Semakin hari, perubahan iklim yang terjadi di sekitar kita semakin mengkhawatirkan. Beberapa fenomena buruk yang terjadi, seperti mencairnya es di kutub, hujan di musim kemarau, udara panas di musim hujan, dan lain sebagainya menunjukkan dampak pemanasan global.
Melalui beberapa skenario transisi iklim, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa emisi global perlu dikurangi sebanyak 30-50 persen pada 2030. Hal ini harus diperjuangkan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat.
Dengan kata lain, jika seluruh negara ingin menganggap serius tujuan Perjanjian Paris, semua pihak harus serius membuat kemajuan substansial pada 2030.
Namun, ada yang lebih menjadi fokus utama. Riset terbaru yang dilakukan oleh Schneider Electric menunjukkan bahwa pengurangan emisi 3-5 kali diperlukan agar kita berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target pembatasan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat. Untungnya, masih ada waktu untuk mencapai tujuan ini dengan beberapa solusi.
Analisis Schneider Electric menunjukkan bahwa wilayah Amerika Utara, Eropa, Cina, dan negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Asia menyumbang 70 persen dari emisi karbondioksida global.
Elektrifikasi, digitalisasi, dan renovasi untuk meningkatkan efisiensi energi diprediksi akan menjadi solusi mutakhir untuk mengurangi emisi. Ambil contoh bangunan. Adopsi teknologi listrik dan digital secara luas, seperti pompa panas dan sistem manajemen energi digital, dapat mengurangi penggunaan energi gedung hingga 40 persen.
Pada dasarnya, ada tiga tindakan utama yang harus dilakukan oleh semua negara untuk mendukung target tersebut.
1. Fokus menangani sektor industri tertentu
Dalam wacana global, banyak perhatian diberikan pada kebutuhan untuk mengurangi emisi yang timbul dari sektor-sektor yang sulit diatasi, seperti industri berat dan pelayaran jarak jauh.
Meskipun memajukan solusi di industri tersebut akan punya dampak besar dalam mencapai zero emission pada 2050, belum banyak solusi yang dapat diterapkan dalam skala besar. Oleh karena itu, negara harus fokus menangani industri lain yang lebih mudah dan memiliki dampak lebih besar pada peningkatan penyerapan teknologi hijau yang telah dikembangkan.
2. Bisnis punya peran besar untuk dimainkan
Pengembangan rantai nilai yang efektif dan efisien menjadi kunci untuk memastikan bahwa teknologi terbarukan membawa dampak positif yang signifikan. Untuk memfasilitasi ini, perusahaan harus mempercepat ambisi lingkungan mereka menjelang 2030 dan mendukung usaha kecil menengah (UKM) dalam rantai pasokan mereka. Tujuannya sudah jelas, yakni mengurangi emisi yang dihasilkan UKM dalam skala besar.
3. Modernisasi kerangka kebijakan untuk memfasilitasi tujuan dekarbonisasi
Kerangka kerja legislatif saat ini secara diam-diam mempromosikan penggunaan produk atau sumber bahan bakar yang kurang ramah lingkungan. Misalnya, di Uni Eropa, tarif pajak untuk penggunaan listrik rata-rata empat kali lebih tinggi daripada penggunaan gas dengan jumlah sama.
Kerangka kerja umum harus diadopsi untuk menyalurkan investasi, memantau kemajuan, serta menghargai pengadopsian produk dan praktik yang lebih ramah lingkungan.
Tantangan yang kita hadapi saat ini sampai 2030 sangat besar. Namun, solusi untuk mengatasinya sudah ada. Langkah yang tersisa adalah kapan dan bagaimana kita bertindak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H