Mohon tunggu...
Angela Retie
Angela Retie Mohon Tunggu... karyawan swasta -

:)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perantau Anak Negeri Jelas Paling Indonesia!

19 Mei 2011   10:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"The proper means of increasing the love we bearfor our native country is to reside some time in a foreign one" - William Shenstone

 

Pepatah yang satu ini sekiranya sangat pas untuk para anak negeri yang merantau ke pelosok negeri lain; entah untuk menuntut ilmu, mencari sesuap nasi, atau menikah dengan warga negara lain.  Keberagaman tujuan mereka merantau, tetap cuma ada satu hal yang tidak membuat mereka semua berbeda: darah yang mengalir adalah darah Indonesia.

Sebagai salah satu mantan anak rantau, tidak pernah terbersit dalam pikiran pada saat meninggalkan Indonesia bahwa satu langkah keluar dari negeri ini, merupakan ribuan langkah yang menjadi jejak membanggakan di negeri lain. Siapa kami? Saat melambaikan tangan tanda perpisahan dengan keluarga dan teman-teman di Bandar Udara Soekarno-Hatta, kami hanyalah lulusan SMA yang merasakan euphoria mendapat beasiswa studi di luar negeri. Di pikiran kami, cuma rasa tidak sabar untuk menginjak negeri lain dan merasakan enaknya hidup di luar negeri.

Berawal dari euphoria polos anak muda yang baru pertama kali tinggal di luar negeri, ternyata darah Indonesia tidak pernah menguap karena panasnya kota yang baru kami huni. Mendidih adalah kata yang lebih tepat untuk darah Indonesia kami. Kami semakin haus akan jati diri "Indonesia" kami, hal yang sudah sangat membanggakan, mengingat banyak anak rantau yang malu mengakui jati dirinya sebagai orang Indonesia dan malah lebih bule dari orang-orang bule di negerinya.

Nyata-nyatanya menjadi orang Indonesia di negeri lain membuat diri ini semakin terpacu untuk "pamer", bahwa identitas yang kami bawa adalah negeri yang tidak ada duanya. Tapi ternyata membawa nama Indonesia untuk "misi pamer" ini diperlukan pengorbanan yang tidak mudah. Siapa yang sangka, sekedar niat untuk membawa nama Indonesia dilirik khalayak internasional membawa kami, yang pada saat itu hanya lima orang, dan menjadi satu-satunya wakil Indonesia, berhasil merampungkan tari Saman, tari tradisional Aceh yang sangat fenomenal dengan gerakan seribu tangannya. Memang jauh dari sempurna, mengingat tidak ada satupun dari kami punya latar belakang menari dan menyanyi tradisional. Hal yang membuat kami sendiri terkaget-kaget, karena tarian kami mengundang semua hadirin berdiri dan bertepuk tangan. Apresiasi atau kekaguman? Saat itu kami tidak mau ambil pusing, yang penting mission accomplished!

Sejak hari bersejarah itu, pihak kampus semakin terkesan dengan putra-putri Indonesia, yang sampai saat ini sejak tahun 2006 (di mana saya dan keempat rekan lain adalah angkatan beasiswa pertama) telah terkumpul setidaknya 20an pelajar Indonesia program beasiswa yang mengemban misi budaya di sela-sela studi. Berbagai upaya dilakukan segenap anak rantau, belajar menari dan menyanyi, bermain angklung, sampai "naik level" jadi pengajar teman-teman warga asing yang ingin mengenal budaya Indonesia. Sejak berdirinya asosiasi pelajar Indonesia di kampus kami, sudah tidak terhitung lagi berapa penampilan yang kami pertunjukkan sampai keliling negeri tempat kami menuntut ilmu. Hebatnya lagi, keinginan masing-masing individu untuk menggemakan nama Indonesia begitu besar, tidak ada paksaan, semua begitu bersemangat saat harus tampil.  Terbukti dari keuletan para perantau ini belajar menyanyi lagu pengiring Saman yang notabene bahasa Aceh, belajar tari Pendet lewat video di internet, berkutat dengan aransemen lagu bermain Angklung, memutar otak menciptakan konsep pertunjukan, merancang konsep acara lintas budaya, bolak-balik cari sponsor, dan lain-lain. Tidak ada tenaga pengajar, semua bermodal kemampuan basic yang didapat dari ektrakurikuler di SMA dulu. Kegigihan pelajar Indonesia dan keunikan budaya Indonesia nyatanya menarik murid-murid lokal bahkan murid asing lainnya untuk bergabung dan belajar budaya Indonesia.

Hal yang mungkin tidak akan pernah kami rasakan jika kami tidak berdomisili di negeri orang.

Berikut adalah koleksi foto "misi pamer" perantau anak negeri yang paling Indonesia  di pelbagai penampilan:

 

[caption id="attachment_108796" align="aligncenter" width="448" caption="Misi pamer anak rantau menampilkan tari Saman, Pendet, dan Jaipongan (Foto: koleksi pribadi) "][/caption] [caption id="attachment_108797" align="aligncenter" width="336" caption="Grup Angklung cantik berbatik saat diundang pemerintah kota setempat (Foto: koleksi pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_108807" align="aligncenter" width="504" caption="Kembali diundang pemerintah kota lain di Taiwan, kali ini berkolaborasi dengan suku Aborigin Taiwan (Foto: koleksi pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_108799" align="aligncenter" width="300" caption="Tari Ngarojeng Betawi dalam drama Malin Kundang di Taiwan (Foto: Irwandi Indra - Dok. WINDOSA)"][/caption] [caption id="attachment_108800" align="aligncenter" width="560" caption="Tari Saman yang tak pernah berhenti mengundang decak kagum khalayak internasional (Foto: Irwandi Indra - Dok. WINDOSA)"][/caption] [caption id="attachment_108801" align="aligncenter" width="560" caption="Drama Malin Kundang persembahan anak negeri mendulang sukses di Taiwan turut diperankan oleh pelajar Taiwan, Jepang, dan Rusia (Foto: Irwandi Indra - Dok. WINDOSA) "][/caption] [caption id="attachment_108802" align="alignnone" width="280" caption=""Mang Asep" buka kursus kilat angklung kepada para hadirin yang penasaran dengan alat musik unik ini (Foto: Irwandi Indra - Dok. WINDOSA)"][/caption] [caption id="attachment_108814" align="aligncenter" width="560" caption="Menanggalkan kewarganegaraan, etnis, dan agama untuk menampilkan budaya Indonesia di publik internasional (Foto: Irwandi Indra- Dok. WINDOSA)"][/caption]

Melihat kembali ke belakang, perjalanan panjang kami para pelajar perantau, kami merasa sangat bersyukur terlahir sebagai orang Indonesia dan mendapat kesempatan mempertunjukkan warna darah kami di khalayak internasional. Namun sempat terbersit di pikiran; apa akan ada kesempatan bagi putra-putri Indonesia yang lain bangga akan budayanya di negeri sendiri? Apa akan ada niat yang sama besarnya untuk mengharumkan nama bangsa di negeri sendiri? Apa akan ada apresiasi yang sama dalamnya seperti yang didapat di negeri orang? Pertanyaan-pertanyaan esensial ini semua pasti pernah terlintas di pikiran para anak rantau.

Memang, di negeri sendiri kami bukan siapa-siapa. Di negeri orang, kami berjuang mengharumkan nama negeri sendiri. Menanggalkan identitas kesukuan, agama, dan pola pikir, para pelajar Indonesia di luar negeri belajar sebenar-benarnya menjadi paling Indonesia. Apa lagi yang mempersatukan perbedaan kami, kalau bukan darah yang sama. Darah Indonesia.

 

Apa ada lagi yang paling Indonesia, selain orang Indonesia sendiri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun