Mohon tunggu...
Alea Zakki
Alea Zakki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya hobi menulis dan membaca buku. Itu sesuai dengan kepribadian saya yang introvert. Tulisan yang saya sukai adalah fiksi romantisme. Lagu yang saya favoritkan adalah lagu religi dan romansa anak remaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilih Aku atau Dia

4 Mei 2024   16:54 Diperbarui: 4 Mei 2024   16:59 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cinta. Sumber gambar: 2023852 from Pixabay

Siang itu, sedih dan luka membumi hanguskan hati Degara. Pria itu menyaksikan kekasihnya berduaan dengan lelaki lain. Betapa mudahnya Clarisa membuang cerita kasih mereka selama 4 tahun ini.

Dari spion vespa, Degara mengawasi kekasihnya yang dibonceng pergi dari taman. Sebenarnya dia sudah membuntuti mereka sejak tadi.

Bisa-bisanya kamu giniin aku, Clarisa! Teriak Degara dalam hati cintanya pupus dikoyak fakta.

Pria itu masih di sana sendiri tak kuat lagi menahan tangisnya. Sampai Clarisa dan lelaki itu pergi menjauh dengan motor ninja. Tak ada lagi ingin membuntuti mereka, karena sudah cukup baginya menerima bukti kejanggalan yang sudah jelas benar.

Dengan helm putih dan jaket merah yang dipakai, Degara pergi membawa vespa putih miliknya pulang ke rumah. Tangis diam yang membuat matanya berkaca-kaca itu, masih dirinya bawa.

Di kamar, Degara dengan gitarnya bersenandung. Tak sengaja sebuah lagu tercipta dengan haluan intonasi tinggi yang menyelekit. Lirik-lirik syairnya memecah kebisingan menjadi sepi. Luwes jari jemari memetik senar gitar dengan tangga nada minor. Pelampiasan iris hatinya menjadi sesuatu yang bermakna indah.

Berbait-bait lirik itu ditulisnya dalam sebuah diary lama. Sudah lama sekali Degara belum menyentuh lagi buku itu. Biasanya apa yang dituliskan di sana adalah perasaan bahagia dan senang, tapi kini yang dia tuliskan adalah sedih dan derita.

Malam itu tak disangka Clarisa masih menghubunginya seakan tidak terjadi apa-apa pada hubungan mereka. Degara berhenti sejenak melihat layar ponsel yang berdering dengan cahaya menerangi sedikit dari kamarnya yang gelap. Dibantu oleh cahaya dari lampu belajar di atas meja, pria itu masih belum menjawab panggilan yang berbunyi sejak tadi.

Hatinya sudah keras dan tak peduli lagi dengan wanita itu. Baginya nama Clarisa sudah lepas dari hati, walau dalam ingatan masih belum terlupa. Ini jadi sebuah pembelajaran berharga bagi Degara.

Aku ingin menghilang entah dia suka atau tidak. Dia membatin tak menjawab panggilan masuk Clarisa dan memilih beranjak ke kasur untuk tidur.

Pagi harinya, dia sama sekali belum beranjak dari kasur dengan selimut membungkus tubuhnya utuh. Rasa lelah masih bernaung jika bertemu lagi Clarisa, itu alasan kuatnya tak beranjak dari kasur.

Biarlah pikir dia aku lenyap hari ini. Gumam Degara masih dibayangi kejadian kemarin.

Demi wanita itu, Degara berubah sepenuhnya seperti yang dia mau.  Hanya untuk mengukur seberapa jauh pria itu akan tahan dengan perempuan busuk seperti Clarisa. Tiga jam kemudian, Degara memeriksa isi ponselnya yang sudah banyak notifikasi memenuhi layar.

Ternyata berulangkali wanita itu menelpon dan mengirimi pesan kepadanya. Degara membalas pesan masuk itu dengan perasaan malas dan jengkel. Namun ini cara untuk meyakinkan Clarisa bahwa keburukannya tidak diketahui.

Pria itu menjawab biasa. “Aku gak apa-apa. Rasanya hari ini aku capek banget.” Kata-kata itu menjawab tanya Clarisa tentang kabar laki-laki yang dibuatnya sirna.

Degara beralih dari ponselnya keluar kamar mencari udara segar di luar. “Harus segera move-on!” Pria itu bergelut dengan emosi kalutnya seraya melakukan push up dengan keras. Sudah 30 menit tubuhnya dipanaskan dengan olahraga fisik hingga tengkurep di lantai.

Dia beralih lagi pada kegiatan lain untuk menyembuhkan luka batinnya. Buku jadi sarana terbaik untuk meluapkan semua rasa. Sebuah novel mampu membuatnya merasa empati dengan emosi tokoh di dalam cerita. Beberapa tetes air mata jatuh membasahi lembar kertasnya.

Merasa hal yang dialami tokoh percis seperti dirinya. Degara menyudahi membaca novel dan pergi menuju taman yang sama. Tempat bernoda buruk itu sekarang dirinya datangi. Pria itu turun dari vespa miliknya menghampiri kursi besi taman tempat Clarisa bermesraan dengan lelaki lain yang tak dirinya kenal.

Tangannya menyentuh pinggir kursi perlahan dan duduk di sandarannya seraya membayangkan kejadian kemarin di kursi itu. Kepalanya tertunduk lesu dengan kedua tangan mengepal. Sungguh amarah Degara naik meluap, membuat keras kepalan di tangannya.

Di waktu yang sama, Clarisa tiba dengan selingkuhannya. Motor ninja itu diparkir di dekat sana. Namun wanita itu tidak menyadari kehadiran Degara dan melenggang ke sana sambil terus menggandeng lelaki itu dengan mesra dan hati yang sumringah.

Sampai di dekat kursi yang menghadap danau itu, langkahnya terhenti memangkas mundur keduanya.

“Kamu kenapa?” tanya pria berkacamata hitam itu. “Kita ke tempat lain aja yuk!” Jawab Clarisa berbisik mengajak kekasihnya pergi dari sana. Belum sempat mereka pergi, Degara sudah melihat keduanya langsung dengan wajah datar. Tak berkata apa-apa lagi, pria itu beranjak dari kursi dan pergi melewati keduanya.

Baru beberapa langkah dari mereka, Clarissa langsung menarik tangan Degara dengan memelas.

“Degar, aku bisa jelasin sama kamu. Tolong dengerin aku dulu!” Ujar wanita itu mengemis kesempatan untuk menjelaskan.

Degara berbalik menatap mata Clarisa dalam-dalam dengan perasaan murka tak terbendung.

“Nggak ya. Kamu minta didengerin, harusnya kamu dengerin aku. Kamu pilih dia atau aku?” Skak pria itu menutup rapat mulut mantan kekasihnya. Ucap Degara lemah, tapi begitu mengena ke hatinya.

"Gak bisa jawab-kan?"

“Selamat Bro, lo dapet dia. Lo menang.” Degara menyalami tangan kekasih baru Clarisa dengan apresiasi berlebihan.

Betapa sudah muaknya Degara berada di sana. Dia pun bergegas pergi ke arah vespa putih miliknya meninggalkan mantan kekasih dengan pasangan barunya. Namun Clarisa masih mengejar dan terus menahan pria itu pergi. Sampai di vespa, Degara menggas pergi dengan cepat pulang ke rumah.

Di sore yang masih hangat, namun Degara merasa dingin sekarang. Hatinya tak lagi bisa menerima siapapun masuk ke dalam hidupnya. Titik terendah yang belum pernah dirasakan, tapi sudah diterima kesendirian itu hinggap di pikirannya.

Lagu yang sama disenandungkan kembali melarutkan sepi di sore itu. Ini mengakhiri semua yang ada antara dirinya dengan Clarisa. Seraya membayangkan kenangan yang bersemayam selama ini antara mereka sampai akhir.

“Lagu kulepas sedih, tak meminta kisah kasih yang sama.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun