Mohon tunggu...
Chitra Aleida Divakaruni
Chitra Aleida Divakaruni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Merkantilisme: China Menutup Impor Batu Bara dari Australia

7 Maret 2024   12:52 Diperbarui: 7 Maret 2024   12:57 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan tahun 2020, China secara menutup impor batu bara dari Australia. Kebijakan itu disinyalir untuk menjaga harga batu bara domestik di China. Namun, hal itu juga tidak terlepas dari hubungan antara dua negara tersebut yang memanas sejak 2017. Langkah yang diambil oleh China itu dapat dijelaskan melalui teori merkantilisme.

Merkantilisme adalah teori ekonomi di mana pemerintah berupaya mengatur perekonomian dan perdagangan untuk memajukan industri dalam negeri -- seringkali dengan mengorbankan negara lain. Merkantilisme dikaitkan dengan kebijakan yang membatasi impor, meningkatkan stok emas dan melindungi industri dalam negeri.

Berasal dari Eropa abad ke-16, merkantilisme kini dipandang sebagai teori ekonomi yang sudah ketinggalan zaman, digantikan oleh kekuatan penawaran dan permintaan dari ekonomi pasar. Merkantilisme saat ini umumnya mengacu pada kebijakan ekonomi yang membatasi impor barang asing.

Kebijakan merkantilis mendukung industri dalam negeri dengan membangun monopoli dan mengalokasikan modal untuk mendorong pertumbuhan. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan bentuk proteksionisme ekonomi yang dimaksudkan untuk mendorong swasembada dan bertentangan langsung dengan ekonomi perdagangan pasar bebas dan globalisasi.

Proteksionisme mengacu pada kebijakan pemerintah yang membatasi perdagangan internasional untuk membantu industri dalam negeri. Kebijakan proteksionis biasanya diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dalam perekonomian domestik namun juga dapat diterapkan untuk alasan keamanan atau kualitas. Dalam permasalahan ini, kebijakan China yang menutup impor batu bara dari Australia dapat dikategorikan sebagai bentuk proteksionisme.

Salah satu alasan China memblokir impor itu adalah karena harga batu bara dari Australia lebih murah daripada harga batu bara milik China. Dengan selisih antara keduanya sebesar US$85 per ton (setelah diperbolehkannya angkutan barang). Pemasok dari Amerika Serikat dan Kanada yang biasanya menjual batu bara ke Eropa beralih ke China, sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan dua kali lipat, sementara pabrik-pabrik di Eropa beralih ke Australia, tempat mereka dapat memperoleh pasokan yang murah. Hal itu dianggap sebagai ancaman bagi China. Pihak berwenang Tiongkok berasumsi bahwa hilangnya batubara Australia akan dikompensasi oleh pemasok lain dan cadangan mereka yang sangat besar. Namun mereka dilanda serangkaian guncangan pasokan. Alasan itulah yang mencerminkan nilai-nilai merkantilisme, lebih khususnya tentang proteksionisme.

Sebenarnya, pembatasan yang dilakukan Beijing terhadap perdagangan batu bara bukanlah hal baru, karena kuota impor pertama kali diberlakukan pada kuartal ketiga tahun 2018 untuk mendukung produsen dalam negeri. Namun segalanya berubah pada tahun 2020 dengan dinginnya hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Australia yang menyebabkan Beijing menargetkan banyak produk Australia. Daftarnya bertambah hingga mencakup anggur, kayu, lobster batu, konsentrat tembaga, dan gula. Ketika Tiongkok menerapkan larangan terhadap batu bara Australia pada bulan Oktober, terdapat ketakutan yang dapat dimengerti oleh para eksportir

Pemerintah China berusaha "melindungi" perekonomiannya dengan cara memblokir impor dari Australia. Jika mengacu pada inti paham proteksionisme yaitu membatasi perdagangan internasional, maka kebijakan China ini selaras dengan proteksionisme. Membatasi perdagangan internasional lebih rincinya adalah dengan meminimalkan impor. China memblokir impor batu bara dari Australia juga sebagai ciri sebuah negara yang memilih strategi proteksionisme itu.

Larangan tersebut langsung menimbulkan penderitaan bagi Tiongkok dan Australia. Antrean 46 kapal yang membawa sekitar 5 juta ton batubara Australia terjadi di lepas pantai Tiongkok pada bulan Desember ketika pemilik kargo asal Tiongkok tersebut gagal mencoba mendaratkan kargo tersebut dan melewati bea cukai.

Menerapkan hambatan perdagangan selalu menimbulkan kerugian bagi negara yang bertanggung jawab. Ada permohonan dari pabrik-pabrik di China untuk tidak mengenakan tarif pada jelai Australia karena sulit untuk menggantikannya dengan jelai dengan kualitas yang sama. Konsumen Tiongkok tidak mendapatkan lobster Australia, yang mereka hargai, dan kini harus membayar mahal untuk mendapatkannya melalui jalur selundupan. Pihak berwenang Tiongkok selalu berpendapat bahwa kerugian seperti itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan tujuan geopolitik mereka yang lebih luas.

Pada bulan Desember 2020, ketika ekspor bulanan batubara metalurgi Australia ke Tiongkok turun menjadi 0,2 juta ton, ekspor bulanan ke India naik ke rekor tertinggi sebesar 5,6 juta ton. Demikian pula, total ekspor ke Brasil mencapai tujuh juta ton per tahun, karena Australia semakin berupaya memenuhi permintaan untuk memenuhi pasokan batubaranya yang sangat besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun