Biarlah pikir dia aku lenyap hari ini. Gumam Degara masih dibayangi kejadian kemarin.
Demi wanita itu, Degara berubah sepenuhnya seperti yang dia mau. Hanya untuk mengukur seberapa jauh pria itu akan tahan dengan perempuan busuk seperti Clarisa. Tiga jam kemudian, Degara memeriksa isi ponselnya yang sudah banyak notifikasi memenuhi layar.
Ternyata berulangkali wanita itu menelpon dan mengirimi pesan kepadanya. Degara membalas pesan masuk itu dengan perasaan malas dan jengkel. Namun ini cara untuk meyakinkan Clarisa bahwa keburukannya tidak diketahui.
Pria itu menjawab biasa. “Aku gak apa-apa. Rasanya hari ini aku capek banget.” Kata-kata itu menjawab tanya Clarisa tentang kabar laki-laki yang dibuatnya sirna.
Degara beralih dari ponselnya keluar kamar mencari udara segar di luar. “Harus segera move-on!” Pria itu bergelut dengan emosi kalutnya seraya melakukan push up dengan keras. Sudah 30 menit tubuhnya dipanaskan dengan olahraga fisik hingga tengkurep di lantai.
Dia beralih lagi pada kegiatan lain untuk menyembuhkan luka batinnya. Buku jadi sarana terbaik untuk meluapkan semua rasa. Sebuah novel mampu membuatnya merasa empati dengan emosi tokoh di dalam cerita. Beberapa tetes air mata jatuh membasahi lembar kertasnya.
Merasa hal yang dialami tokoh percis seperti dirinya. Degara menyudahi membaca novel dan pergi menuju taman yang sama. Tempat bernoda buruk itu sekarang dirinya datangi. Pria itu turun dari vespa miliknya menghampiri kursi besi taman tempat Clarisa bermesraan dengan lelaki lain yang tak dirinya kenal.
Tangannya menyentuh pinggir kursi perlahan dan duduk di sandarannya seraya membayangkan kejadian kemarin di kursi itu. Kepalanya tertunduk lesu dengan kedua tangan mengepal. Sungguh amarah Degara naik meluap, membuat keras kepalan di tangannya.
Di waktu yang sama, Clarisa tiba dengan selingkuhannya. Motor ninja itu diparkir di dekat sana. Namun wanita itu tidak menyadari kehadiran Degara dan melenggang ke sana sambil terus menggandeng lelaki itu dengan mesra dan hati yang sumringah.
Sampai di dekat kursi yang menghadap danau itu, langkahnya terhenti memangkas mundur keduanya.
“Kamu kenapa?” tanya pria berkacamata hitam itu. “Kita ke tempat lain aja yuk!” Jawab Clarisa berbisik mengajak kekasihnya pergi dari sana. Belum sempat mereka pergi, Degara sudah melihat keduanya langsung dengan wajah datar. Tak berkata apa-apa lagi, pria itu beranjak dari kursi dan pergi melewati keduanya.