mengatur waktu untuk dirinya sendiri, dewasa yang makin menumpuk kesibukan. Bising dalam benak karena pikiran yang tak terselesaikan. Ini ceritaku tentang mengatur waktu tanpa diatur.
Banyak yang resah tak berujung. Berharap bisaAku memasang alarm sebelum tidur pukul 5 pagi. Tapi siapa sangka ketika bangun, malah terlewat pukul 6. Itu berulang kali terjadi. Padahal ini minggu pertamaku kuliah. Malam ini aku membaringkan tubuh di kasur kembali. Memasang alarm pada pukul 4.30. Berharap esok hari akan berbeda dari biasanya, lalu terbiasa.
"Kriiiiiing." Alarm berbunyi terus. Tapi laki-laki itu tidak juga bangun. Tak lama dia mulai menarik tubuhnya vertikal. Kepalanya masih berputar agak pusing. Tangannya merogoh-rogoh atas meja, mendapati kaca mata yang langsung dia kenakan.
Mari kita lihat, apakah aku bangun tepat waktu kali ini?. "Kriiiiiiing." Beberapa saat aku memperhatikan jam itu digenggaman. "Tidaaaaak!" Aku spontan teriak dan menarik selimut kembali menutupi seluruh tubuh menjadi bungkusan. Sedangkan jam becker itu terlepas dan jatuh rusak dari tanganku. "Ini mengerikan!" aku tergidik ngeri melihat jarum pendek jam becker. "Huhuhu, kenapa aku bangun pukul 8?" Gerutuku masih membungkus diri dengan selimut.
Hal lain yang lebih buruk dari itu terjadi. Aku berjinjit ke dekat pintu, menyentuh knop untuk membukanya. "Kriet-kriet." Hanya bunyi itu saja, tapi pintu sama sekali tak bisa dibuka. Aku menariknya dengan kencang tapi percuma. Yang ada pasrah menempelkan wajah ke pintu seraya memohon untuk dibukakan. "Huhuu, ibu buka pintunya buu." Rengekku masih menempelkan wajah ke pintu. Ini sungguh konyol, orang dewasa mana yang merengek meminta apa yang tidak layak dirinya dapatkan?.
Masalah ini kian buruk. Aku sudah telat lebih dari 3 kali di semua kelas mata kuliah. Sampai-sampai mengancam nilaiku yang turun ke C. Rasanya frustasi jika terus begini. Di tengah malam, aku membuka laptop dan menelusuri internet untuk menemukan solusi. Bagai harapan buta, aku membaca berbagai artikel. Di sana, pencarian terhenti di sebuah artikel tentang mengatur waktu.
Tidak terasa waktu berlalu cepat, malam itu akan segera menuju terbit matahari. Laki-laki itu terkapar di atas kasur terbungkus selimut dengan laptop yang masih menyala. Dia sama sekali belum tidur sejak kemarin malam.
"Payah, kenapa harus mengurangi waktu begadang jika aku bisa tidur lebih telat dengan durasi istirahat yang sama." Ujarku merasa kelelahan yang coba tidak dirasa. Aku memaksakan diri untuk beranjak dari kasur, namun malah terjatuh tidur di lantai dan kepalaku terbentur keras. "Aaaa." Rintihku lirih agar tidak menghebohkan seisi rumah.
"Sudah cukup, aku sangat lelah." Tuturku menyadari tubuh tak bisa dibawa gerak lagi. Tidur di lantai adalah konsekuensi dari semua masalah yang tak kunjung usai.
Seharian itu dia tidur pulas di lantai yang sejuk. Sampai pintu kamar dibuka oleh sang ibu. Beruntungnya hari itu adalah hari libur. Tidak ada hukuman untuk anaknya itu. Sang ibu menggelengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah anaknya. Karena tiap hari kamar itu selalu seperti kapal pecah.
"Apa itu karena dia belum dapat menerima kesibukannya?" Gumam sang ibu bertanya dalam hati menyimpulkan masalah yang dihadapi anaknya. "Nak, bangunlah." Tuturnya lembut menepuk pelan tangan anaknya yang kelelahan.
Baru aku sadar, terbangun oleh suara ibu. Entah sudah berapa lama aku di lantai. "Ibu?" tangannya membantuku berdiri. Di ranjang kami berdua duduk. "Maafin Raka ya bu. Raka anak gak berguna." Ucapku menundukkan pandangan tak berani menatap ibu. "Maafin ibu juga ya. Ibu kasar sama kamu selama 2 minggu ini." Ibu menatapku dengan senyuman, "Ibu sekarang paham. Kamu belum terbiasa dengan kesibukan dunia kuliah, dan ibu gak akan memaksa kamu untuk kuliah." Lanjut ibu menuntaskan kata-katanya.
Tidak ada amarah sama sekali dari suara dan tatapannya. Ibu benar-benar tulus berkata itu. "Nggak bu. Raka tetap mau kuliah. Tapi Raka butuh bantuan ibu." Mendengar kalimatku, ibu agak terangkat alisnya. "Apa yang bisa ibu bantu, nak?" Tanya ibu siap mendengarkan. "Aku ingin ibu bangunkan aku setiap pagi selama 1 bulan, bagaimana bu?" Beritahuku meminta persetujuan ibu. "Iya, ibu akan bantu." Jawab ibu mengangguk tanda dirinya setuju. Siang itu jadi penuh haru dengan pelukan hangat ibu untukku.
Pintaku itu bukan tanpa sebab, karena aku sadar bahwa mengatur waktu tanpa diatur itu mustahil. Terlebih dengan rekam jejak sepertiku yang selama 2 tahun ini menganggur. Apa yang jauh lebih buruk dari itu?. Sekarang tidak lagi. Satu bulan yang aku dan ibuku sepakati bersama membuahkan hasil. Aku bisa bangun tepat waktu dengan atau tanpa alarm. Itu sebuah keajaiban. Nilai kehadiranku membaik, ditambah nilai mata kuliah yang bertambah bagus. Karena sekarang hari-hari baik siap menantiku. Semoga hari-hari baik siap menantimu juga. ADIOS!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H