antara kekuasaan pemerintah dengan massa, karena semua ingin didengar, semua ingin bicara, semua ingin apa yang diinginkan terwujud.


Mungkinkah unjuk-unjuk rasa tersebut murni dilakukan oleh mahasiswa? Tanpa ada dukungan dari pihak yang menanggung resikonya? Apakah mahasiswa yang secara intelektual lebih matang tetapi secara pemasukan masih banyak yang tergantung pada pendanaan dari orang tuanya sanggup melakukan sendiri? 

Mungkin secara semangat mereka patut dibanggakan, tetapi apakah cukup dengan semangat membara mereka berupaya mendapatkan keinginan dan keadilan yang mereka harapkan? 

Bukan semangat para mahasiswa yang patut jadi pertanyaan, tetapi siapa di balik semua itu? Kepentingan apa yang mereka lakukan? Benarkah untuk kepentingan umum ataukah kepentingan pribadi? 

Silakan saja bagi orang-orang yang memiliki kesanggupan dalam mengendalikan massa, tetapi harusnya sanggup pula mengondisikan agar dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan damai. 

Tak luput pihak pemerintah pun seharusnya benar-benar memasang telinga agar apa yang menjadi ganjalan rakyatnya dapat diatasi.
Perlu pemimpin dan wakil rakyat yang bijak dan berlaku adil dalam menghadapi segala situasi dan kondisi.


Sunatullah ketika ada ketidakadilan akan ada yang menentang. Apabila terjadi ketimpangan-ketimpangan akan muncul kekecewaan yang berujung pada adu kekuatan, baik kekuatan fisik maupun kekuatan psikis.  Mengapa tidak belajar dari sejarah yang sudah ada? Mengulang dan selalu mengulang. Apa masih berlaku semboyan yang diajarkan di bangku-bangku sekolah tentang *musyawarah* dalam mengambil setiap keputusan? Bukan hukum rimba yang berlaku, *siapa yang kuat, dialah yang menang*. Katanya negeri kita adalah negeri berdasar hukum? Tetapi kenyataannya sering tidak berjalan sebagaimana yang ditentukan. 

Cobalah tengok, kalian yang unjuk rasa dan kalian yang duduk sebagai wakil rakyat, layakkah berseteru sampai saling adu fisik bahkan sampai jatuh korban jiwa. Bukankah semua bersaudara? Tinggal di negeri yang sama? 

Siapa yang akan rugi? Siapa yang akan menang? Siapa yang akan menjadi penonton? Siapa yang akan tertawa bahagia mendapatkan untung dari perkelahian berebut pepesan kosong? Bukankah bagai dua ekor serigala yang sedang memperebutkan mangsa dan ada seekor serigala lain yang hanya melihat kejadian tersebut dari kejauhan, kemudian dua ekor serigala tersebut saling melukai bahkan saling bunuh, bukankah yang akan beruntung adalah serigala yang hanya melihat dari kejauhan? 

Kita adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki hukum, bangsa yang menjunjung tinggi musyawarah untuk mufakat, bangsa yang memiliki adat budaya yang menjunjung kesantunan, bangsa yang memiliki agama yang mengajarkan adab dan tata krama dalam segala hal, jangan hancurkan hanya karena perbedaan, jangan saling mendzalimi, jangan mengambil keputusan hanya menguntungkan salah satu pihak, bijaklah para wakil rakyat, sabarlah para rakyat, agar apa yang kita inginkan dapat tercapai. 

Ingatlah kembali pelajaran-pelajaran ketika sekolah dari pahlawan besar Ki Hajar Dewantara yang mengajarkan saling asah, asih, asuh. Ing ngarso sungai tuladha, tut wuri handayani. Apakah semua itu hanya akan menjadi jargon-jargon yang tidak layak untuk diterapkan dalam keseharian? Apakah itu hanya layak sebagai teori-teori yang diajarkan ketika di bangku sekolah saja? 

Ayolah, kita adalah saudara, semua bisa dibicarakan. Kembali pada aturan Allah dalam melaksanakan tatanan hidup. Insya Allah akan selamat dunia akhirat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun